Episode 1 - Adnan, Rico, dan Lira

866 37 0
                                    

Pagi yang cerah di SMA 12 Nusantara, sangat cocok untuk memulai kegiatan belajar mengajar. Seperti biasa, Adnan telat masuk ke kelas karena sedang asik menyantap sarapan paginya diatap sekolah. Adnan sering membolos saat jam pelajaran fisika. Gurunya yang terkenal killer membuat Ia malas mengikuti kelasnya dan lebih memilih memakan bekal sarapannya diatap sekolah.

Adnan memang anak yang cerdas, tapi sikapnya tidak mencerminkan sama sekali bahwa Ia adalah anak yang cerdas. Mungkin salah satu ciri yang menggambarkan bahwa Adnan adalah anak yang cerdas adalah hobinya yang sangat unik yaitu menjadi seorang detektif cilik. Bersama kedua temannya, Rico dan Lira, Ia sering memecahkan kasus kasus kriminalitas. Hal itu membuat Adnan dan grup detektifnya semakin terkenal di sekolahnya.

Pak Burhan selaku guru fisika yang terkenal killer itu sangat geram karena kelakuan Adnan yang belum juga menampakkan diri ke kelas untuk mengikuti pelajarannya, padahal jam pelajarannya sudah mau habis. Ia pun menyuruh Rico untuk mencari keberadaan Adnan.

"Apa kalian tidak ada yang mengetahui dimana keberadaan Adnan?" tanya Pak Burhan pada muridnya. Nadanya sedikit menyiratkan kekesalan.

"Tidak, pak," sahut seluruh kelas. Mereka saling melempar pandangan satu sama lain, saling mengerutkan alis, namun pada akhirnya kembali menghiraukannya.

"Huft! anak itu benar benar keterlaluan!" Pak Burhan menggerutu. Matanya lalu menelusuri satu per satu murid hingga pandangannya jatuh pada Rico. "Yasudah  kalau begitu. Rico tolong kamu cari keberadaan Adnan," titah Pak Burhan.

"Eh ... eh ... iya. Baik, pak." Rico kaget karena mendengar Pak Burhan menyebut namanya.

Tanpa banyak pertimbangan, Rico pun langsung menuju ke atap sekolah, karena memang dia sudah tahu kalau Adnan membolos jam pelajaran, Ia pasti sedang nongkrong di atap.

Ditengah perjalanan Ia berpapasan dengan Adnan.

"Dari mana aja lo, kutil ayam?" Rico nyeletuk keras. Merasa agak beruntung berpapasan di jalan sebelum tenaganya terkuras habis untuk menaiki seluruh tangga.

"Biasa, lah, Ric. Males gue sama pelajarannya Pak Burhan," balas Adnan santai.

"Ya, gak gitu juga, kali, Nan," bela Rico, "Pak Burhan sampai marah gitu, loh, di kelas," tambahnya.

Adnan mengacuhkan ucapan Rico. "Masa bodo, lah."

"Yasudah. Ayo kembali ke kelas." Tangan Rico menepuk pundak Adnan. Tanda bahwa perdebatan ini tidak perlu dilanjutkan. Dan, untungnya, Adnan mengerti dengan bahasa tubuh Rico itu.

***


Sesampainya Adnan dan Rico di kelas, Pak Burhan langsung berdiri, mempersilakan Rico duduk--yang dipatuhi langsung olehnya--dan menghampiri Adnan.

"Kamu dari mana saja Adnan? Kamu tidak tahu sekarang jam berapa?" Nada suara Pak Burhan terdengar tak bersahabat, sedikit sinis,  dan mampu membuat seisi kelas bungkam.

Adnan hanya terdiam. Ia tidak peduli.

"Cih. yasudah sana, duduk ditempat mu!" Rasa marah Pak Burhan digantikan rasa malas. Adnan merupakan salah satu hal yang akan menyita waktunya jika Ia berniat memarahinya. Karena seperti biasa, Adnan akan mengacuhkannya.

Adnan hanya mengangguk setuju kemudian berjalan menuju kursinya.

"Baik anak anak, bapak kira cukup pelajaran hari ini. Kita lanjutkan minggu depan. Selamat pagi." Pelajaran pun ditutup oleh pak Burhan.

"Pagi, pak," balas seisi kelas seiring dengan berakhirnya pelajaran Pak Burhan.

***


Menuruti perkataan Pak Burhan, dengan senang hati Adnan pun duduk di tempat duduknya. Sesaat setelah Ia duduk, layar ponselnya berkedip. Ia mendapat chat dari Lira yang isinya meminta Adnan dan Rico untuk menemuinya di taman sekolah, sepulang sekolah nanti.

Adnan pun tersentak kaget, apa yang membuat Lira ingin menemui mereka berdua? Dan sepertinya itu penting.

***


Bel pulang sekolah pun berbunyi, Adnan dan Rico langsung pergi untuk menemui Lira di taman sekolah. Lira sudah menunggu mereka karena Ia keluar kelas lebih awal.

"Ada apa, Lir? Tumben sekali kamu meminta kami berdua untuk menemui mu," tanya Adnan tanpa basa basi karena Ia penasaran.

"Iya, jadi, begini. Tadi pagi, Nita Shalsabila, dari XI MIPA A, datang menemui ku dan meminta untuk bergabung dengan grup detektif kita. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan ini, tapi hanya saja, kamu kan sudah berkomitmen tidak ingin menambah anggota baru. Jadi bagaimana menurut kalian?" jelas Lira. Matanya mencoba menangkap ekspresi wajah kedua sahabatnya itu.

"Kalau gue, sih, juga gak terlalu mempermasalahkan hal ini. Toh, bukannya bagus ya, kalau kita punya member baru?" Rico menanggapi.

"Terus tadi kamu bilang apa?" Tanya Adnan balik. Ia belum menyuarakan pendapatnya.

"Tadi aku bilang kalau aku belum bisa jawab sekarang. Aku akan coba tanyain dulu sama yang lain," jelas Lira.

"Aku juga belum bisa langsung jawab." Adnan menghela napas.

"Gimana kalu kita jadiin Nita anggota sementara?" usul Rico yang langsung mendapatkan semprotan dari Adnan.

"Hah?! Lu ngaco atau gimana Ric?" Adnan tersentak. Usulan rico lumayan mengagetkannya.

"Eh tapi boleh juga, tuh, usulannya Rico. Jadi kita bisa mengetes apakah Nita serius atau enggak gabung sama grup kita." Sambut Lira yang sependapat dengan Rico.

"Yaudah, deh. Terserah kalian aja. Semoga ini jadi putusan terbaik untuk grup kita." ­Adnan menurut.

"Ok. Tapi kok, lo tumben banget nurut doang. Biasanya, kan, lu yang paling nyolot kalo masalah kaya gini, Nan?" Tanya Rico heran.

Adnan tampak menimbang-nimbang. "Gak tau, nih. Tiba-tiba gue kaya gak enak badan gitu, deh," jawab Adnan lemas.

"Waduh. Mau gue anterin pulang aja,Nan?" Rico menawarkan.

"Udah, gak usah Ric. Makasih. Gue bawa motor sendiri, kok. Lo mending anterin Lira aja." Adnan menolak dengan halus.

"Yaudah. Hati hati, ya, Nan!" Rico dan Lira berseru. Mereka yakin Adnan akan baik-baik saja.

Adnan memacu sepeda motornya dengan cepat hingga Ia sampai di rumahnya. Dan keesokan harinya, Adnan izin tidak masuk sekolah karena sakit.

Disaat yang bersamaan dengan tidak hadirnya Adnan si detektif jenius, muncul berita yang menggem­parkan seisi sekolah.

Berita ditemukannya mayat seorang siswa SMA 12 Nusantara tewas dengan kondisi yang sangat tragis di dalam kamar mandi sekolah.

***


Sebelumnya makasih banget buat kalian yang udah sempetin waktu kalian buat baca cerita unfaedah ini.

Bagi kalian yang suka dengan cerita ini kalian bisa terus baca sampai eps akhir dan jangan lupa buat vote dan komen setiap epsnya.

Terima kasih.

Revisi,  24 Juni 2018

Seseorang Yang Bersembunyi Dibalik CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang