17//MASKULINABLE

1.8K 207 15
                                    

Menjadi gadis yang dianggap sebagai keturunan terakhir kaumnya, Oliver diperlakukan bak putri mahkota. Diikuti dayang-dayang beserta bodyguard-nya kemanapun ia pergi. Kesehariannya pun tak lekang dari aturan-aturan ketat. Untuk meletakkan cangkir teh saja ada bab pelajarannya. Mandi pun tidak dilakukan secara asal karena Naira beserta yang lain akan memberinya perawatan tubuh dengan bahan alami paling berkhasiat setiap harinya.

Sedang mengenakan pakaian norak kedodoran, bersikap jantan, dan tinggal satu atap dengan sekelompok lelaki berengsek adalah hal terakhir yang bahkan tidak pernah Oliver bayangkan. Mandi dengan air biasa, pakai sabun bebek, lalu dikeringkan dengan handuk kasar. Bahkan semua itu dilakukan secepat kilat saat para kecoak kamar 07 berada entah dimana. Jelata sekali!

Tapi faktanya memang itulah yang saat ini terjadi. Kurang mengerikan apa dunia ini!

Hal-hal baru yang membuat hidupnya kian sulit pun tidak hanya sebatas itu.

Pertama, bangun pagi adalah hal yang mustahil untuk Oliver lakukan sejak lahir. Dua, daripada lari pagi, dia lebih terbiasa dengan senam dan yoga. Dan yang ketiga, sehabis olahraga Naira bersama asisten lain akan memberinya pemijatan serta perawatan seluruh badan daripada istirahat ria dengan telanjang dada seperti yang mereka lakukan sekarang.

Untungnya Oliver Diartaga masih terlelap nyenyak memimpikan sesuatu yang indah. Terbukti saat bibirnya menyunggingkan seulas senyuman lebar sembari menggumamkan sesuatu.

"Lulurannya nanti aja, Nai."

Sambil mengacak isi lemarinya, Reon melirik Oliver ngeri. Begitu pula dengan yang lain sebelum kemudian saling melempar pandang.

"Body scrub plus mandi susu besok-besok aja et dah," lanjutnya kali ini disertai dengan meregangkan tubuh.

Kenzo di seberang ruangan mengalungkan handuk di bahunya yang telanjang dan bergumam, "Menjijikkan."

"Apa perlu gue tindihin biar bangun?" Kenan menawarkan.

"Jangan!"

"Jeremy benar. Kamu tidak boleh berbuat seperti itu terhadap siapapun, Kenan. Bagaimana jika orang yang kamu tindihin itu akan terkejut?"

"Emang gitu tujuannya kali." Tristan terkekeh pelan sebelum melanjutkan, "Bro liat, deh. Beha ini ternyata serba guna. Bisa dijadiin penutup mata, bisa buat nyabet lalat, bisa diiket dikepala kalau lagi pusing, bisa buat ikat rambut lo juga, Nan. Atau jadi ketapel juga bisa, nih." Tristan melemparkan bulatan kertas ke arah Reon menggunakan beha navy tersebut seperti ketapel. Untung saja Oliver sudah move on dengan pakaian dalamnya itu.

Remasan kertas berbentuk bola itu tepat mengenai hidung Reon. Mood-nya yang sebelumnya hancur jadi tambah remuk. Sepertinya hiburan terbaik untuk membangkitkan kembali mood-nya ini adalah dengan membangunkan Oliver kemudian menyiksanya sebagai pelampiasan. "Kalau gitu gue yang tindihin Oliver!" tegasnya bergegas mendekati lelaki mungil yang masih setia bergelung di sleeping bag-nya itu.

"JANGAN WOI!" Jeremy tandas menahan lengan Reon menjauhi Oliver.

"SIAPANYA OLIVER LO SAMPAI MAU IKUT CAMPUR?!"

Ternyata volume tinggi mereka cukup membangunkan Oliver yang kini mengucek matanya seperti balita.

"Ugh, gebelet pipis. Pipis dulu lah," gumamnya masih belum sepenuhnya sadar dengan keadaan sekitar.

Begitu Oliver bangkit berdiri, tak sengaja hidungnya membentur suatu permukaan hangat hingga terpental kembali ke sleeping bag. Hendak Oliv memelototi siapapun itu--yang berdiri seenak jidat di hadapannya--, tau-tau ketika kepalanya mendongak, pandangan bengis Reon yang begitu horror langsung memusat padanya. Bukan bagian itu yang membuat Liver merinding. Tapi dada bidangnya yang kini telanjang--hanya memakai bawahan celana kargo pendek.

Laki-laki seperti Reon Aldebara yang mencintai dunia olahraga, siapa yang tidak punya roti sobek? Mungkin hanya sumo.

Lain halnya dengan Oliver. Dia ini juga punya roti tapi hanya dipakai saat datang bulan dan tidak disobek. Lupakan, yang ini hanya basa-basi.

Darah segar langsung mengalir memusati wajahnya hingga kemerahan nyaris sewarna cabe merah. Sampai Oliver lupa cara kerja menggerakkan anggota badannya, dia pun terpengarah--sambil dalam hati bedoa agar cowok yang berdiri menatapnya bengis dengan tangan bersedekap itu segera pergi dari hadapannya. Dan ketika matanya bergerak sedikit, sama halnya dengan Reon, mereka telanjang dada.

"Ngajak ribut lo nubruk-nubruk gue?" tanya Reon sinis.

Saat itu, saliva yang Oliver telan rasanya seperti batu ketika melewati kerongkongan. Inikah yang dinamakan ajal telah dekat? Liat dada cowok sambil nelen batu? Antara takut dan malu, Oliv bahkan tidak tahu dia merasakan yang mana.

Sampai sebuah sapu tangan terjun tepat di wajah gadis itu hingga matanya mampu tertutup. Dia tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Hanya merasakan sepasang tangan memegangi masing-masing sisi bahu kemudian menuntunnya keluar ruangan tanpa menyingkirkan letak sapu tangan tersebut.

"Liv, pengen liat cewek-cewek cantik kan? Gue kasih liat tapi jangan buka mata dulu ampe gue bolehin ya?" Hanya dua deret kalimat itu yang Oliver dengar ketika dirinya dituntun keluar kamar. Dan suara ini suara Jeremy. Yang Oliver tahu, dia mengatakan itu agar mereka tidak curiga Jery membawanya keluar seraya menutup mata.

Ketika Jery menyingkirkan sapu tangannya dari wajah Oliver, mereka sudah berada entah dimana. Sebuah tempat terbuka yang jelas tidak ada orang di sana selain mereka berdua.

Oliv langsung menjatuhkan lututnya ke tanah. "Lo oke?" tanya Jeremy khawatir sembari berjongkok di depan gadis tersebut.

"Ini dimana? Tahun berapa? Gue siapa?"

Jery terkekeh pelan. "Kami kalau habis lari pagi emang biasa begitu sambil antri mandi."

"Semua jantan emang sinting."

***

Bayang-bayang cupid telanjang versi dewasa itu berputar-putar dalam kepalanya dengan ekspresi tolol mereka, cukup membuat Oliver sakau saat menerima pelajaran Bahasa Inggris dari Mister Larry. Sedang orang di sampingnya makin memperburuk keadaan, sibuk mencurahkan segala keluh kesahnya tentang para lelaki tulen di SMA Putra Bangsa. Entah tentang kamar mereka yang dibiarkan seperti daerah pasca tsunami, pikiran busuk mereka saat menyaksikan latihan cheers SMA Venusa, atau bau mereka yang katanya seperti ketek naga.

"Ence juga benciw, dech bok!" katanya berbisik.

Sambil menyangga dagu Oliver melirik malas. "Kenape?"

"Di ciwni kagak adach yang mauw tuwkar make up ma encehh bok! Sewbell!" Rian mengatakan itu dengan gaya centilnya seperti biasa diikuti dengan kedipan sebelah mata. Sepertinya Rian memberi kode pada teman seperbencongan atau sebangkunya ini untuk tukar-tukaran make up.

Tapi bukannya menjawab 'mau dong gue tukaran make up ma elo', Oliver malah membalasnya dengan sebuah picingan mata sembari mendekatkan wajahnya hingga Rian harus bergerak mundur. E- eh! Kok Livc-Livc liat ence gituwc sich bok? Inich kah pertandach kawmi ada cemistrihhh?

"Yan?" panggil Oliv serius.

"W-whatc?"

"Idung lo ada upil."

"OH MY GOCH!"

*****


Maskulinable full bab versi PDF sudah tersedia di Karyakarsa.

Maskulinable (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang