"Ketem-, ketem apa?"
"Ketemuan, Yon. Jadwal sudah diatur. Satu bulan lagi kamu harus menemui cewek ini. Dia baik, kok. Cantik juga. Walaupun sikapnya emang agak kasar." Wilna menjawab pertanyaan Sang Putra.
Reon Aldebara Candra mendorong piringnya menjauh. Mendadak rasa laparnya hilang begitu saja. "Tunggu! Maksud Mama aku dijodohin?"
Revan, ayah angkatnya, giliran menyahut. "Bukan dijodohin, Yon. Kalian ini cuma dipertemukan. Setelahnya, ya terserah. Mau lanjut cipika-cipiki atau pisah." Wilna menyikut rusuk Revan gara-gara kalimat terakhir yang diucapkan pria tampan itu. "Apa, sih, Wil? Aku bener, kan?" protesnya makin membuat Wilna kesal. Nggak muda nggak tua sama saja. Revan Alford tidak pernah berubah. Selalu bicara semaunya sendiri.
"Vag," Reon menoleh ke arah adik laki-lakinya, Alvaga, "lo denger Papa, nggak? Maksudnya apa?"
Alvaga tergelak. Dia menyentuh bahu kakaknya sok memberi kekuatan. "Sabar, Bang. Hidup memang nggak adil. Gue doain aja deh semoga calon bini lo cantik, wakakakakak," ejek Sang Adik yang usianya hanya terpaut dua tahun dengannya.
Dengan sekali dorong, Reon menyingkirkan muka tengil Alvaga dari hadapannya. "Kak Petra, ini bohongan, kan?" Giliran Si Sulung yang dimintai jawaban.
"Mereka nggak bohong, Yon. Ini memang udah disiapkan sejak lama," sahutnya tenang.
Reon seketika bangkit. "Apa-apaan ini?! Mama Papa kok nggak tanya aku dulu, sih?! Nggak, Reon nggak mau." Belum sempat meninggalkan meja makan, tangan Wilna menahan.
"Yon, Mama tau kamu kaget. Tapi untuk sekali ini Mama mohon kamu mau menemui dia. Nggak pa-pa kalau kamu nggak mau lanjut, tapi please kamu temui dia sekali saja. Masalahnya kami udah saling setuju. Mama nggak mau keluarga kita dipandang buruk karena nggak menepati janji. Apalagi mereka itu masih keturunan darah biru. Mama mohon, oke?"
Reon terdiam. Ditolehnya mereka satu per satu--Mama, Papa, Petra, Alvaga, dan Siluetta.
Siluetta, si bungsu di keluarga itu menggembungkan pipinya marah. Dia tidak suka ada keributan yang tidak melibatkan dirinya, sebab gadis itu tunarungu. Dia tidak suka didiamkan seperti orang bodoh yang tidak paham dengan obrolan kelurganya. Diacungkannya sebuah papan tulis kecil bertuliskan sesuatu di hadapan mereka.
《Pada ngomongin apa, sih? Els nggak ngerti!》
Reon menghela nafas. Dia benci mengakui ini, tapi kemelasan Wilna dan keimutan Siluetta dengan mudah berhasil merobohkan benteng pertahanannya. "Oke, tapi hanya sekali ini."
Reon tampan dan sempurna secara fisik. Cukup mengangkat alis saja membuat darah kaum hawa berdesir. Badannya tegap, kuat, bahu lebar, dan tingginya menjulang. Namun soal sikap, masih kurang dihajar.
Dia suka tantangan. Sebuah tantangan dimana ia yang membuatnya sendiri. Bukan sebuah tantangan yang diberikan orang lain seperti Revan yang memaksanya masuk di SMA Putra Bangsa dan tinggal di asrama yang penuh dengan kegiatan konyol, misalnya. Atau mungkin dijodohkan secara mendadak seperti yang dialaminya sekarang. Dia benci kejutan semacam itu. Sangat tidak lucu!
Reon Aldebara cenderung cuek terhadap orang lain. Akan tetapi, sekali dia menyayangi seseorang, maka orang lain tidak akan berani menyentuh orang itu. Wilna dan Siluetta, contohnya. Orang awam mungkin akan menganggap Reon egois dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Tapi pada kenyataannya, Wilna dan Siluetta mengakui bahwa Reon adalah laki-laki paling perhatian di dunia.
***
Reon meremas kaleng minuman hingga mengerut tinggal tulangnya saja. Tatapannya nyalang memandang kumpulan perumahan di hadapannya. Dia berdiri di balkon, mencondongkan tubuh ke pagar sambil meredam emosi yang berontak ingin meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maskulinable (TAMAT)
RomansaVERSI LENGKAP DI KARYAKARSA You are the most beautiful boy I have ever seen -- He(s) Demi mencari kakaknya, Sabina harus menyamar menjadi laki-laki dan hidup di kandang singa. Tentu bukan hal mudah baginya, menutupi sisi feminim yang sebelumnya berg...