"Oliver silakan masuk dan perkenalkan diri kamu." Dengan langkah antara gugup dan ragu Oliver memasuki kelas barunya setelah Pak Samsul menyuruh masuk.
Dua puluh tiga siswa laki-laki dengan tampang penasaran mereka melihat ke arah pintu, tepat ketika Oliver memasuki kelas.
"Uwaw,"
"Cakep amat,"
"Baby face. Lebih muda dari kita, ya?"
"Tapi kecil,"
Serentetan bisik-bisikan itu mampu Oliver tangkap di indera pendengarnya. Sayang sekali, mereka ternyata lebih bodoh dari yang Oliv bayangkan. Ya, tipikal laki-laki emang begitu.
Dengan kehormatan yang dijunjung tinggi, Oliver kemudian menegakkan kepala, menjapit dua sisi pahanya seolah dia menggunakan gaun, membungkuk anggun, dan mengilangkan sebelah kakinya ke belakang--persis seperti yang diajarkan Nyai Blorong selama ini. "Selamat pagi. Saya Sabrin Albina Meryfia, cucu terakhir Opa Arafah dan putri tunggal Virena Kazalea sekaligus generasi ke enam keluarga Meryjova."
Krik...krik...
Semua siswa saling melemparkan pandangan.
"Aneh, ya. Kayak Rian," bisik salah satu siswa.
"Iya. Kayaknya mereka setipe, deh."
"Wah, kelas ini lama-lama jadi kelas banci."
"Apa gue pindah kelas aja, ya?"
Senyum sok manis Oliver luntur seketika. Apa dia salah bicara?
Di belakangnya, Pak Samsul berdeham. "Bisakah kamu jangan bercanda? Temen-temen kamu beneran pengen tau namamu, lho."
Oliv mengernyit, ditolehnya kepala ke bawah mengamati cara berdirinya yang sangat feminim, lalu menyadari kebodohannya yang luar biasa. Seketika gadis itu tertawa sumbang dan membenahi gaya berdirinya hingga tampak lebih gagah. "Hahaha...bercanda, cuma bercanda," akunya dengan suara rendah. "N-nama gue Oliver. Ya, Oliver Diartaga. Kalian bisa panggil gue apa saja terserah kalian haha... ."
Bukannya ikut tertawa, para siswa itu malah semakin jijik.
Sumpah, gue bego bangeeeet!
"Dua bangku bersebelahan itu kosong. Ada satu yang nggak berangkat, jadi untuk sementara kamu duduk sendiri ya, Oliver," kata Pak Samsul.
Oliver Diartaga pun berjalan dengan gaya ganjilnya setelah Pak Samsul mempersilakan. Padahal hanya beberapa langkah, tetapi celana kebesarannya dengan semena-mena mlorot sampai gadis itu harus membenahinya dua kali. Cowok-cowok yang dia lewati hanya mampu mengernyit ilfill. Celana kampret, gue mohon jangan mlorot sampe mata kaki, oke?! Astaga, gelar gue sebagai konglomerat terpandang hancur sudah!
Semua aman. Sampai jam istirahat tiba...
Wastagah! Celaka, gue gebelet pipis!
Mau tidak mau Oliver berlari keluar kelas, menyambar bahu-bahu lebar sampai tak mempedulikan umpatan-umpatan yang tertuju padanya. Yang penting kandung kemihnya terselamatkan. Namun, kakinya membeku begitu tempat tujuannya sudah ada di depan mata. Nggak bisa dimaafkan! Gedung sebesar dan semewah ini nggak ada toilet kusus ceweknya?!
Daripada pipis di celana kemudian di-bully sebagai tukang ngompol, Oliver tidak punya pilihan selain menghambur masuk dengan tekad bulat. Matanya nyaris buta begitu melihat kumpulan kamu adam tengah buang air kecil di aer stand urinal dalam toilet tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maskulinable (TAMAT)
RomansaVERSI LENGKAP DI KARYAKARSA You are the most beautiful boy I have ever seen -- He(s) Demi mencari kakaknya, Sabina harus menyamar menjadi laki-laki dan hidup di kandang singa. Tentu bukan hal mudah baginya, menutupi sisi feminim yang sebelumnya berg...