T

5.5K 455 92
                                    


Kepada kamu.

Hai.

Ingat hari pertama kita bertemu?

Tiga hari sebelum ospek dimulai, kamu yang datang terlambat mengikuti Technical Meeting. Kamu duduk di sebelahku dan meminjam catatanku.

Aku masih ingat baju apa yang kamu pakai hari itu. Kemeja warna biru muda dan celana jeans hitam.

Kamu, lelaki berkulit sawo matang dengan senyum yang menawan. Senyum yang setiap kali kulihat membuatku ikut tersenyum juga.

Senyum yang tulus.

Membuat siapapun yang melihat senyummu pasti akan merasa tenang.

Aku sudah memperhatikanmu sejak hari pertama kita bertemu.

Hari-hari selanjutnya, aku semakin memperhatikanmu.

Kamu yang sederhana.

Kamu yang mudah tertawa.

Kamu yang suka menertawakan hal-hal bodoh yang menurutku tidak lucu.

Kamu yang apa adanya.

Aku menyukaimu.

Sangat.

Tapi, baru hari pertama bertemu Tuhan sudah mengingatkanku untuk tidak menyukaimu.

Kamu ingat, selesai Technical Meeting kita harus membeli barang-barang untuk ospek?

Sebelumnya, kamu meminta ijin padaku untuk melaksanakan ibadahmu.

Kita berbeda.

*

Kadang aku bertanya apa tujuan Tuhan mempertemukan dua manusia, membuat keduanya saling jatuh cinta, tapi tidak mempersatukan mereka?

Apakah Tuhan sedang bermain-main dengan perasaan makhluk-Nya?

Apakah kita adalah bagian dari rencana Tuhan yang tidak akan disatukan?

Atau kita hanyalah salah satu kisah cinta yang Tuhan coba-coba?

Atau memang kita ditakdirkan hanya untuk bertemu, saling belajar, saling menguatkan dan pada akhirnya saling meninggalkan?

Ingatkah kamu saat kita menjadi semakin dekat, sejak acara ospek berakhir?

Meskipun aku tau, tidak akan mungkin kita bisa bersama. Tapi aku tetap menyukaimu.

Tuhan sudah mengingatkanku. Tapi, sepertinya Tuhan belum mengingatkanmu.

Karena kamu juga menyukaiku.

Kamu bilang kamu menyukaiku, satu bulan setelah kita masuk kuliah, kamu ingat?

Dan aku tidak pernah menjawabmu.

Tapi kamu masih berusaha mendekatiku.

Sampai suatu hari kamu melihat kalung salib milikku yang tidak sengaja terlihat.

Kamu baru tau, alasanku tidak pernah menjawabmu.

Kita berbeda.

***

Sejak hari itu aku dan kamu menjadi jauh.

Entah siapa yang memulai, kita berdua saling menjaga jarak.

Seperti sadar akan perasaan masing-masing bahwa kita tidak bisa bersama.

Tapi, lagi-lagi Tuhan mempermainkan perasaan kita.

Ingatkan kalau kita menjadi pendamping untuk para mahasiswa baru? Entah apalagi yang direncanakan Tuhan.

Jarak itu terlipat kembali.

Aku dan kamu sadar, kita masih saling menyukai.

Aku dan kamu semakin dekat, tapi tetap ada sekat.

***

Aku dan kamu.

Berbeda dalam segala hal.

Aku suka pedas, kamu tidak.

Aku tidak suka sayur, kamu suka.

Aku suka gunung, kamu suka pantai.

Aku suka film horor, kamu suka film komedi.

Semua tentang kita adalah berbeda.

Tapi, selama empat tahun, semua perbedaan itu bisa kita leburkan.

Kecuali satu.

Kita yang memanggil nama-Nya dengan panggilan yang berbeda.

***

Mungkin tujuan Tuhan mempertemukan kita hanya untuk membuat kita belajar.

Belajar memahami bahwa apa yang manusia rencanakan belum tentu sesuai dengan rencana Tuhan.

Belajar saling mengerti satu sama lain.

Belajar saling menguatkan.

Dan juga belajar saling melupakan.

Jangan berdebat siapa yang paling sakit di antara kita.

Aku sakit, kamu sakit.

Kadang aku bertanya-tanya, cinta ini siapa yang menciptakan?

Tuhanmu atau Tuhanku?

***

Kepada kamu.

Terima kasih sudah mau mengenalku.

Terima kasih sudah mengajariku banyak hal.

Terima kasih sudah pernah menjadi bagian dari hidupku.

Terima kasih sudah membuat banyak kenangan manis bersamaku.

Terima kasih, Kai.

Dari
aku yang selalu menyebut namamu dalam setiap doaku.

Semoga Tuhanku bilang kepada Tuhanmu.

***

gue nulis apasi --"

ShoeboxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang