Aroma masakan menyeruak membangunkan pria itu dari tidur panjangnya. Cahaya matahari dari sela tirai membuat ia mengernyitkan dahi yang tak kuasa menerima silaunya pagi.
Ia mengusap wajahnya, dan bangun tiba-tiba setelah sadar dengan apa yang ia lakukan semalam. Perutnya masih terasa nyeri. Namun, sudah tidak mengeluarkan cairan amis berwarna merah.
Pria tinggi itu bangkit dari tidurnya, kemudian duduk di bibir ranjang. Menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan yang tertata rapi. Ruangan 4 x 4 bercat putih, dengan lemari pakaian dan nakas yang di atasnya terdapat sebuah jam digital berbentuk balok.
07:25
Ia menghela napas dalam ketika terasa denyutan pada lukanya. Penglihatannya masih belum beradaptasi dengan pantulan sinar yang mengintip dari sela tirai. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu cokelat di timur kamar. Berjalan gontai dengan ringisan pada bibirnya.
Perlahan, pintu ia buka. Menampakkan seorang gadis yang tengah menyiapkan makanan di atas meja makannya.
Gadis dengan kaos big size dan celana jeans selutut, mengakhiri kegiatannya dengan tatapan datar ke arah si pria yang tidak mengenakan kaos bagian atas.
"Makan," titah Ata kepada pria mancung itu.
Pria itu mendekat, melewati Ata dan mengambil pisau yang berada di atas meja dapur dekat bak cuci piring. Lalu ia menghunuskan benda tajam itu ke leher Ataya, orang yang telah merawat luka di perutnya.
"Jadi, begini cara kamu berterima kasih kepada orang yang telah membiarkanmu masuk ke dalam apartemen tanpa melaporkan kepada polisi? Aku bisa saja melaporkanmu sebagai penyusup. Bahkan disertai ancaman," ucap Ata datar.
Padahal, jantungnya berdegup kencang. Ada ketakutan yang terselip di hati kecilnya yang siap berteriak kapan saja ia mau.
"Aku tidak yakin kalau kamu tidak melaporkanku. HP?" pinta pria itu dengan tegas.
Ata hendak bergerak menolehkan kepalanya, tetapi pria itu mendekatkan pisaunya, bahkan melukai leher jenjang gadis itu.
Ata mengerjapkan matanya. Sempat berpikir, ini suatu kesalahan telah menolong pria menakutkan itu. Namun, bukankah tenaga kesehatan bertugas untuk menolong orang yang membutuhkan? Bahkan, akan lebih merepotkan apabila pria itu mati di tempat tinggalnya.
"Kau ...," Ata menelan salivanya dengan berat. "melukaiku. Aku janji ... tidak akan melaporkanmu pada siapa pun."
"HP?!"
Belum sempat menjawab, dering gawai milik Ata, berdering nyaring dari meja ruang tengah. Mereka saling terdiam sampai akhirnya ...
Mereka berlari dan berlomba untuk mendapatkan benda kotak yang berada di atas meja. Dengan sekali lompatan, pria itu melewati sofa yang menghalangi tujuannya. Dan ponsel pun bisa ia raih lebih cepat dari pemiliknya. Namun ...
"Aaaaw!" Dia tergelincir terlalu jauh hingga menabrak dinding apartemen.
Pria tinggi itu meringis kesakitan, sedangkan Ata tertawa puas melihat kebodohan pria itu. Namun, Ata menghentikan tawanya ketika luka di perut pria itu kembali mengeluarkan cairan merah segar.
"Aaakh, kamu tuh bisanya bikin repot aja." Ata berbalik untuk mengambil kotak P3K yang berada di dalam kamarnya.
"Duduk!"
"Mau ngapain?" tanya pria itu dengan curiga.
"Kamu tuh tamu ga tau diri. Eh, bukan tamu, tapi penyusup. Atau mungkin penjahat? Ah, aku pun ga tau, kenapa juga harus ngobatin penjahat kayak kamu," ucapnya enteng seperti menggoda seorang anak yang sedang berperan menjadi penculik.

KAMU SEDANG MEMBACA
He's in My Room
ChickLitAtaya, wanita yang gemar mengurung diri di apartemennya, tiba-tiba harus berurusan dengan seorang buronan kasus pembunuhan. Hidupnya berubah total ketika ia pasrah menjadi suruhan pria misterius itu. Terpenjara dalam rumahnya sendiri dan terancam t...