"Ra, aku bisa jelasin."
Tidak ada tanggapan. Mata bulat Lara mulai membentuk buliran air yang siap tumpah ruah. Melangkah pelan, diiringi Andri yang turut menjauh selangkah demi selangkah.
"Jahat," lirih Lara dengan tatapan yang tidak lepas dari kakak iparnya itu.
"Aku emang penjahat, Ra ..."
Andri berhenti melangkah ketika memastikan dirinya sudah jauh dari pintu masuk. Mempersilakan wanita yang pernah mengisi hatinya itu kian mendekat. Mengumpat dan meluapkan emosi yang telah memenuhi hatinya.
"Jahat!" Pukulan demi pukulan mendarat di dada bidang Andri.
Tetesan air mata tak dapat ia bendung lagi. Rasa khawatir, cemas, rindu, marah, dan bahagia melebur jadi satu. Dadanya terasa sesak. Mengingat kejadian mengerikan ketika terakhir mereka berpisah, berhari-hari Lara mengalami mimpi buruk. Waktu seakan berputar begitu lambat saat tak henti-hentinya mencari keberadaan Andri bersama mertua dan suaminya.
"Kenapa ga mati aja sekalian! Abang jahat! Sumpah, jahat. Kenapa ga bilang kalau Bang Andri ada di sini? Kita nyari Abang sampai putus asa."
Andri bergeming saat pukulan demi pukulan mendarat di badannya. Membiarkan Lara meluapkan amarahnya.
"Aku hampir gila, Bang!"
"Udah mulai cinta Abang?" Di saat seperti ini, masih saja bisa bercanda.
Ata yang kali itu beranjak dari tempatnya, melangkah masuk, dan menutup pintu apartemennya, berhenti sejenak saat Andri menanyakan hal luar biasa kepada Lara. Luar biasa gilanya.
Namun bukan itu yang dipikirkan Ata. Ada semacam sentuhan luka yang merobek hatinya. Entahlah. Seakan oksigen di tempatnya itu hilang mendadak.
"Najis, Bang ... Najis! Cinta aku tetep buat Indra. Ini bukan waktunya bercanda! Aku harus telepon Indra sekarang juga," ucap Lara seraya merogoh ponsel yang ada di dalam tas cokelatnya.
"Ra ...." Lara menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah wanita di belakangnya. "Mending, kita duduk dulu, yuk. Kamu ga mau, kan kalau Indra dateng ke sini bawa polisi?"
"Indra ga mungkin kayak gitu. Selama ini kita susah payah cari Bang Andri. Mama sama Papa pasti seneng kalau Bang Andri dalam keadaan baik-baik aja." Dan kini, Lara berbalik sempurna, menatap Ata dengan tatapan tidak bersahabat. "Lagian, ya, lo tau kalau gue nyariin Bang Andri, dan gue khawatir sama dia. Kenapa lo ga bilang kalau Bang Andri ada di tempat lo?!" geramnya.
Bukan salah Ata jika tidak bisa mengatakannya kepada Lara. Ini semua karena pria tinggi berkaos putih itu. Andri perlahan memegang pundak Lara dengan lembut.
"Ra, kita duduk dulu, ya. Biar aku jelasin semua. Mungkin, nanti Ata juga mau bicara sesuatu," ucap Andri dengan tatapan sekilas melirik ke arah Ata, membuat perawat itu menaikan alis matanya.
Lara setuju. Setidaknya, duduk bisa membuat dia lebih tenang. Andri dan Lara duduk berhadapan di sofa ruangan tengah, sedangkan Ata menaruh tasnya dan mengambilkan beberapa minuman dingin dari dalam kulkas.
Ingin rasanya Ata menuangkan minuman dingin itu ke kepala. Mendinginkan otaknya yang seakan mendidih dengan kejadian yang terjadi hari ini.
Gadis itu menarik napas dalam dan segera bergabung dengan dua orang yang sedang saling tatap. Lara menatap Andri dengan tajam, tetapi Andri menatapnya dengan lembut. Perasaan sesak terasa lagi menggigit paru-paru Ata.
Ada yang aneh sama paru-paru aku. Harus medical check up kayaknya.
"Nih, diminum dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
He's in My Room
ChickLitAtaya, wanita yang gemar mengurung diri di apartemennya, tiba-tiba harus berurusan dengan seorang buronan kasus pembunuhan. Hidupnya berubah total ketika ia pasrah menjadi suruhan pria misterius itu. Terpenjara dalam rumahnya sendiri dan terancam t...