HMR - 23 - Hukuman

9K 1.2K 36
                                        

"Dijatuhkan hukuman tiga tahun penjara." Kata-kata itu seakan bergema di ruang hampa pendengaran Ata diiringi dengan ketukan palu di meja Hakim. Begitu pula Lara, Indra, dan Andri.

Bukan waktu yang singkat. Bahkan, satu hari saja rasanya begitu sulit. Terlalu lama jika harus terpisah dengan batas jeruji besi.

Tangisan pun tak dapat dihindarkan. Indra dan keluarganya sempat protes atas keputusan yang dijatuhkan oleh hakim. Namun, semuanya telah diputuskan. Hakim menganggap Andri telah mempertahankan dirinya terlalu berlebihan. Ditambah lagi, dia melarikan diri dan bersembunyi. Andaikan Andri langsung menyerahkan diri, hukumannya tidak akan seberat ini.

Andri hanya bisa tersenyum kecut. Setidaknya, bukan adiknya lah yang berada di balik jeruji besi. Ditambah lagi kondisi Lara yang sedang hamil. Mungkin Andri pun akan melakukan pembelaan terhadap Indra yang akhirnya akan membuat ia terjebak di hotel prodeo.

Pria itu tidak memikirkan perasaan Ata. Gadis yang telah membalas perasaannya itu kini dihantui rasa kesepian. Setiap harinya ia habiskan dengan datang ke tempat Andri. Walaupun bukan jam besuk, setidaknya duduk di depan pintu besi yang menjulang tinggi dapat membunuh rasa rindunya.

"Kamu semakin kurus," ucap Ata dengan pandangan sendu.

Hari ini untuk kesekian kalinya ia masuk ke dalam ruang temu keluarga di dalam penjara. Tidak bosan ia datang ke tempat ini. Ruangan berukuran 7x9 meter ini dipenuhi oleh keluarga penghuni lapas yang ingin menjenguk orang yang mereka cintai.

"Aku ga selera makan. Gimana lagi, lidah aku udah biasa makan makanan buatan kamu," balas Andri yang membuat Ata tersenyum sinis.

"Gombal terus...."

"Lah... Serius, Ata. Aku kangen masakan kamu."

Ata semakin mencebik. "Ini namanya nyindir. Kamu kangen aku masakin mie instan setiap hari? Kenapa ngga minta supremi aja yang kunjungin kamu bawa mie berkardus-kardus. Kan lumayan bisa kamu jualin di sini. Nambahin penghasilan kamu."

Kedua sudut bibir Andri semakin tertarik ke atas. Mencetak wajah bahagia menggoda gadis di hadapannya.

Andri selalu pintar membuat Ata marah. Namun, cepat pula gadis itu tersenyum. Walaupun setiap pertemuannya diwarnai adu mulut, tapi Ata tak pernah bosan datang mengunjungi pria tampan itu.

Hanya Andri satu-satunya pria yang Ata kunjungi. Tidak peduli kalau ada dua orang kerabat lainnya yang berada di tempat ini. Akan tetapi, baginya bertemu Andri sudah cukup untuk melengkapi kesunyian hidupnya.

Andri sedikit memajukan wajahnya kepada Ata. "Ata sayang, walaupun aku ada di sini, tapi hotel aku tetap ada yang nginep. Berapa lama pun aku pergi, kantong aku ga akan pernah kosong kecuali kamu bom hotel aku."

Ata menjauhkan wajah Andri dengan telapak tangan kanannya. "Belagu banget, sih! Iya ... iya ... orang kaya beda. Orang kaya di mana pun uang tetap mengalir. Ga kayak aku yang berhenti kerja langsung stuck ga punya penghasilan."

"Tapi kamu masih pegang kartu ATM aku, kan?"

Ata terdiam dan menggigit bibir bawahnya. "Emmm, iya, sih ..." Ata benar-benar malu mengakui kenyataan itu. Bahkan Ata tidak melihat kepada Andri yang menatapnya dengan wajah menggoda. Namun sedetik kemudian, gadis itu mengangkat kepalanya. "Tapi ini juga kan salah kamu. Kamu yang nyuruh aku keluar kerja!"

Pria di hadapannya mengerutkan kening. "Emang iya? Kapan ya? Kok tiba-tiba amnesia? Aku ga inget, Ta. Aku siapa? Di mana?"

Ata memandang Andri jijik. "Sumpah, Ndri, ga usah ngedrama, deh. Ini kita ga lagi syuting sinetron."

He's in My Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang