HMR - 13 - Jantungan

13.8K 1.5K 91
                                        

"Biar Sang Pemilik Hati yang kasih tahu kalau aku mulai sayang kamu."

Ata menatap Andri datar. Mereka saling mengunci pandangan hingga akhirnya suara petir membuyarkan fokus mereka.

"Waaah! Bokis lo, Ndri. Allah ampe kasih petir, tuh. Kamu gombal langsung mendung." Ata bergerak dari posisinya untuk masuk ke dalam apartemennya.

"Ya ampun, Ta. Aku tuh jujur, ya. Ga ada acara bokis-bokisan. Dosa tau!" Andri pun turut bergerak dari tempatnya dan menutup kaca jendela karena angin bertiup semakin kencang. "Heran, ya. Cowok jujur dibilang bokis. Cowok gombal, dibilang romantis."

Ata melemparkan tubuhnya ke atas sofa. Tak lupa ia menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kain yang tadi Andri bawa, kemudian meraih remote televisi yang berada di atas kepalanya. "Susah bedain mana yang gombal, mana yang bener-bener tulus. Yang hubungan lama aja, punya affair di belakang."

Andri mengikuti Ata ke depan televisi dan duduk di atas sofa, menghadap kepada Ata dengan gaya kepala yang ia topang oleh tangan kirinya di sandaran sofa. Kaki kiri ia lipat di atas benda empuk itu senyaman mungkin.

"Terus, biar kamu tau ga bokis, gimana?" tanya Andri.

Ata mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Andri yang tengah serius menatapnya. Hanya beberapa detik karena pandangannya kembali tertuju pada layar datar yang sedang ia pindahkan salurannya, mencari acara televisi yang cocok dengan hatinya.

Ruangan bernuansa cokelat itu hanya ramai dengan suara televisi. Namun, berbeda dengan Ata yang pikirannya sibuk menjawab pertanyaan pria tampan di sampingnya.

Hingga pada akhirnya, jari lentik itu lelah menekan tombol pada remote dan berhenti pada film box office Transformer.

"Menunjukan rasa sayang itu cukup dengan tindakan. Kalau kamu bisa bikin aku nyaman, berarti kamu udah dapetin hati aku."

***

Dua hari libur. Bukannya bebas bergelut dengan kasur empuk, perawat manis itu malah berkutat dengan pekerjaan rumah yang dia rasa tidak ada habisnya.

Sudah dua jam berlalu, tetapi ia masih juga berada di kamar mandi. Ruangan persegi empat berukuran 1,5 x 1,5 meter itu kali ini berubah fungsi menjadi tempat cuci. Baju-baju miliknya yang tentunya Andri juga turut memakainya.

"Gara-gara kamu, nih. Aku ga bisa laundry baju. Biaya hidup yang harusnya cukup satu bulan, jadi satu minggu doang gara-gara kamu!" gerutu Ata sepanjang tangannya bekerja.

Suara percikan air terdengar mengalir ke dalam ember berwarna biru tua. Diiringi dengan gesekan sikat yang sesekali menggosok bagian baju yang kotor.

"Aku kan udah kasih ATM aku," balas Andri dengan santai.

"Iya, kamu emang kasih kartu ATM kamu ke aku. Tapi sampai detik ini, PIN-nya aja aku belum tahu. Percuma ATM tanpa PIN. Pajangan doang!" ketus Ata.

Andri mengembangkan senyum dan menggeser kursi makan di sampingnya. Mendaratkan bokong dengan sapu yang ia jadikan sandaran dagunya.

"Siapa suruh duduk!" teriak gadis yang rambutnya dicepol rapi itu.

Spontan Andri kembali berdiri dan mengibaskan sapu di lantai cokelat yang ia injak.

"Nyapu ampe bersih! Emangnya aku Babu?! Enak-enakan di rumah, ongkang-ongkang kaki," lanjut Ata.

"Iya Nyonya Adhitama."

"HEH!" Ata menghentikan aktivitasnya dan menyembulkan kepala dari ambang pintu. "NYONYA ADHITAMA DARIMANA?!"

He's in My Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang