HMR - 30 - Villa

7K 870 59
                                        

Denting jam berdetak memenuhi ruangan penuh kenangan itu. Ata dan Andri sama-sama terdiam. Gadis itu merebahkan dirinya di atas sofa panjang, dengan tatapan kosong. Sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

Sedangkan Andri, sudah tiga jam semenjak ia membuatkan minuman untuk gadis di hadapannya itu, dia duduk menunggu gadisnya terlelap. Mengingat hari sudah kian larut.

"Ta ..., tidur!" titahnya.

Gadis itu bergeming. Dia bergerak membelakangi Andri sambil memeluk dirinya sendiri di atas kursi panjang itu.

"Ke kamar, yuk!" ajak Andri.

"Ga usah mesum!" Ata bersuara dengan suara rendah.

"Siapa yang mesum?" tanya Andri heran.

Ata kembali tidak memberikan jawaban. Ia hanya menarik napas dalam-dalam dan berusaha memejamkan mata.

Andri berjalan mendekati Ata. Ia menyelipkan kedua tangannya di bawah tubuh Ata, hendak membopong gadis itu.

"Eh, ngapain?!" Ata tersentak dan meronta.

"Bawa kamu ke kamar," jawabnya.

Ata membulatkan matanya, semakin meronta dan kini memukul-mukul dada bidang Andri yang berbalut kemeja putih.

"Jangan gila, Ndri!"

Andri tak peduli. Ia tetap membawa Ata ke dalam kamar. Dan setelah sampai tepat di atas tempat tidur, Ata menggigit keras lengan kekar Andri hingga mengerang kesakitan.

Ata terjatuh di kasur empuk miliknya. Ia menjauhi Andri hingga punggungnya membentur tembok. Meraih segala benda yang sekiranya bisa dijadikan alat pertahanan diri. Melempar semuanya hingga barang yang ada di atas tempat tidur habis tak tersisa.

"Jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan ya! Aku laporin polisi!" teriaknya.

Pria yang masih meringis setelah dihujani bantal pun melayangkan protes.

"Apaan sih, Ta? Ga jelas. Siapa yang ngambil kesempatan dalam kesempitan? Kalau ada kesempatan dalam kelapangan, kenapa ngga!"

"Dasar mesum!" Gadis itu meraih buku yang kebetulan ada di dekatnya. Ia melemparkannya sekuat tenaga dan langsung telak mengenai pelipis Andri.

Pria itu terhuyung ke belakang hingga jatuh tersandung bantal yang berserakan. Ata pun kaget dan segera menghampiri Andri.

"Ya ampun, Ndri. Sorry,"

Andri mengedip-ngedipkan matanya. Pandangannya berbayang. Bahkan ruangan ini terasa berputar. Pelipisnya mulai mengeluarkan sedikit cairan merah yang mulai mengalir menyusuri wajahnya.

"Andri... Ini berapa?" tanya Ata sambil mengacungkan jari tengah dan telunjuk di depan mata Andri.

Andri memicingkan matanya. "Empat?"

"Ya ampun, Ndri. Sini bangun dulu." Ata membantu membangunkan tubuh Andri dan mendudukannya di atas tempat tidur.

Ia mengambil tisu yang ada di atas nakas beberapa lembar dan segera mengusap cairan yang masih mengalir.

"Pelan-pelan, Ta. Sakit...,"

"Sorry.... Lagian ngapain coba gendong-gendong masuk ke kamar?"

"Emangnya kenapa?"

"Mau mesum?" todong Ata.

"Astaga, Ta. Aku cuma mau mindahin kamu ke kamar biar aku bisa tidur di sofa," jelas Andri.

Ah, mungkin sekarang Ata sedang tidak berpikir jernih. Oke, kali ini dia yang salah. Dia tidak lagi membuka suara dan fokus menekan luka kepala Andri.

He's in My Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang