HMR-3-IGD

14.4K 1.6K 55
                                    

Ata memandangi keadaan ramai di hadapannya dengan berkacak sebelah pinggang. Ia tidak menyangka, hadiah yang diberikan Indra, begitu luar biasa. Dipindahkan ke ruangan yang paling sibuk di antara ruangan lainnya.

Seharusnya Ata lebih berhati-hati kepada pasien VIP. Salah-salah, dia berhubungan dengan kerabat pemilik Rumah Sakit tempat ia bekerja.

Ya, Tante Indi merupakan pemilik Rumah Sakit tempat Ata bekerja. Hanya dengan ketukan jari dan sambungan telepon saja, pekerjaan Ata berubah drastis dari yang semula berada di ruangan begitu tenang, sekarang berpidah ke ruangan yang sama sekali tidak memiliki ketenangan.

"Loh, Yang, kok kamu di sini?" tanya Candra ketika baru saja sampai di pintu masuk IGD khusus karyawan.

Ata menolehkan kepala, menatap tunangannya dengan datar sambil menghela napas. "Mulai hari ini, aku kerja di sini."

Ata berjalan ke tempat di mana semestinya ia berada. Mengenalkan dirinya yang tentu saja sudah dikenal sebagai tunangan dari dokter tampan di sampingnya.

"Biar makin lengket, nih, ceritanya?"

"Pepet terus!"

"Dipegangin terus, biar ga kabur."

"Sekalian, kasih kalung di lehernya, pake rantai."

Dokter Candra yang pada dasarnya easy going, membuat para karyawan sudah tidak segan lagi untuk menggodanya.

"Ga usah ngeledek!" kata Candra sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Pria yang memiliki keturunan Tionghoa itu tahu persis kalau gadisnya tidak suka suasana seperti ini. Untungnya, bunyi telepon membuat semua orang bungkam.

"Halo, Rumah Sakit Global Medika dengan Ririn, ada yang bisa saya bantu?" Suara merdu khas operator telepon malah membuat semua karyawan yang berkumpul menegang.

Imam, Ridwan, Iwan, Dila, Asni, Hani, perawat yang sedang stanby menunggu jam pergantian shift, merasakan adanya firasat buruk yang akan datang ke tempat mereka bekerja.

Imam, Dila, Hani memasang wajah lesu setelah mendengar potongan percakapan Ririn dengan orang di seberang telepon.

"Untung aja gue dah habis shift." Ridwan menyambar tas miliknya yang sudah siap memeluk sang pemilik di balik punggung.

Ririn menunjuk Ridwan, sebagai tanda agar pria yang tingginya tidak melebihi tinggi Ata tidak beranjak dari tempatnya. Sudah jelas kalau hal itu benar-benar pertanda bencana yang begitu besar.

"Kecelakaan beruntun di jalan tol. Korban meninggal empat orang. Sedangkan luka-luka belum selesai dihitung."

"Mobil?" tanya Asni, berharap hanya kendaraan kecil yang terlibat insiden.

Ririn menggelengkan kepala. Itu membuat mereka semakin melemah. "empat mobil, satu truk, dan tiga bis sarat penumpang."

Iwan mengusap wajahnya. "Ya Allah ... tolong."

"Oke, berhubung kalian masih di sini, lanjut nge-long shift."

Manusiawi, mereka langsung menunjukkan wajah lelah, kalut, dan wajah-wajah yang menunjukkan ketidaksukaannya. Namun, mereka masih bekerja profesional ketika korban berdatangan, dari luka ringan sampai luka berat.

"Sambutan selamat datang," cibir Candra kepada tunangannya yang sedang menatap pasien yang mulai berdatangan memenuhi ruangan.

Ata mulai bergerak dan mempersiapkan alat-alat yang kemungkinan akan dipakai untuk memberikan pengobatan kepada para korban. "Ah, sambutan yang mengerikan."

He's in My Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang