➿ KNDA - 12

5.6K 761 127
                                    

➿➿➿➿➿

Ali tidak main-main dengan ucapannya. Pagi ini ia mengantar Prilly pergi ke kantornya bahkan hingga Prilly duduk di kursi kerjanya, Ali belum juga melepaskan Prilly.

"Li, lo seriusan mau nungguin gue di sini?"

Ali mengangkat kedua pundaknya. "Why not? Sekalian gue mau kenalan sama bos lo yang katanya cebol itu."

Tawa Prilly hampir saja meledak tapi di tahannya. Ia ingat bagaimana kalau Digo sampai mendengarnya?

"Lo pergi sana. Gue kerja, Li. Bukannya maen."

"Ya trus apa masalahnya?"

Prilly memutar bola matanya malas. "Tapi apa kata rekan kerja gue nanti? Masa iya kerja di tungguin sama cowoknya?"

"Ya gak pa-pa. Itu bagus. Biar mereka semua tau kalo lo itu udah ada yang punya."

"Lebay deh," cibir Prilly sambil merauk pelan wajah Ali. "udah sana keluar. Bisa-bisa gue di pecat nanti kalo sampe ada lo di sini."

"Ya udah, gak usah kerja sekalian---"

"Ali, ih."

Ali mengembangkan senyumnya sambil menggigit bibir bawahnya. "Gemes deh sama tuh bibir kalo lagi manyun gitu."

"Udah sana pergi." Prilly beranjak dari tempat duduknya dan mendorong tubuh Ali. Tapi dorongan tangan Prilly sama sekali tak berpengaruh pada posisi Ali. "Ali, ih. Udah sana pulang."

"Gue gak mau."

Kedua mata Prilly mendelik seketika. Sekilas ia melirik ke arah jam dinding di ruangannya. Sudah pukul 7 tepat. Mungkin saja Digo sudah datang dan sekarang berada di dalam ruangannya. Tapi bagaimana kalau Digo keluar dan tau keberadaan mereka?

"Ali, please. Lo pulang ya." Kedua tangan Prilly menangkup di depan dadanya. Memasang wajah semelas mungkin.

"Gue gak mau. Titik."

Prilly mendengus kasar. Ali benar-benar keras kepala dan sepertinya ia harus mengeluarkan rencana keduanya.

Prilly mendekatkan tubuhnya dan tangannya memainkan sisi tepi jaket Ali. "Mm, Li. Gue minta tolong bisa gak?"

Kening Ali langsung mengernyit mendengarnya. "Apa?"

"Gue lagi pengen banget nih makan durian,"

"Durian?" cicit Ali. Prilly menganggukkan kepalanya. "Ya udah nanti pulang kerja kita beli. Lo mau berapa?"

"1 aja cukup kok, cuman kalo ntar pulang kerja kayaknya kemaleman deh, Li."

"Kan penjual Durian di sini banyak? Gak bakal kemaleman---"

"Siapa bilang gue pengen beli di Surabaya?"

Kening Ali kembali mengernyit. "Trus?"

"Gue---pengen lo beliin gue durian di Malang."

Mata Ali seketika melotot. "Malang? Kenapa harus di sana?"

"Mm---ya gue pengen aja makan buah durian tapi belinya dari Malang."

Ali menghela nafas panjang. Sedetik kemudian matanya beralih menatap perut rata Prilly. Senyum jahilnya tiba-tiba mengembang. "Jangan bilang usaha gue berhasil buat bikin lo ham---mpppffffttt."

Ali benar-benar tak percaya akan hal ini, belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya tapi bibirnya sudah di bungkam. Bukan tangan Prilly yang mendarat di sana tapi bibir tipis Prilly. Ciuman hanya sebentar dan Prilly menarik pagutannya.

"Udah gak usah banyak koment. Buruan cariin gue durian!" Prilly menghempaskan dirinya di kursi kerjanya. "jangan lupa belinya di Malang. Awas aja sampe boongin gue."

Kusebut Namamu Dalam AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang