~ Apa gue masih dalam dunia mimipi ya? ~
-Alika Aurelia Vinasari
---
Pagi yang cerah untuk kota Jakarta. Burung-burung berkicauan. Dan ada satu kelas yang sangat ribut pagi ini.
Kelas X IPA 1. Kelas dari Mujahid, Ratu, Alika, dan tak lupa Dhesa.
Pagi ini Bu Baya berhalangan hadir karena sedang ada urusan di luar.
Di papan tulis, tertulis sebuah kata yaitu, 'BEBAS!'. Semua orang sedang merayakan sebuah hari yang begitu jarang didapatkan. Pengecualian pada Empat orang tadi.
Ratu sedang memijit pelipisnya pelan. Dia adalah ketua kelas, jadi wajar saja kalau dia akan pusing melihat keadaan kelas yang sudah mirip kapal pecah.
"Sabar ya Rat," ucap Dhesa sambil tersenyum.
"Gimana gue mau sabar. Kelas udah kayak kapal pecah gini," Ratu masih memijit pelipisnya pelan.
Dhesa pun duduk di sebelah Ratu, "wajar sih. Enggak ada guru semua siswa pasti senang. Itu karena mereka bisa bebas," ucap Dhesa dengan santai.
"Ya.. walau ujung-ujungnya kelas jadi gini," Dhesa menunjuk ke semua kekacauan.
Ratu tersenyum getir, 'mampus gue.'
Ratu berdiri lalu berjalan ke arah bangku Mujahid. Mujahid tengah asik baring di atas meja sambil menyumpalkan earphone di telinganya.
'Brak'
Ratu menggebrak meja Mujahid dengan kuat."Lo ini ya! Sebagai wakil ketua kelas enggak becus amat sih!" Ratu memberikan tatapan tajam ke arah Mujahid.
"Yaudah, santai aja kali," Mujahid meregangkan otot-ototnya.
"Kenapa enggak lo tarik aja kuping mereka satu-satu?" Mujahid menatap Ratu dengans santai.
"Heh, gue enggak mau ya, dituduh KDRS!" Ratu melipat kedua tangannya di dada.
"Apaan tuh, KDRS?" Mujahid memiringkan sedikit kepalanya.
"Kekerasan Dalam Ruang Kelas!" ucap Ratu.
Mujahid membuka sedikit mulutnya tidak mengerti.
"Enggak ngerti?" tanya Ratu. Mujahid menganggukkan kepalanya.
"Yaudah, enggak usah ngerti," Ratu menghembuskan nafas kasar.
"Btw, lo kok enggak ngobrol sama Alika. Biasanya kan lo bicara sama dia," Ratu melirik ke arah Alika.
"Siapa bilang gue enggak ngobrol sama dia. Gue tadi sebenarnya mau bicara sama dia, tapi dia bilang 'gue capek'. Jadi ya gue enggak mau ganggu dia," ucap Mujahid panjang lebar.
Ratu tersenyum, "berarti, kalau gitu belum bicara kan?" Mujahid menganggukkan kepala, "jadi sama aja dong lo enggak ngobrol!"
Mujahid hanya cengesan enggak jelas, sambil menggaruk-garuk tengkuk kepalanya.
'Kring!'
Bunyi bel pun berbunyi. Semua siswa-siswi di kelas itu langsung berhamburan keluar.Ratu membuka mulutnya melihat keadaan kelas yang nauzubillah bin zalim.
'Kuatkan hamba Ya Allah.'
~:::~:::~
Semua orang sudah berkumpul di kantin kecuali Ratu.
"Ratu mana?" tanya Aditya cepat karena tak melihat Ratu.
"Dia lagi bersihin kelas yang udah kayak kapal pecah," jawab Dhesa. Dia jadi merasa bersalah meninggalkan Ratu di kelas sendirian.
Aditya berusaha maklum karena sebagai ketua kelas memang sangat berat. Dia pernah merasakannya sekali dan dia tidak mau merasakannya lagi.
Dila melihat ke arah Alika yang hanya melamun dari tadi.
Dila menempelkan telapak tangannya di dahi Alika, "lo sakit ya, Lik?"
Alika menggelengkan kepala lemah, "enggak kok."
"Bohong lo, muka udah pucat kayak vampir gitu masih dibilang enggak pa-pa," ucap Aqil.
"Mau gue anterin ke UKS enggak?" tawar Dila. Alika menggelengkan kepala.
"Enggak usah, lagian juga gue enggak pa-pa kok. Gue cuma ngantuk aja," tolak Alika halus.
Dila menghembuskan nafas. Ia mengerti bahwa Alika sangat tidak suka bau obat-obatan, "yaudah deh."
Pandangan Dila berbalik melihat ke arah Mujahid, "kok lo enggak bantuin si Ratu sih. Padahal lo kan Wakil Ketua Kelas. Seharusnya lo bantu Ratu."
"Gue udah nawarin kok tadi. Tapi dia bilang 'enggak usah' yaudah gue pergi aja," ucap Mujahid santai.
Tiba-tiba ada orang yang menarik telinga Mujahid dengan kuat.
"A-aduh sakit," Mujahid mengaduh sakit. Dia berbalik dan melihat Ratu sedang menatapnya dengan galak.
"Sejak kapan gue bilang gitu. Lo nanya aja enggak pernah!" Ratu masih menarik telinga Mujahid.
"I–iya maaf. Bisa enggak lo lepasin tangan lo dari telinga gue," Mujahid berusaha menepis tangan Ratu dari telinganya.
Bukannya melepaskan Ratu malah memperkuat tarikan tangannya pada telinga Mujahid.
"Kalau lo mau gue lepasin tangan gue. Lo harus jujur. Ya, kalau lo enggak mau, gue kasih tantangan," ucap Ratu santai.
"Jadi ini kayak TOD nih?" Mujahid menaikkan satu alisnya. Ratu pun mengangguk.
"Gue pilih tantangan," ucap Mujahid berani.
Ratu dan yang lain langsung bertepuk tangan, "berani juga lo ya," sahut Ratu kemudian.
Ratu nampak berpikir dahulu lalu menjentikkan jarinya kemudian, "lo harus nembak Alika dengan romantis."
Semua orang di kantin bertepuk tangan dengan riuh. Bahkan para penjual juga ikutan tepuk tangan.
"Terima-terima!" seru semua orang dengan semangat.
"Diam!" Mujahid berteriak dengan lantang, semua orang pun menjadi diam.
"Oke, gue terima tantangan lo," ucap Mujahid dengan penuh keyakinan.
Ratu bertepuk tangan, "nyali lo besar juga ternyata."
"Yaudah, kalau gitu lakuin sekarang. Jangan cuma di mulut doang sampe nya."
Mujahid menarik nafas, lalu dengan mantap ia menatap Alika.
"Lik, lo kayak pelita bagi gue yang nerangin hidup gue. Lo laksana bulan yang indah buat gue," Mujahid berhenti sejenak untuk mengambil nafas.
"Alika, lo mau enggak jadi pacar gue?"
~:::~:::~
Hai-hai.. huriah bawa part yang ada manis-manisnya. Maaf ya kalau fell nya enggak ngena sampai ke hati.
Jangan lupa kasih vote ya☺.
S E E Y O U
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen Fiction(Sequel dari Mysterious Girl) Cover by : svegetables Kepergiannya membuka luka, dan membawa sebuah perubahan pada seseorang. Hari-hari serasa sunyi tanpa suaranya. Duka itu masih tersimpan dalam hati banyak orang. Dan datanglah seseorang, seseorang...