D U A P U L U H E M P A T

50.9K 2.5K 66
                                    

P E R U B A H A N
.
.
.

Keadilan memang salah satu hal yang paling sulit ditegakkan di hidup siapa saja. Namun berbuat tidak adil seakan-akan hal yang sudah menjadi kodrat setiap manusia. Tidak menerima ketidakadilan terhadap dirinya tetapi melakukan ketidakadilan bagi pihak lain.

Salsa menghirup napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Salsa memejamkan matanya yang mulai terasa perih sejak kemarin malam matanya terus menatap monitor laptopnya tanpa henti. Bahkan Salsa sudah berencana pergi ke dokter mata hari ini untuk memastikan kesehatan matanya.

Jemarinya mengetuk permukaan meja dan matanya masih menatap layar laptopnya yang memperlihatkan curahan seorang warga di sosial media mengenai ketidakadilan yang menimpanya. Salsa mengangguk kecil kemudian bangkit dari duduknya, berniat menemui Arfan perihal pembicaraan mereka kemarin di telepon

Dalam perjalanan menuju ruangan Arfan, Salsa banyak disapa oleh para karyawan yang bahkan hampir satupun tidak dikenalnya. Sebagai seseorang yang memiliki image ramah di perusahaan, Salsa hanya membalas dengan senyuman namun langkah kaki yang tidak berniat berhenti sedetikpun.

Sesampainya di depan ruangan Arfan, Salsa memilih menunggu sebentar karena Arfan sedang berbicara dengan seseorang di dalam ruangannya dan Salsa tidak ingin mengganggu pria itu hanya karena hal yang belum tentu lebih penting dibandingkan dengan apa yang sedang Arfan dan seseorang itu bicarakan.

Cukup lama Salsa menunggu, kakinya mulai tidak bisa diajak kompromi. Kakinya masih terlihat bengkak meskipun tidak sebengkak kemarin. Mengingat kemarin langsung mengingatkannya pada Dika, bagaimana pria itu menatapnya kaget saat Salsa menolak ucapan pria itu. Salsa yakin jika apa yang dilakukannya kemarin pasti membuat Dika sakit hati. Sebenarnya Salsa sendiri tidak tega melakukan itu, tetapi untuk sekarang Salsa menganggap itu masih hal yang wajar dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan Dika kepadanya. Rasa sakit hati yang selama ini dia pendam belum apa-apa dibanding yang  dilakukannya kemarin.

Salsa menyadari seseorang berdiri di hadapannya dan menarik salah satu kursi ke dekatnya. Tanpa pikir panjang Salsa segera menatap seseorang itu. Seorang karyawan wanita berambut hitam panjang berdiri tegak di hadapannya dengan senyum merekah, "Manager Salsa?" tanyanya dengan mata seperti menyidiki.

"Iya, saya Salsa."

Perempuan itu mengangguk kecil seakan sejak awal dia sudah mengetahui jawaban dari pertanyaannya, seakan hanya memastikan. Ia lalu menarik Salsa untuk duduk di kursi yang sejak tadi sudah berada di hadapannya. "Sepertinya kaki Anda sakit. Lebih baik Anda duduk saja," ucap perempuan itu ramah, "Ah, saya bahkan belum memperkenalkan diri. Saya Rani. Salam kenal." Perempuan bernama Rani itu mengulurkan tangannya yang langsung dibalas Salsa tanpa pikir panjang.

"Apa yang Anda lakukan di sini? Menunggu Arfan? Dasar anak itu, bagaimana bisa dia membiarkan wanita cantik seperti Anda menunggu." Rani mendengus kesal sambil berkacak pinggang.

Salsa menatap Rani heran. Bagaimana bisa Rani berucap seperti itu sedangkan Arfan itu adalah atasannya di divisi bagiannya bekerja. Namun Salsa memilih menghiraukannya dan memijat kecil betisnya yang terasa nyeri.

"Kamu kenal ya dengan Arfan?"

Pertanyaan dari Salsa itu spontan membuat senyum Rani merekah, seolah itulah yang ditunggunya sejak tadi. Rani menghela napas pelan dan matanya tertuju penuh pada Salsa yang balas menatapnya seraya memijit kakinya.

Young WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang