D U A P U L U H D E L A P A N

45.2K 2.2K 99
                                    

Dika & Egina : Masa Lalu (2)

.

.

.

Dika menatap Egina, memusatkan pandangannya ke arah perempuan yang sedang bercanda ria bersama anak-anak di panti asuhan. Egina terlihat sangat cantik saat tersenyum lebar seperti sekarang ini, dan melihat gadis itu dekat dengan sosok anak-anak membuat Dika yakin jika Egina akan menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak.

Namun ada sesuatu yang sejak kemarin membuat Dika tidak fokus terhadap apapun. Dia terus gelisah dan ragu karena semenjak kepulangan Egina dari Jerman, gadis itu belum sekalipun mengungkit dan menjelaskan alasannya kembali ke Jerman. Tetapi Dika yakin ada sesuatu yang terjadi hingga Egina terlihat murung akhir-akhir ini. Itulah alasannya Dika ingin menentukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal itu, sebab Dika tidak ingin membebani Egina dengan pertanyaannya.

"Dokter, ayo ikut main." Tiba-tiba Vivi muncul dan menarik tangan Dika, "Ayo main bareng dokter yang itu," sambung Vivi seraya menunjuk Egina yang berada tidak jauh darinya.

Tidak tega menolak ajakan Vivi, akhirnya Dika mengangguk dan menggendong Vivi, "Ayo anak manis, kita bermain," ucap Dika lalu bergabung dengan kumpulan anak-anak yang bersama Egina.

Menyadari kehadiran Dika membuat Egina langsung tersenyum lebar, "Ayo katakan hai ke pak dokter," ujar Egina sehingga semua anak-anak yang ada disekitarnya segera menyapa Dika ramah.

"Dokter, kalian berdua sangat cocok," tukas seorang anak laki-laki yang Dika tebak sudah menginjak bangku SMP. Anak itu tersenyum jahil kearah Dika.

"Benar, kami memang cocok." Dika tersenyum lebar ke arah anak itu kemudian duduk di sebelah Egina dan mendudukkan Vivi di pangkuannya.

Ada beberapa anak yang memang sudah memasuki masa remaja yang tertawa puas dengan jawab Dika, "Apa kalian berdua berpacaran?" Tanya anak lain.

Dika spontan mengangguk, "Ya, aku dan kakak ini­­­--- aaaakh."

Kalimat Dika harus diakhiri dengan jeritan kala Egina mencubit lengannya kuat, hingga Dika tidak bisa menahan jeritannya. Egina menatapnya tajam, "Apa yang kamu lakukan? Disini banyak anak dibawah umur. Jangan meracuni otak mereka," desis Egina.

"Apa yang salah? Ini pengetahuan umum dan mereka akan segera merasakannya juga," bela Dika dengan wajah tidak merasa bersalah.

Egina memutar bola matanya malas, kemudain menghela napas pasrah, "Ayo kita selesaikan dan sepertinya aku punya hutang penjelasan padamu."

~~~

Kini mereka sedang duduk di salah satu kursi di kafe kesukaan mereka. Keduanya tampak hening tanpa satupun yang memulai pembicaraan. Sesaat kemudian pesanan mereka tiba dan akhirnya Dika memulai pembicaraan

"Ada apa dengan kita? Kenapa secanggung ini?" ucap Dika seraya tertawa kecil, berusaha menghilangkan kata canggung di antara mereka. Namun usahanya gagal, Egina tidak berkata apapun, hanya terpaku menatap asap kopi yang mengepul. "Ada apa sebenarnya?" tanya Dika akhirnya.

"Semuanya hancur," cicit Egina masih tetap menunduk.

Dika tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi terhadap Egina yang biasanya ceria, yang kini hanya terlihat kesedihan yang mendalam, "Ada apa Zi? Jelaskan."

Egina menatap Dika akhirnya, matanya mengisyaratkan kepedihan yang begitu mendalam, namun Dika tidak bisa menebak apa itu.

"Sepertinya kita harus mengakhiri semua ini Dika," ucap Egina dengan suara bergetar, matanya mulai berair, tinggal menunggu kapan akan jatuh.

Young WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang