STORM
.
.
.Hari ini adalah hari yang sangat-sangat ditunggu oleh Dika. Setelah bertahun-tahun berjuang dan terus berusaha agar ayahnya—Geraldo—mengizinkannya mengadopsi Vivi akhirnya tercapai. Nanti sore, dia sudah bisa menjemput Vivi dari panti asuhan dan membawanya ke rumah mereka dan segera membangun keluarga yang sebenarnya.
Dika rencananya akan menjemput Salsa terlebih dulu nanti siang, kemudian mereka akan makan siang dan sorenya menjemput Vivi. Karena hari ini menjadi hari yang berharga bagi Dika, dia memilih izin satu hari tidak bekerja dengan alasan ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Bisa saja dia tidak meminta izin dan tidak bekerja begitu saja karena toh itu rumah sakit milik keluarganya. Namun Dika merasa dia harus bersikap professional di manapun dia berada, sebab dia bukan tipe orang yang suka memamerkan kekayaan keluarga. Toh itu harta keluarga, bukan miliknya yang dia dapatkan dengan keringat sendiri. Secara logika itu milik orang tuanya dan dia menyandang nama putra dari pemilik rumah sakit itu.
Dika sedang membaca buku di perpustakaan pribadinya. Dia akan menjemput Salsa sekitar 3 jam lagi dan dia tidak memiliki kegiatan untuk dilakukan karena Salsa sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci dan lainnya. Padahal dia bisa melakukan itu semua dia waktu luangnua seperti sekarang. Namun Salsa melakukannya dengan cekatan seolah dia itu sudah menjadi istri sejak lama.
Tiba-tiba ia mengingat kejadian kemarin saat Egina mengunjunginya di rumah sakit. Dia tidak tahu apa maksud kedatangan Egina dan awalnya dia tidak peduli tentang itu. Namun sejak tadi, dia terus memikirkan hal itu, mencoba menebak alasan Egina nekad mendatanginya tanpa ada kabar. Namun dia tidak menemukan alasan yang tepat untuk itu, jadi dia memilih mengabaikannya meski logikanya terus bertanya.
Karena merasa bosan dan matanya mulai sakit karena terlalu lama membaca, Dika akhirnya bangkit dari sofa nyamannya dan pergi berkeliaran di rumah yang terasa sangat sunyi itu. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan dia mulai menyesal akan keputusannya tidak bekerja, lebih baik di bekerja sebentar hingga siang hari kemudian izin pergi namun dia sudah terlanjur meminta izin dari awal karena terlalu antusias mendapat kabar dari pihak panti asuhan jika dia sudah bisa menjemput Vivi.
Mata Dika terpaku pada pintu kamar Salsa. Dia jarang memasuki kamar itu karena tentunya kamar itu menjadi privasi Salsa dan dia tidak ingin melakukan apapun yang mungkin merusak hubungannya yang sejak awal tidak baik dengan Salsa. Namun kini dia mendadak tertarik untuk melihat isi kamar itu. Bukannya berniat aneh, hanya melihat lalu pergi. Itu yang akan Dika lakukan.
Ia memasuki kamar Salsa yang berada tepat di sebelah kamarnya. Pertama yang dia pikirkan dari kamar itu adalah rapi. Semua barang-barang tertata rapi di tempatnya. Kamar itu juga wangi dan wanginya sama dengan wangi tubuh Salsa. Ia tidak tahu itu parfum atau shampoo perempuan itu, namun ia menyukainya. Dika akhirnya melangkah masuk, melihat semua foto-foto yang tertata rapi di dinding dan buku-buku yang tersusun rapi di rak. Semuanya seolah tidak pernah disentuh, sangat rapi, seolah Salsa sendiri tidak pernah berada di sana. Dika menghempaskan tubuhnya di sofa yang berada tidak jauh dari ranjang, mengatur duduknya agar senyaman mungkin. Keningnya tiba-tiba berkerut begitu melihat sebuah amplop di atas meja di sebelahnya. Itu tampak seperti surat dokter. Tentunya dia mengenalinya sebab dia juga seorang dokter dan biasanya itu diberikan untuk pasien. Berarti Salsa baru saja melakukan pemeriksaan ke dokter. Karena penasaran, Dika segera mengambil amplop itu dan membukanya.
Ia mengernyit, "Apa ini?"
***
Arfan tidak tahu lagi apa yang salah dengan hidupnya. Entah mengapa sekeras apapun dia berjuang, dia tidak bisa melawan. Benar, dia tidak berhak melawan orang-orang yang ada di sekitarnya, karena tanpa orang-orang itu, dia pasti sudah lama mati. Namun masih ada orang yang menginginkannya hidup dan akhirnya ia bertahan hidup hingga detik ini. Semuanya karena keluarganya, Hendrawan dan Alisa serta Rani. Itulah alasannya tetap hidup dan tidak mampu melawan takdirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Wife
RomantizmMungkin menurut banyak orang, seorang gadis berumur 24 tahun itu sudah cukup umur untuk menikah dan menjadi seorang istri. Tetapi bagi, Salsa Nabilla, dia sudah menjadi salah satu korban nikah muda. Jika bukan karena kehendak Bibi Evelin, dia tak...