Siang hari, kau menutup kafe sementara untuk istirahat. Kau duduk di salah satu bangku dekat kaca dan memakan makan siangmu. Kau juga tengah mengobrol via internet dengan temanmu.
Klinting.
"Permisi, mbak pelayan?"
Kau memandang bingung ke arah pria yang masuk ke kafe seenaknya. Padahal papan di pintu jelas-jelas menunjukan tulisan "tutup".
Pria itu melihat ke arahmu kemudian tersenyum seperti biasa.
Dia Soonyoung.
"Eh mbaknya lagi istirahat ya?"
"Ga lihat papan didepan ya mas?"
"Ngga hehe."
Aku mendesah kasar dan kembali fokus pada ponselmu.
Namun kemudian, Soonyoung malah duduk dihadapanmu.
"Mbak, kira-kira ini kafenya tutup jam berapa?"
"Sekarang lagi tutup."
"Bukan tutup buat istirahat mbak."
"Oh, jam 8 hari biasa. Kalau weekend jam 7."
"Oh yaudah. Makasih ya mbak. Saya pamit lagi hehe."
Kau tidak membalas senyumnya melainkan memberikan tatapan tajam seolah dia telah menganggu ketenangan hidupmu.
Kau adalah tipe orang yang introvert. Jadi, jika kau diajak mengobrol oleh orang extrovert mungkin akan sedikit canggung. Dan sering kali kau dianggap jutek. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah asli sifatmu seperti ini.
Tapi entah kenapa Soonyoung tidak berkata bahwa kau jutek, dingin, atau semacamnya. Dia malah seperti senang sekali mengobrol dengan mu.
Padahal kau tak banyak menjawabnya karena benci basa-basi.
>•<
Pukul 6.35 malam. Akhirnya tiba saatnya untuk membereskan kafe dan pulang. Kau beruntung ada salah satu teman kafemu yang bersedia membantu tadi. Jika tidak, kau pasti sudah sangat kelelahan.
"Gue balik dulu ya!" Ucap temanmu sembari melangkah menuju ke pintu.
"Hm," singkatmu.
Setelah menyelesaikan semuanya, kau pun mematikan lampu dan mengunci pintu kafe.
"Akhirnya pulang juga," gumammu sambil memasukan kunci itu kedalam tas.
"Akhirnya mbak selesai juga."
Karena terkejut, kau otomatis menoleh ke belakang dan sedikit menjauh dari sumber suara.
"Mas Soonyoung?"
"Iya mbak hehehe."
"Ngapain?"
"Nungguin mbak pulang hehehe."
"Ini pulang. Udah sana."
"Maksud saya nemenin kamu pulang. Saya anter. Mau ga?"
"Ga."
"Ga nerima penolakan hehe."
Soonyoung menarik tanganmu kemudian membawamu ke sepeda motor berwarna Rose Quartz Serenity. Kau berpikir apa ini milik Soonyoung? Kenapa cewek sekali? Kau bahkan tak suka warna-warna begitu.
"Nih," Soonyoung memberikan salah satu helm putih padamu.
Dan dengan terpaksa, kau menerimanya.
Kemudian Soonyoung menaiki sepeda motornya dan menyalakan mesin. Kemudian ia melihatmu.
"Naik mbak."
Setelahnya, kau naik ke di belakangnya. Sebelum pergi, ia memintamu untuk berpegangan. Kau yang tau maksud licik nya pun berpegangan pada motor saja.
"Udah, yuk ah. Ntar ke jalan-"
"Saya tau kok mbak. Tenang aja."
Dia tahu? Bagaimana? Kapan kau bilang?
Kau yang sedang berpikir lantas terkejut ketika Soonyoung melajukan motornya.
>•<
Benar.
Soonyoung tahu dimana kau tinggal tanpa kau mengarahkannya.
Kau turun dari motor dan melepas helm.
"Mas, tau rumah saya dari mana?"
"Ada deh hehehe."
Itu bukan ucapan yang ingin kau dengar. Kau kemudian melengos dan memberikan helm putih itu kembali.
"Makasih."
"Sama-sama cinta~"
"Mas, pilih pot keramik ato kursi kayu?"
"Buat apa?"
"Mukul mas."
"Pilih kamu aja mbak. Hehehe."
Sebelum terkena pukulan darimu, ia langsung melajukan motornya cepat.
Kau lagi-lagi hanya melengos dan segera masuk ke rumah. Tapi, sebuah paket berwarna putih membingungkanmu karena ada didepan pintumu. Itu bukan kotak yang besar karena mungkin hanya berukuran 10 cm x 10 cm.
Kau mengambil kotak itu dan membukanya.
Jepit rambut berwarna merah muda.
Dan tak ada apa pun lagi.
Termasuk nama sang pengirim.
"Siapa pun yang mengirim. Gue ga suka warna ginian."
Ya kau mungkin bilang begitu. Tapi kau tetap membawanya masuk dan menyimpannya.
>•<