Pupus (17)

53 5 0
                                    



"hikss.. hiks... Ustad jahat, Ustad jahat. Ustad jahat sama Aufa, Ustad jahaaaaattttttt... hiks..hiks..."

"Aufa benci sama Ustad, Ustad benar-benar jahat sama Aufa, Ustad tega... hiks"

Setelah lari dari hadapan Ustad Hamlan di Taman, Aufa memilih rumah sebagai tempatnya untuk menangis sejadi-jadinya. Lagi pula saat ini tidak ada seorang pun dirumah kecuali dirinya, maka tidak akan ada yang tau jika dirinya sedang menangis dan tidak akan ada pula yang mengganggunya karena jujur saat ini dirinya memang sedang ingin sendiri untuk menangisi hatinya yang sedang terluka.

"hiks.. hiks... kenapa Ustad harus jahat dan setega itu sama Aufa, Ustad... kenapaaaaa?"

"apa salah Aufa Ustaddddd... Apaaaa? Hiks.. hikss"

"Aufa cantik sekali hari ini"

Bisikan Hamlan saat di pesta Daffa kembali terngiang di ingatan Aufa, lalu ingatan-ingatan kebersamaan serta moment-moment bahagia yang dirasakannya saat bersama Hamlan pun ikut berputar dikepalanya dari awal mereka pertama kali bertemu sampai pertemuan mereka di taman tadi, yang semakin membuat Aufa kian menangis karena tidak sanggup menahan perih hatinya.

"ini juga pertama kalinya bagi saya melihat ciptaan Allah SWT yang seindah ini, dan jujur saya senang melihat pemandangan seindah ini bersama Aufa"ujar Hamlan lembut yang sukses menyentuh hati Aufa

"sakit Ustad... Aufa sakit hiks..."

"saya sayang sama Aufa"ujar Hamlan serius

"hiks hiks...hiks... hiks... kenapa Ustad jahat sama Aufa, apa salah Aufa Ustad?"

"kenapa Ustad tidak paham dengan hisk.. hiks..perhatian yang Aufa berikan selama ini?"

"Ustad Hamlannnnn... hiks hikss..."

Aufa kembali membenamkan wajahnya pada bantal guling yang dipeluknya sedari tadi. Aufa menangis sejadi-jadinya dibalik bantal yang dipeluknya itu, ia berusaha untuk meredamnya agar tidak terdengar keluar, ia hanya tidak ingin ada yang mendengar dirinya menangis jika orang rumah sudah ada yang pulang karena tidak mustahil jika mereka mendengarnya maka akan mengajukan berbagai macam pertanyaan mengenai alasannya menangis seperti itu.

"Aufa?

Panggilan seseorang tidak membuat Aufa menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa orang itu, sebaliknya Aufa malah semakin manangis dibalik bantal gulingnya. Karena kesedihan Aufa semakin menjadi ketika ada orang yang memperhatikannya terlebih jika orang itu adalah orang terdekatnya.

"Aufa?"

"Aufa kamu kenapa?"tanyanya karena Aufa tidak menjawab panggilannya lagi

"Aufa kamu kenapa menangis seperti ini. Cerita sama aku"

"sakit hiks...sakit Khansa..."ujar Aufa seraya memandang wajah Khansa dengan raut sedih

"apa yang sakit?"

"sakit Khansa...hiks hiks... Khansaa"

Aufa langsung memeluk Khansa dengan eratnya, dirinya menumpahkan tangisnya dalam pelukan Khansa. Khansa pun membalas pelukan Aufa dan berusaha menenangkannya tanpa peduli bajunya basah dengan air mata Aufa.

"Ustad Hamlan, Kha... Ustad Hamlan hiks..."

"Ustad Hamlan, kenapa dengan Ustad Hamlan?"

"Ustad Hamlan Kha, Ustad Hamlan.. hiks hiks... Ustad Hamlan melamar Latisha hiks... mereka akan segera menikah Kha... mereka... mereka... hiks hiks hiks..."

Mahabbah RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang