Setelah mendapatkan tausyiah singkat dari Icut, disinilah Aufa berada sekarang. Mempersiapkan segala sesuatu yang sekiranya dibutuhkan oleh orang-orang yang sedang membantu persiapan pesta pernikahan Najma. Riuh dari ibuk-ibuk yang sedang memotong sayuran dan bapak-bapak yang sedang menyembelih lembu dibelakang rumah, serta suara para anak gadis yang berada didalam rumah sedang membuat segala pernak-pernik cantik untuk memperindah pelaminan, sedangkan para pemuda sedang menghias bagian halaman rumah ditambah dengan para Ustad dan santri yang ikut membantu, dan tak lupa pula suara para Dalail Khairat menggantikan suara musik. Aufa dan beberapa gadis lainnya sedang membuatkan beberapa macam minuman untuk dihidangkan kepada mereka yang sekiranya ingin minum minuman dingin untuk menyegarkan tenggorakan, sedangkan untuk makanannya sudah disediakan oleh jasa catering yang telah tertata rapi diatas meja yang diletakkan di teras rumah.
Malam itu semua orang gaduh dengan urusannya masing-masing, termasuk pengantin wanita yang sedang dipakaikan inai oleh Icut ditangan dan kakinya. Aufa membawa Icut ikut pulang bersama untuk kembali menguatkannya jika nanti tiba-tiba ia tidak kuat dengan kenyataan yang ada, Aufa benar-benar membutuhkan sosok Icut sebagai penopang untuk saat ini. Sedangkan teman-temannya yang lain mengatakan akan datang besok pada hari H dikarenakan saat ini di Pesantren sedang berlangsungnya ujian. Mama Aisya terkadang ikut membantu memotong sayuran dan rempah-rempah bersama ibu-ibu, kemudian berjalan menghampiri tamu-tamu yang baru datang untuk dipersilahkan duduk dan memakan makanan yang telah disediakan, lalu kembali lagi bergabung dengan ibu-ibu setelah sedikit berbincang dengan para tamu.
"Dek, bagaimana minumannya sudah selesai? Itu yang Dalail kasian sudah dari tadi belum minum"tanya Papa Hanan pada anak bungsunya
"iya Pa sudah"jawab Aufa sekenanya saja
"yasudah kalau begitu ayo diantar kesana Dek, ambil cereng sedangnya didapur"ucap Papa Hanan lagi kemudian berlalu dari sana
"minuman yang mana ya San?"tanya Aufa bingung karena beragamnya air yang meraka buat
"menurut kalian minuman apa yang harus kita bawa kesana? Aufa bingung soalnya"
"sama Aufa, aku juga bingung"
"teh hangat aja Aufa!"
"kopi deh kayaknya!"
"jangan, harusnya kan yang dingin-dingin. Sirup aja Fa atau teh dingin ini nih!"
"tapi kan lebih terhormat teh hangat, Dra"
"iya benar kata Susi, apalagi yang mendalail itu kan Ustad dan santri dari Rahmatul Huda"
"masa mereka capek-capek mendalail dikasih minum hangat, sayang atuh. Butuhnya kan yang dingin-dingin untuk menyegarkan, beda kalau lagi bertamu atau lainnya gitu baru dikasih teh hangat"
"ada benarnya juga nih perkataan Santi"
"jadi intinya?"tanya Aufa memastikan setelah lama berunding
"teh dingin aja, terhormat dan menyegarkan!"jawab Lara yang sedari tadi hanya diam saja
"kenapa gak dijawab dari tadi aja sih Ra, hahahaa"
"oke fix berarti teh dingin. Ayo San kamu yang bawa gelasnya dan Amel yang bawa kuenya ya?"ucap Aufa
"nampannya mana?"heboh Santi yang kegirangan diajak Aufa
"kenapa heboh begitu sih San?"tanya Aufa seraya tertawa ringan
"gimana enggak heboh Fa, salah satu yang mendalail itu kan si Sayuti!"
"ihh apaan sih Dra, jangan bongkar rahasia deh!"
"hahaha jadi ceritanya Aufa tidak boleh tau nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah Rindu
SpiritueelBenarkah namaku yang selama ini berada dalam setiap doamu? Bolehkah aku berteriak sekencang-kencangnya agar semuanya tau bahwa aku sangat-sangat bahagia?! Bahkan aku seperti bermimpi. 💜💜💜