Setelah selesai Sholat Rabi'ah dan ibunya melanjutkan dengan membaca Al-Qur'ah. Zainab memang sudah mengajarkan sholat dan membaca Al-Qur'ah pada anak-anaknya semenjak dari kecil. Itu adalah tugas orang tua mengajari ilmu agama kepada anak-anaknya. Karena kelak diakhirat ia tidak ingin anak-anaknya menuntutnya karena tidak mendidik mereka dengan baik. Bukan kah setiap hal akan dipertanggung jawabkan kelak? Sekecil apa pun perbuatnya pasti akan ada pertanggung jawabannya.
"Shodakallahul 'adzim."
Rabi'ah menutup Al-Qur'annya dan menciumnya.
"Ibu! aku mau nanya, boleh?" Tanya Rabi'ah setelah menaruh Al-Qur'annya diatas meja. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya
"Mau nanya apa?"
"Tadi siang, aku melihat seorang pengemis saat mengantarkan ubi ke rumah kang Rohmat, pengemis itu sangat kesusahan." Ingatannya kembali kepada kejadiaan tadi siang saat ia sedang dirumah kakaknya.
Zainab terdiam. Ia harus mencari kalimat yang pas untuk menjelaskannya pada Rabi'ah
"Bu katanya Allah itu ada, tapi kenapa masih banyak orang yang kesusahan diluar sana? Kenapa Allah membiarkan mereka hidup menderita?"
Zainab tersenyum, ia sudah menemukan jawaban atas pertanyaan putrinya. Ia akan menjelaskannnya lewat sebuah cerita, mengingat Rabi'ah sangat menyukai cerita.
"Pertanyaan kamu mengingatkan ibu pada sebuah cerita," ucap Zainab.
"Cerita apa bu? Ceritakan pada ku."
Wajah Rabi'ah berbinar saat mendengar kata cerita. Ia sangat menyukai cerita. Karena sejak kecil, saat sebelum tidur ibunya selalu bercerita sebagai penghantar tidur.
Zainab mengubah posisi duduknya menjadi bersilah. Karena ia yakin saat sudah bercerita, pasti akan menghabiskan waktu yang tidak sebentar.
"Suatu hari ada seorang pemuda hendak mencukur rambutanya yang sudah panjang dan tidak beraturan." Zainab memulai ceritanya.
Rabi'ah mendengarkannya dengan seksama. Wajahnya terlihat sangat serius dan antusias. Makanya Zainab lebih memilih menjelaskannnya lewat sebuah cerita. Karena ia tahu, putrinya begitu antusias.
"Kemudian si pemuda itu masuk kesebuah salon. Lalu tanpa basa- basi lagi si tukang cukur mempersilahkan dan mulailah dia dengan tugasnya mencukur rambut si pemuda tadi."
Semoga, putrinya mengerti dengan maksud dalam cerita yang ia ceritakan ini. Bukan hanya antusias saja melainkan bisa mengambil hikmahnya.
"Dengan tangan yang lincah dan cekatan dia memotong rambut pelangganya, sesekali dia sambil mengajak ngobrol si pemuda, semenit dua menit di lewati obrolan itu masih datar-datar saja, sampai tiba-tiba tukang cukur itu bilang kepada si pemuda?!" Zainab menjeda ceritanya. Ia melihat putrinya masih menyimak apa yang diceritakannya.
Ia bersyukur, dengan seperti itu, berarti Rabi'ah masih mengikuti alur ceritanya.
"Si tukan cukur itu bilang apa bu?" Tanya Rabi'ah.
Ah jiwa keritis yang ada pada putrinya sudah mulai keluar. Ia hanya mampu menyunggingkan senyuman. Putrinya itu memang sangat kritis sejak kecil. Apa yang mengganggu pikirannya pasti ia utarakan.
"Difikir-fikir, Allah itu tidak ada yah. Ucap si tukang cukur itu."
Zainab menepelkan jari telunjuknya kedagu, seolah-olah sedang berfikir.
"Si tukang cukur itu ngomong kayak gitu bu?" Tanya Rabi'ah. Ada nada kaget dan penasaran dalam kalimatnya.
Zainab menangguk, lalu membenahi duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
SpiritualDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...