"Bu!" Ucap Rabi'ah lirih.
Zainab menunduk menatap putrinya yang sedang berbaring dengan kepala yang dilatakkan dipangkuannya. Ia menyentuh kening sang putri dengan usapan yang sangat lembut. Hal sederhana yang sangat berharga.
Zainab tersenyum, "kenapa?"
"Ibu, aku kangen bapa."
Wajah Rabi'ah terlihat sendu. Ada gurat kesedihan disana. Ia sangat paham dengan apa yang dirasakan putrinya.
"Kalau kamu kangen bapa, kamu berdoa yang banyak buat bapa, biar kuburan bapa dilapangkan," ucap Zainab.
Ah putrinya ini mengingatkannya kembali pada suaminya yang sudah lama tiada. Memang diawal kepergiannya, ia sangat sulit untuk mengikhlaskannya, namun seiring berjalannnya waktu, semuanya perlahan bisa ia ikhlaskan.
Ia teringat masa-masa dimana suaminya itu masih hidup. Pria yang sangat tangguh. Pekerja keras. Dan tidak pernah mengeluh dalam menghadapi setiap cobaan. Dari suaminya, Zainab belajar banyak hal, salah satunya yaitu tidak mudah menyerah. Apa lagi menghadapi dunia yang fana ini, kebahagiaanya semu. Sejak saat itu, masalah silih berganti mendatanginya, namun ia percaya semua akan indah pada waktunya, ia hanya butuh kesabaran saja. Karena disetiap permasalahan pasti ada jalan keluar, meski kadang banyak rintangan yang menghadang. Bahkan sampai saat ini ia masih sanggup berdiri tegak tanpa suami yang menemaninya. Kadang Zainab merasakan rindu yang teramat pada suaminya itu. Namun ia tidak mampu melakukan apa-apa selain berdoa.
Rabi'ah menghela nafas, "kalau doa mah udah tiap sholat bu," keluhnya.
Andai ibunya itu mengerti bahwa saat ini Rabi'ah ingin sekali bertemu ayahnya. Terakhir Rabi'ah bertemu dengan ayahnya pada saat dirinya masih kecil, bahkan sekarang Rabi'ah sudah sedikit lupa akan wajah ayahnya.
"Jangan bosen-bosen doain bapa yah."
Zainan menghentikan sentuhan lembut pada kening Rabi'ah. Ia menghela nafas dalam-dalam.
"Apa bapa nggak kangen sama kita yah bu?" Tanya Rabi'ah.
Rabi'ah tetaplah Rabi'ah, apa yang mengganggu pikirannya pasti ia utarakan. Termasuk kerinduannya pada sang ayah.
"Rabi'ah! Sekarang alam kita sudah berbeda. Bapa sudah tenang disana. Jadi kamu jangan ngomong yang aneh-aneh."
Zainab terdiam sejenak mendengar ucapan putrinya. Ia harus memberikan pengertian, agar Rabi'ah tidak berbicara seperti ini lagi. Berharap pada sesuatu yang tidak mungkin. Semuanya tidak benar.
"Tapi aku kangen bapa, pengen ketemu bapa."
Rabi'ah cemberut, perkataanya sudah mulai ngelantur. Dan itu semakin menusuk hati sang ibu. Apa selama ini kasih sayang yang diberikan Zainab tidak cukup? Sehingga Rabi'ah berucap seperti itu. Andai saja Rabi'ah tahu, hatinya terluka karena ungkapan hati putrinya.
"Kadang manusia itu kurang bersyukur yah," ucap Zainab Random.
Ia berusaha menyadarkan Rabi'ah, agar ia membuka mata. Bahwa ia sangat menyayanginya.
"Maksud ibu?"
Rabi'ah bangkit dari tidurnya lalu duduk disamping ibunya.
Ia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan ibunya?"Padahal disini banyak banget yang sayang sama kamu. Tapi kamu malah mengharapkan seseorang yang sudah tidak ada. Bapa akan sedih jika kamu kaya gini."
Zainab menangkup wajah putrinya. Ia hanya ingin putrinya tahu. Bahwa masih banyak yang menyayanginya.
Rabi'ah menatap dalam-dalam manik mata ibunya, tersirat sedikit kesedihan disana. Kesedihan karena kasih sayangnnya selama ini seperti tidak nampak dimata Rabi'ah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
SpiritualDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...