Sudah tiga bulan lamanya Rabi'ah tinggal dipesantren. Ia sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mudah bergaul dengan santriwati lainnya yang juga mondok di Al-Kuddus ini.
Dan selama itu pula ia selalu teringat dengan ibunya. Ia sangat merindukannya. Bagaimana keadaan ibunya saat ini? Baik-baik sajakah? Dan keadaan Albert dan Evelyn bagaimana? Apakah mereka makan dengan kenyang? Rasanya Rabi'ah ingin pulang bertemu ibunya dan ingin melihat keadaan kambing-kambingnya. Tapi rasanya tidak memungkinkan. Sebenarnya jarak dari rumahnya kepesantren tidaklah jauh tapi peraturan disini tidak boleh asal sembarang keluar masuk peasantren semuanya harus meminta izin dahulu.
Hari ini adalah piket Rabi'ah membatu memasak untuk makan siang. Sebenarnya Rabi'ah tidak bisa memasak, ia hanya bantu-bantu sedikit sembari belajar. Waktu dirumah pun ibunya yang selalu memasak, ia hanya tahu makan saja. Tapi semenjak hidup di pesantren ia sudah belajar banyak hal. Bahkan sekarang Rabi'ah sudah bisa menanak nasi, kemajuan yang baik.
"Rabi'ah!" Panggil Nur.
Saat ini Rabi'ah piket bersama beberapa santri termasuk Fatimah dan Nur.
"Iya teh Nur, ada apa?" Jawab Rabi'ah dan berjalan menghampiri Nur.
"Tolong ambilkan sayur-sayuran yang ada didepan."
Kegiatan masak-memasak ini dilakukan didapur yang sudah disediakan, letak dapur ini dibelakang rumah ustadzah Aisyah tepatnya dipinggir dapur miliki beliau. Untuk memudahkan saat mengambil bahan makan, maka para santri akan meletakannya didepan rumah ustadzah Aisyah dan saat sudah pergi barulah diambil oleh santriwati, agar mengurangi interaksi lawan jenis.
"Iya teh aku ambilin." Rabi'ah bergegas menuju kedepan.
Rabi'ah sudah hafal dengan ruangan-rungan yang ada dirumah ustdzah Aisyah ini, karena memang sudah menjadi tugasnya saat mangambil bahan makanan seperti ini.
Rabi'ah membuka pintu, nampaklah sekeranjang besar sayur-sayuran dan sebuah karung kecil yang Rabi'ah yakini isinya adalah ikan. Ia membawa ikannya terlebih dahulu karena jika ia membawa keranjang terlebih dahulu maka saat keluar ikan-ikan itu akan sudah habis dimakan kucing.
Setelah menaruh ikannya, Rabi'ah kembali mengambil sayur-sayuran dan kembali masuk menuju dapur. Saat itu Rabi'ah tidak sadar jika ada seorang santri yang tengah mengamatinya dari damping kiri rumah Ustadzah Aisyah.
***
"Nah udah selesai. Ayo kita bawa keaula," ucap Fatimah, ia bangkit berdiri dan memisahkan makanan yang akan dibawa keaula dan yang akan tetap ditinggal disini untuk para santri. Nanti setelah santriwati keluar barulah beberapa santri akan masuk dan membawa makanan yang sudah dipisahkan.
"Rabi'ah! Kamu bawa sayur yang dibak ini yah, Ana kamu bawa sambalnya, kalau kamu," Fatimah terlihat mengingat-ngingat sesuatu," nama kamu siapa? teteh lupa." Fatimah menunjuk salah seorang santriwati, rupanya dia adalah anak baru.
"Nama aku Aini teh," jawabnya.
"Oh iya Aini, maaf teteh lupa. Kalau kamu bawa ikan gorengnya yah." Fatimah nampak tersenyum malu.
"Naah sisanya beresin aula dan mempersiapkan semua keperluannya. Biar nasi teteh sama teh Nur yang bawa."
Beberapa santriwati yang tidak mendapat tugas membawa, keluar lebih dahulu hendak membereskan aula.
"Eh tunggu dulu, kalau udah selesai beresinnya nanti salah satu dari kalian kesini untuk memberitahu kami," tambah Nur.
Setelah mengatur semuanya Fatimah dan Nur membereskan sisa kegiatan memasak tadi dibantu dengan santriwati yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
SpiritüelDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...