Rabi'ah berjalan menyusuri jalan setapak, dikanan kirinya dikelilingi pohon ketapang dan pohon-pohon kecil lainnya, ada juga beberapa pohon kelapa yang tumbuh disekitar pohon ketapang. Ia merutuki perbuatannya tadi, emosi membuatnya menyakiti orang lain. Menyesal? Tentu saja Rabi'ah sangat menyesal. Apa yang diperbuatnya kali ini tidak benar, meski memang merekalah yang salah, namun tidak cara seperti itu juga bukan? Membalas setiap perlakuan tidak baik yang mereka lakukakan pada Rabi'ah. Ia yakin ibunya pasti akan marah, dan Rabi'ah harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Ia berjanji akan meminta maaf pada mereka karena telah berbuat kasar.
Tidak terasa, Rabi'ah akhirnya sampai dirumahnya. Ia berjalan kebelakan berniat mengandang kedua kambingnya. Perutnya juga sudah berteriak-teriak minta diisi.
"Ibu! ibu!"
Rabi'ah bejalan masuk, namun ia tak menemukan ibunya disana, Rabi'ah memutuskan untuk kedapur mungkin ibunya ada disana. Dan benar saja, ibunya tengah menyiapkan makanan.
Setelah selesai menyiapkan makanan. Zainab duduk disalah satu kursi.
"Ibu! aku lapar."
Rabi'ah mengusap-usap perutnya. Sejak tadi perutnya sudah berteriak-teriak minta diisi.
"Sini duduk! makan sama ibu."
Zainab menepuk-nepuk kursi disebelahnya memimta putrinya untuk duduk bersamanya.
"Oh iya bu! aku bawa ini, ibu suka tidak?"
Rabi'ah mengangsurkan kantong pelastik hitam yang ia bawa kepada ibunya.
"Apa ini Rabi'ah??" Tanya Zainab.
Saat pelastiknya dibuka nampaklah beberapa jambu mede yang ada didalamnya. Katong pelastik itu memang berisi jambu mede yang diambil Rabi'ah sewaktu dipadang rumput.
"Jambu mede bu, ibu suka tidak?"
"Darimana?" Tanya Zainab lagi. Ia menutup kembali pelastik itu lalu meletakannya di atas meja.
"Dari lapangan rumput itu lho bu, disana ada pohon jambu mede, sepertinya pohon itu nggak ada yang punya makannya aku ambil aja beberapa," terang Rabi'ah seraya mengambil piring dan menyendokkan nasi kepiringnya.
"Aku kira rasanya manis ternyata sepat, tadinya mau aku buang tapi sayang, makanya aku bawa pulang mungkin ibu suka tapi kalo ibu nggak suka, boleh ko dibuang."
Zainab tersenyum, ia sangat menyayangi Rabi'ah meski tingkah laku putrinya ini sering membuatnya kesal. Namun sekesal apapun ia pada putrinya, ia tidak bisa marah kepada Rabi'ah. Kadang ada saja tingkah Rabi'ah yang membuatnya geleng-geleng kepala.
Saat Rabi'ah akan menyendokkan nasi kemulutnya, suara gedoran pintu mengintrupsi kegiatan mereka. Ada-ada saja, padahal saat ini ia sangat lapar.
"Nanti ibu mau lihat dulu kedepan, kamu lanjutin aja makannya."
Zainab beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kedepan.
Rabi'ah melanjutkan makannya. Namun suara ribut dari luar membuatnya penasaran, apa yang terjadi? Ia pun menyusul ibunya kedepan. Saat sudah dekat hatinya terasa was-was.
"Naaah itu dia anaknya, yang sudah menempar anak saya."
Ibu-ibu yang membuat keributan itu berlari menuju Rabi'ah dan menjambak rambutnya. Rabi'ah memegangi kepalanya, seakan kapalanya itu mau copot akibat ulah si ibu-ibu itu.
Zainab yang melihat kejadian itu, langsung berlari kearah keduanya dan menghentikan kegiatan ibu-ibu itu. Bagaimana pun Rabi'ah adalah putrinya, saat ada orang yang menyakitinya ia akan dengan sigap melindungi. Senakal apa pun Rabi'ah, dia tetap putri kecilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
SpiritualDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...