Suasana pagi yang dingin seperti ini, membuat siapa saja pasti lebih memilih tidur lagi jika tidak memiliki kegiatan. Ini masih pukul enam pagi tapi Rabi'ah, Fatimah, dan Nur, sudah bergegas pergi kekampung sebelah berniat untuk ziarah kemakam Yai Umar- sebutan untuk salah seorang wali Allah yang hidup dikampung sebelah. Ini hari Jum'at dan sudah menjadi rutinitas bagi beberapa kampung menziarahi Wali Allah tersebut. Usai menyelesaikan tugas mereka dirumah, baik ibu-ibu atau anak muda akan berbondong-bondong pergi ziarah, khusus untuk perempuan saja. Ziarah ini akan dipimpin oleh anak cucu dari beliau yang masih hidup.
Dengan mata yang terkantuk-kantuk, Rabi'ah terus berjalan mengikuti langkah Fatimah dan Nur. Meski tadi sempat tersandung beberapa kali. Jika saja ia tidak dipaksa ikut pasti subuh ini Rabi'ah lebih memilih bergelung dengan selimutnya dipondok, mumpung hari Jum'at juga. Karena pada hari Jum'at semua kegiatan dipondok diliburkan.
"Teh masih jauh ya??" Keluh Rabi'ah. Rasa-rasanya sedari tadi mereka berjalan terus dan tidak sampai-sampai.
Bahkan dalam keadaan sedang jalan seperti ini, masih sempat-sempatnya Rabi'ah memejamkan mata. Duuh, memang luar biasa gadis yang bernama Rabi'ah ini.
"Sebentar lagi juga sampai," ucap Fatimah.
"Perasaan dari tadi sebentar lagi melulu tapi ko nggak nyampe-nyampe yah," sindir Rabi'ah yang sukses membuat Fatimah dan Nur terkekeh.
Malihat tampang Rabi'ah yang menurut Nur tidak berwibawa itu, sungguh mengundang tawa. Dengan mata yang merem melek dan bibir yang manyun beberapa senti. Mungkin kalau sedang berada dipondok Nur akan mengerjainya berhubung mereka sedang ada ditempat umum rasanya tak pantas.
"Keadaan ibu kamu gimana Nur?? Apa sudah baikan??" Tanya Fatimah mengabaikan Rabi'ah dengan ekspresi konyolnya.
Jika melihat Rabi'ah rasanya ia ingin tertawa. Makanya dengan segera Fatimah memalingkan wajahnya dan fokus berbicara dengan Nur.
"Alhamdulillah udah baikan Fat."
Ada guratan ketidaknyamanan yang berusaha Nur sembunyikan, namun Fatimah tidak bisa dibohongi. Ada sesuatu yang tidak beres dengan keadaan Nur saat ini.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Fatimah. Berusaha mengorek informasi yang hanya dibalas dengan diam oleh Nur.
Tingkah laku Nur ini semakin membuat Fatimah yakin bahwa sahabatnya ini sedang tidak baik-baik saja. Ingin bertanya lagi, tapi Fatimah Ragu. Mungkin belum saatnya Nur menceritakan semuanya. Toh, nanti juga dia akan cerita dengan sendirinya jika memang Nur sudah menganggap Fatimah sahabatnya. Bukankah sahabat adalah tempat untuk berbagi?? Baik kisah duka atau pun suka.
Mereka bertiga berjalan dalam diam. Rabi'ah dengan rasa kantuknya. Fatimah dengan rasa ingin tahunya akan keadaan Nur. Dan Nur dengan rasa tidak nyamannya yang mungkin belum saatnya ia bercerita pada sahabat-sahabatnya.
Fatimah teringat kisah tentang Yai Umar ini. Karena ustadzah Aisyah juga sering menceritakannya meski tidak detai sekali. Konon katanya, walaupun seorang wali Allah namun Yai Umar sering bertingkah laku tidak sewajarnya, bahkan kadang bertingkah laku layaknya orang gila. Sampai pada suatu ketika ada seorang pemuda-sebut saja namanya KH Sanwani yang mendengar kabar tentang Yai Umar ini. Sontak saja beliau tidak langsung percaya. Dikarenakan KH Sanwani adalah orang yang berilmu. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk berkunjuk kerumah Yai Umar berniat untuk menguji keilmuan Yai Umar dan membuktikan tentang kebenaran kabar tersebut, namun saat sampai didepan pintu rumah dan hendak mengetuk pintu, KH Sanwani muda dibuat terdiam saat disambut sebuah suara dari dalam rumah; "Kamu datang mau menjajal ilmu, anak muda! Sesungguhnya ilmu itu bukanlah dari apa yang dipelajari tapi apa yang diamalkam," Kurang lebihnya kalimat itulah yang menyambut kedatangnya. Setelah, membuktikan keluarbiasaan Yai Umar akhirnya KH Sanwani memutuskan untuk berguru pada Yai Umar.
Hanya sebatas itulah yang Fatimah ketahui tentang Wali Allah tersebut. Nama Yai Umar tidak asing lagi dikalangan masyarakat Tanara terutama kampung Rancalang, yang sekaligus tempat persemayaman terakhir Yai Umar.
Dan yang paling membuat Fatimah bersyukur adalah ia hidup ditempat dimana banyak orang-orang berilmu disekitarnya.
Memang benar, jika orang berilmu wafat, mereka akan tetap hidup dihati masyarakat namun jika orang bodoh, jangankan meninggalnya, selagi hidupnya saja tidak ada gunanya tak ubahnya seperti seonggok sampah yang berserakan ditanah.
Hidup adalah pilihan, dimana kita harus memilih. Menjadi orang baik atau orang jahat? Namun dizaman sekarang ini yang banyak kita temukan adalah orang jahat yang berpura-pura menjadi baik. Mau menjadi orang baik atau orang jahat itu semua hak setiap manusia. Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk menjadi baik atau pun jahat. Toh, apapun yang mereka lakukan, itulah yang akan mereka tuai dan pertanggung jawabkan.
Akhirnya mereka sampai juga kemakam Yai Umar. Berjalan masuk kedalam pemakaman yang sudah dibangun menjadi tempat yang nyaman untuk berziarah. Mungkin bagi Nur dan Fatimah tempat ini tidak asing karena mereka berdua sudah sering kesini namun bagi Rabi'ah semuanya terasa baru sekali.
Ibu-ibu dan beberapa remaja sudah mulai berdatangan dan memenuhi tempat ziarah. Saat yang memimpin ziarah datang, barulah dimulai kegiatan membaca doanya, yang Rabi'ah sama sekali tidak mengerti doa apa yang mereka baca? Namun ia dengan baik mendengarkan setiap lantunan doa.
Awal mereka bertiga sampai, rasa kantuk Rabi'ah menghilang berganting dengan rasa semangat namun saat ditengah-tengah acara rasa kantuk itu singgap kembali pada Rabi'ah. Alhasil ia memilih duduk dipojok belakang agar ia bisa memejamkan matanya. Ah ada-ada saja Rabi'ah ini.
Setelah kurang lebih satu jam setengah, akhirnya kegiatan ziarah selesai dan mereka memutuskan untuk kembali kepondok.
"Kamu mah bukan ziarah tapi tidur."
Rabi'ah hanya nyengir saat Fatimah mengejeknya. Apa Rabi'ah marah?? Tentu saja tidak, memang kebenarannya ia tidur bukan?? Lalu apa yang membuatnya marah??
"Tau tuh," tambah Nur.
"Aku ngantuk tau teh. Ah kalian mah tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan." Rabi'ah mulai mendrama dengan menampakan wajah sok teraniyaya yang malah membuat Fatimah dan Nur ingin muntah.
"Lebay." Fatimah menoyor kepala Rabi'ah yang dibalas aduhan.
Mereka berjalan menyusuri jalanan yang tadi pagi mereka lewati. Jika tadi pagi mereka ditemani segarnya embun saat diperjalanan, namun sekarang perjalanan mereka ditemani dengan sengatan matahari yang sudah mulai meninggi.
"Ya ampuuun, bisa hitam bajuku jika sinar matahari segini panasnya," celetuk Rabi'ah.
Fatimah geleng-geleng kepala mendengar ucapan absurd Rabi'ah. Mana mungkin baju Rabi'ah yang berwarna hijau itu mendadak berubah menjadi hitam.
"Bisa gila aku, kalo terus-terus dengerin ocehan si Rabi'ah." Nur menoel lengan Fatimah meminta dukungan.
"Iya bener," tambah Fatimah.
Rabi'ah tertawa mendengar ucapan keduanya. Dan benar bahagia itu sederhana, saat melihat orang yang kita sayangi bahagia kita turut bahagia. Memang sederhana namun terasa berharga.
***
Tentang Yai Umar itu memang benar adanya. Beliau adalah wali Allah yang zaman dulu hidup di kampung saya 😊 sebenarnya masih banyak kisah tentang beliau tapi hanya itu saja yang bisa saya ceritakan.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
SpirituálníDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...