Part 7

124 13 0
                                    

"Rabi'ah tolong belikan garam," ucap Zainab meminta tolong pada putrinya.

"Iya bu."

Rabi'ah menghentikan kegiatannya. Lalu bergegas pergi kewarung. Ia berjalan seraya bersenandung ria.

"Teh beli garam," ucap Rabi'ah saat sudah sampai diwarung teh Marni.

"Tau nggak ibu-ibu. Noh anaknya si Zainab nyolong buah mangga punya saya," ucap ibu-ibu yang tidak lama ini datang kerumahnya karena masalah buah mangga.

Ia masih ingat saat sore-sore ibu itu marah-marah dirumahnya. Karena memang kejadianya tidak lama ini. Ibu-ibu pelit menurut Rabi'ah. Memberikan dua buah mangga saja dia enggan eh malah marah-marah sama seorang nenek-nenek yang meminta buah itu. Bukan Rabi'ah ingin menjadi pahlawan kesiangan tapi ia hanya berniat menolong, meski yaa caranya salah.

"Udah biasa juga dia cari-cari masalah," tambah ibu-ibu disebelahnya yang sedang memilih-milih sayuran.

Tak heran namanya juga ibu-ibu. Paling suka gosipin orang lain. Tapi tidak semua ibu-ibu seperti itu ko. Ibunya tidak pernah berbuat seperti itu.

Rabi'ah yang sedang jadi bahan perbincangan, hanya mampu diam menahan kekesalan. Rasanya ingin sekali menyumpal mulut ibu-ibu itu satu persatu.

Tapi ingatkah? Kita hanya memiliki dua tangan, tak akan mampu menutup mulut sampah mereka. Lebih baik kita gunakan tangan kita untuk menutup telinga kita rapat-rapat dari ocehan yang tak berfaedah.

"Nih Rabi'ah garamnya."

Teh Marni menyerahkan garam itu, tanpa basa basi Rabi'ah langsung mengambilnya dan memberikan uang lalu pergi. Tak ingin lama-lama berada disana, karena tak akan baik untuk kesehatan telinganya.

Orang-orang hanya mampu berkomentar ini itu tanpa ingin tahu sebab Rabi'ah berbuat seperti itu. Seakan-akan, hanya keburukanlah yang terpapar jelas pada diri Rabi'ah. Bahkan sisi baik yang ada padanya seolah tak terlihat.

Mereka sangat berisik mendongenkan semua tentang dirinya. Padahal kalau difikir-fikir apa keuntungannya? Tidak ada. Tapi mereka seolah-olah berlomba mendongengkan setiap keburukan orang. Sampai lupa akan keburukan diri sendiri karena terlalu sibuk mengorek keburukan orang lain.

Orang yang membeber-beberkan keburukan orang lain pada dasarnya dia lebih buruk dari kita, dia berbuat seperti itu karena dia tidak ingin keburukannya terungkap. Dan cara yang paling baik membalasnya ialah dengan diam, karena diam bukan berarti takut atau kalah. Melainkan diam adalah cara orang-orang bijak menghadapi manusia bermulut sampah. Yang apabila mulutnya terbuka, hanya keburukan orang lainlah yang terucap.

"Nih bu garamnya."

Rabi'ah menyerahkan garamnya. Ia berjalan menuju meja makan dan duduk disana.

"Dateng-dateng muka ditekuk kaya gitu, emang kenapa?"

Zainab membuka bungkus garam itu kemudian menuangkannya ketemat garam.

"Aku lagi sebel bu."

Rabi'ah menekuk kedua tangannya didepan dada, bibirnya pun mengerucut. Melihat seperti itu Zainab hanya geleng-geleng kepala. Ada-ada saja, pikirnya.

"Tadi, waktu aku diwarung ibu-ibu pada sibuk ngomongin aku, kaya nggak ada kerjaan aja."

Rabi'ah sangat kesal dengan kejadian yang baru saja ia alami. Mereka seperti orang yang sangat sempurna yang tidak pernah melakukan kesalahan. Hingga menghina-hina orang lain dan membeber-beberkan keburukan orang lain seolah-olah ia tidak memiliki keburukan dalam hidupnya.

"Itu hak mereka mau berbicara apa. Karena apa yang mereka bicarakan, mereka yang akan mempertanggung jawabkan. Jadi kita tidak usah mengotori mulut kita hanya untuk membalas ucapan mereka," ucap Zainab disela-sela kegiatannya.

Mahabbah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang