Malam ini kegelisahan menyelimuti hati Rabi'ah. Apakah kegelisahan ini karena lelaki siang tadi? Rasanya bukan. Ini berbeda. Ia merasa tak enak hati tapi Rabi'ah tidak tahu apa penyebabnya.
"Rabi'ah! Tunggu teteh mau manggil Nur dulu," ucap Fatimah yang hanya dibalas anggukan oleh Rabi'ah.
Fatimah masuk kedalam kamar sedangkan Rabi'ah berada duduk diluar kamar dengan menggengam kitab ditangannya. Malam ini mereka akan mengaji namun tidak biasanya Nur terlambat.
Rabi'ah mendongakkan kepalanya kelangit, bintang bersinar begitu mencolok malam ini. Sangat indah. Seperti berlian yang tersebar dan berkelap-kelip. Membuat siapa saja yang memandang akan terkagum-kagum akan kecantikan mereka. Bahkan bulan pun tidak ingin kalah, dengan gagahnya ia ikut menghiasi langit. Bulan purnama yang tidak kalah elok menghiasi malam bersama taburan bintang disekelilingnya. Ciptaan Allah yang sangat sempurna.
Saat bulan purnama tiba, Rabi'ah dan ibunya akan tiduran dibale depan rumah mereka, menyaksikan ciptaan Allah yang tidak ada duanya.
"Ahhh ibu! Sedang apa kau sekarang? Aku merindukanmu bu!" Gumam Rabi'ah lirih, didalam kalimatnya terdapat jutaan kesedihan yang sangat mendalam dihatinya.
Rabi'ah menundukan kepalanya, ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisan yang memaksa keluar, hingga membuat bahunya ikut bergetar.
Rindu yang dirasakannya begitu menyiksa. Bahkan kelopak matanya pun sudah tidak sanggup menahan air mata yang berusaha menerobos. Isakan yang terdengar begitu menyayat hati kini keluar begitu saja.
"Rabi'ah!" Panggil Fatimah.
Dengan cepat Rabi'ah menghapus air matanya. Fatimah dan Nur duduk disamping Rabi'ah. Mereka curiga sepertinya ada yang tidak beres.
"Kau kenapa?" Tanya Fatimah seraya menglus punggung Rabi'ah dengan lembut.
"Apa ada masalah?" Tambah Nur.
"Nggak ada teh." Rabi'ah berusaha mengahpus jejak kesedihan diwajahnya dengan senyuman namun semua itu tidak mampu membuat Fatimah dan Nur tertipu.
"Yakin?" Fatimah masih meragukan ucapan Rabi'ah.
"Iya teteh teteh ku," ia tersenyum kepada keduanya, "ya udah yu kita keaula, takut ketinggalan ngajinya."
Rabi'ah bangkit dari duduknya diikuti oleh Fatimah dan Nur. Lalu beriringan pergi keaula.
Fatimah masih penasaran, apa yang membuat adiknya ini begitu sedih? Fatimah sudah menganggap Rabi'ah seperti adik kandungnya sendiri.
Rabi'ah tidak banyak bicara saat ini, ia lebih banya diam. Bahkan diaula pun ia hanya diam saja. Semua itu semakin membuat Fatimah penasaran.
"Jika ada masalah ceritakan saja, kita sudah seperti saudara bukan!" Fatimah berusaha membujuk Rabi'ah. Karena ia tidak ingin melihat Rabi'ah seperti ini. Fatimah lebih suka Rabi'ah yang cerewed tapi polos dari pada Rabi'ah yang pendiam seperti ini.
Rabi'ah tersenyum, "nggak ada yang perlu diceritain teh," ia berusaha meyakini Fatimah.
"Assalamu'alaikum." Ucap ustadzah Aisyah yang baru datang.
"Wa'alaikumussalam," jawab para santriwati kompak.
Rabi'ah menghela nafas lega, karena ia terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Fatimah.
Ustadzah Aisyah membuka kitabnya setelah duduk, diikuti oleh semua santriwati termasuk Rabi'ah dan Fatimah.
"Kita mulai yah ngajinya," ucap ustadzah Aisyah seraya mencari halaman yang akan diaji malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah (Revisi)
EspiritualDarimu aku belajar satu hal, yaitu cinta. "Jika Rabi'ah Adawiyah dimasa lalu, menghabiskan hidupnya untuk beribadah kerena kecintaannya kepada Allah. Maka aku, Rabi'ah Adawiyah dimasa sekarang ingin menghabiskan hidupku untuk berbakti kepada kedua o...