Narasi 1

3.2K 48 3
                                    

Kamu adalah bagian dari deskripsi yang sampai detik ini enggan untuk ku perpanjang dalam bait-bait kalimat. Suatu ketika, di senja yang merona, di bibir tebal hitam, asap rokok itu mengepul. Jari manismu menggenggam erat arabela, nama dari gitar kecil kesayanganmu yang kau jadikan tumpuan keresahanmu.

Untungnya, arabela tak suka mengadu. Bayangkan saja jika dia mengadu, misalnya, pada aku, tentang bagaimana keresahanmu dulu, saat tiba-tiba wanita yang kau puja, wanita yang kau cinta, adalah pengayam dusta yang mahir. 5 tahun ia sembunyikan diri atas nama cinta denganmu, dan selama dua tahun dia sembunyikan diri atas nama cintanya dengan sahabatmu di belakangmu.

Bayangkan saja, jika arabela mengadu padaku, tentang bagaimana diam-diam kamu merutuki diri atas kejadian yang menimpamu saat itu. kau bahkan sempat berfikir bahwa duniamu sudah mati. kau bahkan menjadi penyendiri yang hebat. kau menjadi bahan bahasan ibu bapakmu, atas kecemasan mereka akan kendali dirimu.

Bayangkan saja, jika arabela juga mengadu padaku, tentang bagaimana cintanya kamu pada wanita itu. yang untuk melupakannya saja, kamu masih tak mampu, selang dua tahun, kamu menemukanku. Diujung sayup-sayup kegelisahanmu menunggu senja di telaga tua itu. Kamu memperkenalkan diri bukan atas kemauanmu, tapi atas kemauanku.

"Bagi permen frozznya"

Eh tong, lu siapa main minta-minta permen gue.

Bodo amat tong lu mau mikir apa, habisan muke lu udeh kaya baju lecek berminggu-minggu kagak disetlike.

Tanpa banyak pengelakan, kamu mengeluarkan isi permen frozz dari wadahnya, dan aku dengan sikap kanak-kanakku, berbahagia menerima permen itu darimu. Terimakasih, mas mas yang mau ngasih aku permen.

Pertemuan itu, adalah cambuk bagi pertemuan berikutnya. Candu bagi kejadian langka berikutnya. Dan itulah kamu.

Y!

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang