Kita berdua 'damai'

280 7 3
                                    

Ternyata membuatmu menyadari akan perpisahan bukanlah hal mudah. Dua tahun kita bersama. Dua tahun menjalani kisah, bernyanyi, berdansa, menyapa, berbahagia, lantas terluka. Akhir-akhir ini aku lebih mencintai sosokmu sebagai pria yang dewasa. Aku kembali menemukan betapa kamu sudah berdamai dengan waktu dan keadaan, Yaa meskipun aku tau menerima tidak akan pernah menjadi semudah itu bagimu.

"Nad, jika esok kamu menikah, jangan kirimi aku undangan. Aku tidak sekuat itu, Nad"

Tiba-tiba pesan itu masuk di ruang obrolan kita yang memang sengaja tidak pernah ku bersihkan atau ku akhiri. Bukan karena aku tidak menghargai siapa-siapa yang ada di sekelilingku hari ini. Namun, aku hanya memiliki itu jika suatu hari nanti aku rindu. Rindu akan kebodohan-kebodohan yang memang kerap datang dan menggelayuti mata. Ingat ya, kadang kita tidak bisa lupa akan orang-orang yang pernah kita sayangi, bukan karena kita tidak ingin move on, namun salah satu jalur syaraf kita sudah menyimpan banyak kenangan bersama orang tersebut. Kita tidak akan pernah lupa dengan siapapun orang yang pernah hadir dan membersamai kita. Sebab, di alam bawah sadar kita, kenangan sudah terpatri perlahan-lahan dan pasti.

"Iya, aku tidak akan mengirimkan undangan pernikahanku, seperti permintaanmu".

Setelah lama kami mengulik kesalahan demi kesalahan di ruang obrolan dengan emoticon tertawa terbahak-bahak atau menangis atau bahkan dengan sedikit emoticon manis. Sesungguhnya kami sedang sama-sama menelan betapa kami merasakan hal kosong dan pahit dalam hati kami. "Aku tahu, mas. Mungkin di sana kamu sedang tersenyum getir".

Tidak ada perpisahan yang benar-benar dipersiapkan. Kami pun tak sesiap itu menyudahi apa yang sudah kami mulai. Namun, katanya aku berambisi. Aku harus menargetkan apapun untuk bisa terjadi. Hai. Kamu tidak benar jika berkata aku berambisi menikah, keinginan menikah itu wajar dimiliki siapapun, sekalipun dengan ku yang sudah mulai berumur matang-matangnya.

Malam itu kami berceloteh. Saya merasakan kehangatan kembali. Dia hangat. Itu artinya dia sudah menerima, bahwa jalan kami berbeda, meskipun sesekali dia mengumpat dalam hati atau malah memaki karena ingin saya kembali. Bagiku, kita sudah berdamai. Apapun alasannya, kita harus berdamai. Memberikan kebahagiaan dan senyuman untuk mengantarkan masa lalu kita dalam kehidupan yang lebih baik, sekalipun tidak dengan kita lagi.

Kuncinya, kami harus benar-benar berdamai dengan apapun yang sudah terjadi. Baik buruk pun kami harus terima dan jalani. Tidak ada hal yang patut untuk disesali, karena setiap perjalanan memberi kita ruang menjadi dewasa yang semestinya.

Terimakasih mas, semoga semesta mengamini doaku untukmu.


-DUH. SEDIH SEBENERNYA HARUS UDAHAN CERITA. TAPI, ANW KALO SAYA TERUSIN NGGA ADA KELARNYA. HEHE. AMBIL HAL-HAL YANG MEMANG PATUT UNTUK DIAMBIL YA--

Salam berbahagia selalu untuk semua yang pernah baca cerita ini. Semoga cerita hidup dan perjalanan kalian lebih baik dari yang saya, atau kami jalani. :)

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang