4 November

199 3 0
                                    

Hai.
Kamu.
Aku bahagia.
Sebulan lebih sedikit telah berlalu.
Melihatmu kembali menjalani hidup yang baik-baik saja tanpa aku.
Aku turut senang.
Setidaknya, meski bukan denganku. Atau masih dengan kesendirianmu. Kamu sehat.
Baik.
Dan bisa berkumpul dengan orang-orang di sekelilingmu.

Tidak ada yang lebih menyenangkan, selain melihat apa yang paling kita sayangi, berbahagia.

Merasa kehilangan itu pasti.
Ketiadaan pertemuan kembali tidak semudah yang dibayangkan.
Aku masih merajut tali-tali waktu.
Untuk menutup bagaimana kita.

Malam ini, aku merasa gagal.
Sudah berhari-hari.
Berminggu-minggu.
Aku menguatkan diri.

Aku menguatkan langkah kecil dari kaki ku.
Untuk tidak menengok kamu.
Bisakah?
Bisa.

Tapi tidak.
Tidak selalu bisa.
Masih kepayahan aku berada di bayang-bayangmu.
Tanganmu.
Kakimu.
Wajahmu.
Tubuhmu.
Dan hembusan nafasmu.
Atau bahkan dengan aroma tubuhmu.

Aku selalu menggeliat, berjalan menjauh ketika berpapasan dengan orang yang menggunakan parfum menyamaimu.
Aku selalu rersenyum dan memilih diam ketika ada yang menanyakan bagaimana kamu. Tidakkah mereka tahu? Bahwa aku masih berusaha. Sedang berusaha menjauhimu.

Lantas ada dari mereka yang menanyakan wajahmu. Terpaksa harus ku bongkar file demi file dan aku gagal menemukanmu. Sebab disana masihlah sama. Rapih. Ada wajahmu, dan wajahku.

Mereka mempersulit lajur langkahku.
Dan malam ini, aku tersungkur.
Jatuh.
Padamu.

Namun, dengan menyentuh dinding yang semakin dingin.
Aku sadar.
Rinduku hanya akan menguar.
Hanya akan membekas di diriku.
Tak lagi bisa ku sampaikan, kepada kamu.

Sehatlah.
😊

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang