Narasi 10 "Sebuah narasi kue ulang tahun"

517 3 0
                                    


Mungkin kita kala itu bisa saja berkata "bosan dengan kabut", "susah hidup di sini", "aku rindu junk food", "di sini hujan". sadarkah kamu? Ketika pada akhirnya, suasana yang jauh dari keramaian, sejuk, pagi-pagi hujan, pagi-pagi kabut, jam 2 siang kabut, saat senja jarang menemukan sunrise, tidak ada jaringan internet, mencuci baju tidak bisa kering cepat, pagi-pagi ke pasar, mengajar ngaji adik-adik TPA, melalui jalanan "tak layak", dan banyak hal lainnya adalah hal yang ku rindukan, karena di setiap perputaran waktu, di sana ada kamu. Sedangkan di kota ku kini, ramai, segala bentuk kebutuhan "tersedia". tapi, tidak ada kamu di dalamnya.

Terima kasih, karena telah menjadi pria yang sangat baik. Membantuku untuk selalu berbelanja ke pasar tradisional yang jaraknya hampir satu setengah jam. Kita selalu menerjang kabut, jalanan sepi, dan dinginnya hari. Selalu menikmati bakso beserta kuahnya, saat kita benar-benar sudah kelelahan untuk kembali ke "rumah itu".

Seperti siang itu, saat kita harus berbelanja bahan kue bolu dan segala pernak perniknya untuk membuat kue ulang tahun seorang anak kecil, yang kala itu masih PAUD. Kita harus pergi lebih awal, agar tidak terguyur hujan sepanjang jalan. Pinus-pinus menari-nari, menyeringai hebat mengiringi perjalanan kita. kamu, asyik mengekor untuk tidak melepaskan pegangan tanganmu di jaketku. Apa aku biasa saja? Sungguh tidak, itu bodoh. Tapi ku biarkan saja begitu, aku suka.

Seselesainya berbelanja, Tuhan memang meminta kita menikmati hujan, belum juga pukul 2. Hujan sudah turun dengan lebat, yang memaksa kita menunda kepulangan dan hanya berteduh di sebuah warung. Ajaibnya, hujan dan angin sedang berkolaborasi menciptakan dingin, dan kamu, justru menyodorkan "corneto" coklat itu ke hidungku. Kamu sungguh bodoh. Berkali-kali mataku menghujat kebodohanmu. Namun, kamu dengan tulus hanya mengerling dan berkata "Perbaiki moodmu"

Pria ini, sungguh.

kita beranjak pulang, meninggalkan sisa-sisa tawa di warung itu. Sampai pada akhirnya, kabut tebal mendadak menutup pandangmu. Dan jalanan licin itu membuatmu hampir hilang kendali, yang pada akhirnya membuatku harus merangkulkan tangan dan merapat di bahumu. Ku kira kita sudah jatuh. Sayangnya, kamu masih mempertahankan diri. syahdu bukan? tidak, itu tidak syahdu saat ini.

Kala itu, ibu si anak kecil itu turut andil dalam pembuatan kue. Hanya membuat kuenya saja. Selebihnya? kita. Kita dengan senang hati membuat kue bolu bulat itu menjadi berbentuk mobil "mac mequin". Sayangnya semua butuh waktu. Sembari kamu membuat bentuk mobil itu, aku menghias kue yang lain, yang kita gunakan sebagai perayaan ulang tahunnya malam itu. Waktu berlalu, dan yang selesai hanya hiasan kue ku. perayaan ulang tahun berlangsung. Seselesainya, kita kembali berhamburan ke dapur. Pukul 03.00 dini hari, semua selesai. dengan wajahku yang sungguh belepotan cream akibat kerusuhanmu, dan juga tanganku yang penuh pewarna. Kita pulang, berjalan kaki, menikmati dini hari di desa itu. Sampai di rumah itu, kita berkemas istirahat.

Demi apapun, pagi datang lebih cepat, dan kamu sudah di ambang pintu kamar itu. "Mau bawa kuenya ke sekolah?"

Kalimatmu itu sungguh, membuatku bangun terburu-buru, dan hanya dengan cuci muka gosok gigi, tanpa mengganti baju tidurku, aku berhamburan mengikuti langkahmu. Kamu melihatku begitu berantakan, tapi, kamu menatapku dengan senyum tanpa kekesalan. Kita, membawa kue itu, ke sekolah si anak.

Sampai akhirnya, hiasan itu tiba-tiba rusak di depan mataku akibat ulah bocah gembul yang tiba-tiba melayangkan tangannya ke kue itu. Mataku memerah, dan segera kamu mengambil kue itu untuk kau letakkan. "Tak apa, kue itu juga nantinya akan dipotong dan dimakan, jangan sedih, nanti kita buat lagi"

Setiap yang keluar dari mulutmu kala itu, adalah sumber penenang, Dan kamu adalah pemenang yang datang tanpa meminta kesiapanku akan dirimu. 


Postingan ini sungguh meragukan mau di post atau tidak. :')

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang