Narasi 8

340 5 0
                                    

Sajak-sajak tentangmu, adalah sajak-sajak berbaris yang enggan menuai titik. Sajak-sajak yang mulai enggan untuk mengubah kata menjadi sekuel kalimat dan cerita. Sebab, sajak-sajak tentangmu hanyalah sajak-sajak penggalan yang sudah tertinggal. Menghubungkannya? Jangankan berfikir untuk menghubungkan, untuk sekedar kembali menulis a saja sudah tak bisa terfikirkan.

Takdir memang kadang tanpa malu-malu membuat kita tak tahu malu. Mengusangkan waktu lantas pergi menanam rindu.

Apa yang membuatmu begitu menurut padaku? rasa? suka? cinta? Sampai-sampai, kegiatan yang kala itu tak kamu suka pun jadi suka kau jalani. Di atas jalan bebatuan itu, kamu mengendarai motor bebek kesayanganku. Untuk menyelamatkanku dari lelahnya jalan menanjak di pedesaan itu, kamu rela, untuk bisa mempertahankan getaran hebat akibat bebatuan yang menumpuk tak rata untuk tetap pegang kendali motor itu.

"Aku turun saja, dan akan jalan bersama adik-adik TPA"

Kamu hanya melihatku, tak sempat berbicara, kamu mengencangkan pegangan tanganku di pinggangmu. Tidak sempat untuk menolak, sebab kamu segera menarik kendali motor dan berlalu. Ada rasa takut saat kita harus berkali-kali melewati jalan itu setiap seminggu dua tiga kali. Namun, kamu selalu percaya, ada badai, hujan, atau terik, jalanan itu masih bisa kita lewati. Padahal samping kanan dan kiri adalah lembah kematian, jurang namanya.

Kamu, selalu meyakinkanku, bahwa kamu bisa membawaku sampai atas. Pun begitu ketika turun, terpaksa kamu harus menahan berat tubuhku agar tak merosot dan jatuh. Fokusmu harus benar-benar teruji. Meski almamater kita basah, kamu tetap yakin, akan baik-baik saja memboncengku sampai atas.

Ceria? Ya. setiap kepulangan kita dari surau yang bahkan kondisinya saja sulit ku pahami, sulitnya air untuk berwudhu, kotornya lantai, namun di sana selalu banyak tangan yang menunggu kedatangan kita untuk sama-sama belajar, Desa Tempel. Di sana lah perjuangan kita, yang selalu berakhir suka akibat kepulangan kita selalu diiringi lari-larian anak-anak seusai mengaji. Mereka dengan gesit berlarian menuju puncak, sedangkan kita yang saat itu naik motor, hanya bisa tertawa dan fokus pada jalanan.

Wahai pria ku, kala itu, kamu sungguh menjadi kamuyang berubah. Demi memenuhi rengekanku untuk selalu datang ke surau, kamuselalu mau mengalahkan malas, mau mengalahkan lelah, mau mengalahkan ragamaktivitasmu yang lebih mengasyikan. Terimakasih, atas sepenggal pembelajaranbersama di Desa Tempel 2016 silam. Darimu, aku belajar percaya dan keyakinan.Sederhana memang, namun itu begitu manis untuk sekedar diingat. 

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang