Narasi 11 Aku tak ingin kamu terancam

322 5 0
                                    


Datangnya sakit, adalah datang yang tanpa permintaan dan persiapan. Sama seperti rasa yang ada di hati, tanpa kita minta, tanpa kita siapkan, namun Tuhan selalu merencanakannya dengan cara-cara yang bahkan tidak pernah kita pikir sebelumnya.

Aku tak ingin kamu terancam, terutama tubuhmu. Jika kamu terancam, bagaimana bisa kamu kembali melihat sipitnya mataku akibat gelak tawa yang keluar dari mulutku karena perilaku bodohmu? Sungguh, aku tak suka kamu terancam.

Seperti pagi itu, kamu bilang pinggangmu sakit. Tapi, tanganku dengan tanggap mulai melacak suhu tubuhmu. Kamu demam. Kamu bilang, tak mau ke rumah sakit, tak suka bertemu dokter, tak suka bau obat, sebab dulu kamu sudah hampir "kehilangan diri" di rumah sakit, itu membuatmu trauma. Dan aku sungguh tak bisa melihatmu begini.

Air putih hangat, sarapan bubur, sudah ku siapkan. Namun, untuk menyentuhnya saja kamu enggan. Lantas bagaimana mungkin aku diam saja? Ku bujuk kamu, seperti rengekan anak kecil yang berharap dibelikan balon "doraemon" namun ditolak mentah-mentah. Ku ulang berkali-kali. Kuyakinkan dirimu, ada aku disana, dan tidak sedetikpun meninggalkanmu. Dengan berbagai cara, sungguh kamu membuatku frustasi. Sampai pada akhirnya, hanya dengan duduk di hadapanmu, tanpa meminta, ku usap keningmu berkali-kali, dan kamu secara sadar melihat kekhawatiran di mataku, kamu menangkap tangan itu, tangan kecil yang berharap bisa membantumu. "Kita ke puskesmas, jangan jauh-jauh"

Tanpa aba-aba aku bergegas mengambilkanmu jaket, dan celana panjang untuk kau kenakan. Aku menyalakan mesin motor, dan kamu? Hanya linglung berjalan perlahan, aku menahan dirimu, yang sungguh jauh lebih tinggi dibandingkan aku. Apa itu berat? tidak, sungguh tidak. Aku pegang kemudi, dan kamu menikmati dudukmu di kursi penumpang.

"Dia demam, pinggangnya sakit"

Dan sungguh demi aku yang mulai sayang padamu kala itu, kamu menarik tanganku, dan aku harus turut masuk ke ruang pemeriksaan, harus duduk di sebelah mu, harus melihatmu meringis karena rasa takutmu. Dan semua kamu lakukan, demi membuang kekhawatiran di wajahku.

Pemeriksaan berlalu dengan cepat, aku menebus obat. Kita kembali ke rumah itu. Sesaat setelah kamu duduk dan ku beri selimut, kamu menarik tanganku.

"Beri aku hadiah, sop hangat"

Permintaanmu kala itu, adalah yang ku rindukan hari ini. Sudah tidak ada lagi yang selalu merengek meminta "sop".

Dengan rasa yang tumbuh, kamu adalah yang paling tangguh, merubah ketakutan dengan kekuatan, merubah kebodohan dengan ketenangan, dan merubah kekhawatiran dengan kelegaan. jangan lupa semangkuk sop hangat kesukaanmu adalah salah satu saksi kecintaanku padamu, dan kesayanganmu padaku. Apa hari ini kamu sudah memakan "sop" hangat dari tangan perempuan lain? Aku rasa itu akan menjadi pedih tak berkesudahan. 

Narasi Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang