Chapter 1

20.3K 1K 200
                                    

Conrad Eleven memandangi bangunan megah bertingkat lima puluh di hadapannya tanpa minat. Royal Spade Casino berdiri dilatarbelakangi langit gelap dengan lampu-lampu sorot menyinari tiang-tiang berarsitektur yunani dari bawah. Di tengah-tengah gedung, tepat di atas pintu masuk otomatis, sebuah logo berbentuk sekop merah tampak mencolok diapit oleh tulisan tegak bersambung yang elegan. Makin ke atas, arsitekturnya berubah menjadi lebih modern tapi tetap mempertahankan gaya yunani, sebuah bangunan pencakar langit dengan cahaya dari lampu mempertegas garis-garis batuan putih, membingkai puluhan jendela. Sebuah kompleks yang mencakup kasino, hotel bintang lima, resort, mall, dan apartemen. Eleven tidak terlalu terkesan. Baginya itu hanya monumen yang menonjolkan kesombongan manusia dan tempat menghamburkan uang.

Pria tegap itu menghela napas lelah. Dia tidak punya pilihan, pekerjaannya membawa Eleven memasuki tempat paling mewah sekaligus menelusuri gang-gang kumuh. Sisi binatang manusia tidak memilih tempat atau waktu untuk menunjukkan kebuasannya. Pukul dua dini hari, dia dibangunkan oleh dering telepon. Permintaan dari komisaris polisi, atas desakan walikota yang meminta detektif terbaik menangani kasus penembakan salah satu donatur kampanye, sekaligus teman pemimpin kota tersebut.

Politik.

Pria dengan tinggi dua meter itu menghela napas untuk kesekian kalinya, merasa bahwa dirinya tidaklah benar-benar diandalkan. Jika memang walikota meminta detektif terbaik, pasti salah satu seniornya diutus, bukan seseorang yang belum genap dua tahun memegang lencana detektif.

Tapi tingkat keberhasilannya memecahkan kasus lebih dari delapan puluh persen.

Sebuah suara dalam benaknya membela, membuat pria berambut coklat masai itu tersenyum tipis. Dia sudah melakukan pekerjaannya dengan baik dan dia berniat meneruskannya dengan memecahkan kasus ini. Persetan dengan politik.

"Eleven, ada apa?" Seorang pria berkacamata dengan rambut hitam kebiruan menepuk bahunya.

"Tidak ada apa-apa, Kelana." Eleven tersenyum samar pada partnernya sambil berjalan masuk. "Menurutmu, ini akan menjadi kasus seperti apa?"

Kelana memperbaiki letak kacamatanya. Pria keturunan Cina dan Melayu tersebut berusaha mengingat laporan yang dia terima. "Percobaan pembunuhan. Penembakan di tempat ramai, hanya mengincar Viscount Spade lalu pelakunya kabur. Mungkin Tuan Spade memiliki rekan bisnis yang tidak puas dengan kesepakatan mereka. Lagipula lahan bermainnya tidak bisa dibilang bersih."

"Ya," balas Eleven dengan pikiran menerawang. Dia pernah membaca berkas-berkas laporan kepolisian di waktu senggang, tentang desas-desus bahwa Viscount Spade, pemilik Royal Spade Casino, melakukan pencucian uang dan prostitusi di kasinonya. Namun, semua laporan itu hanya berakhir menjadi satu box di gudang penyimpanan beberapa bulan kemudian. Tidak ada bukti yang mengarah ke sana, apalagi ditambah kedekatannya dengan walikota membuat tidak ada petugas yang berani mengusik.

"Well, kasus ini tidak akan memecahkan dirinya sendiri." Kelana menepuk pundak Eleven sambil tersenyum memberi semangat. Mata biru di balik kacamata berbingkai kotak itu berbinar senang. Eleven mengagumi dedikasi partnernya itu.

Kedua detektif itu melangkah masuk melewati pintu otomatis, menjelajahi ruangan demi ruangan yang dipenuhi oleh mesin-mesin judi. Suasana hiruk pikuk oleh pengunjung yang mencoba peruntungan mereka, walau dengan sudut mata Eleven dapat melihat para penjaga berjas hitam berjaga ketat. Seorang gadis cantik berambut hitam lurus memandu mereka menuju lift yang mengangkat mereka ke lantai lima, tempat kejadian perkara.

Begitu pintu lift terbuka, Eleven mendapati sebuah ruangan luas dengan langit-langit tinggi keemasan. Jelas sebuah tempat untuk mempertaruhkan harta lebih banyak, berbeda dengan lantai-lantai sebelum ini. Meja-meja permainan kartu berlapis beledu merah marun diletakkan secara tersebar dan jarang, memberikan privasi bagi kalangan jetset yang ingin memacu adrenalin. Tidak ada pengunjung, hanya petugas polisi yang mengolah tempat kejadian perkara dan sedikit saksi. Mata coklat Eleven langsung meneliti letak kamera pengawas dan pintu keluar sebelum menyapu secara sekilas seluruh ruangan.

[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang