Chapter 6

4.1K 435 113
                                    

"Baguslah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baguslah. Walikota sudah mendengar percobaan pembunuhan kedua kepada Tuan Spade." Firasat buruk menggedor kesadaran Eleven keras. "Karena itu, Beliau memerintahkan adanya pengamanan tambahan dari kepolisian untuk Tuan Spade dan kau ditunjuk untuk menjadi pengawalnya."

Ucapan dari atasannya membuat Eleven membeku selama beberapa saat sementara orang tua di ujung sambungan membeberkan detil tugas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ucapan dari atasannya membuat Eleven membeku selama beberapa saat sementara orang tua di ujung sambungan membeberkan detil tugas. Pria besar itu tidak terlalu mendengarkan.

"Kau bisa kembali ke kantor untuk membereskan beberapa hal tapi tugasmu aktif mulai saat ini." Suara itu berkata dengan nada finalisasi sebelum sambungan dimatikan, meninggalkan Eleven yang masih tertegun dan tidak bisa membantah.

"Shit!" umpat pria itu pelan tapi sukses membuat Kelana dan Spade menoleh ke arahnya dengan penuh minat.

"Dari siapa?" tanya Kelana setelah selesai mengunyah.

"Komisaris polisi," jawab Eleven enggan.

"Hmm, pemimpin tertinggi kepolisian Dallar?" Spade menimpali sebelum memasukkan satu potong steak ke dalam mulutnya.

"Ada apa?" Kelana langsung memasang wajah serius, nyaris melupakan makanannya.

"Dia ditekan oleh walikota untuk memberikan pengawalan ekstra kepada Spade."

"Oh," balas Spade tidak terlalu kaget, terus mengunyah, membuat Eleven kesal. Sepertinya hanya dirinya yang peduli di sini.

"Dia memintaku untuk mengawalmu 24/7 dimulai dari sekarang," tambah Eleven, kali ini berhasil membuat Spade menoleh ke arahnya dengan alis terangkat.

"Nah, itu akan menjadi masalah," ucapnya tetap dengan tenang. "Aku tidak bisa bekerja bila seorang polisi berbadan besar mengekorku. Jujur aku lebih suka ditemani oleh wanita cantik. Tidakkah di kepolisian memiliki spesifikasi seperti itu?"

Alis Eleven bertaut tidak suka. Bisa-bisanya pengusaha itu berpikiran tentang wanita. Dia masih tidak bisa sepenuhnya mengerti pola pikir Spade. Eleven menoleh ke arah Kelana, berharap mendapatkan respon yang lebih normal. Pria berkacamata itu membalas tatapan Eleven dengan ekspresi simpati.

[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang