Lantai bersemen dan dinding yang baru di cat setengah, ditambah dengan potongan kayu yang berserakan dan tertumpuk sembarangan adalah tempat bersembunyi bagi penyergap. Dia tidak mengambil resiko bila muncul seseorang untuk menyerangnya. Namun, jantungnya berdetak keras. Keselamatan Spade taruhannya dan dia berpacu dengan waktu.
Terdengar suara-suara sekali lagi, kali ini suara Spade. Eleven tetap tidak bisa menangkap suaranya. Berbeda dengan Moore yang berteriak, Spade berkata pelan. Terdengar teriakan lagi oleh Moore, disusul oleh suara letusan senjata. Hati Eleven langsung mencelus.
Kelana memelesat secepat yang dia bisa menuju seorang detektif berkemeja biru dengan usia sekitar empat puluh tahun. Rambutnya sudah menipis di bagian depan dan wajahnya tampak masam. Salah satu detektif senior yang dipercayakan untuk memimpin penyerangan. Kelana tidak kenal dekat dengannya, hanya pernah saling menyapa di kepolisian.
"Pelaku menyandera Tuan Spade," lapor Kelana tanpa basa-basi membuat mulut pria itu ternganga. "Saat ini Eleven sedang mengejar pelaku dan berusaha untuk menyelamatkannya."
Detektif itu terdiam sejenak. Matanya memandang ke arah lantai diskotik yang sudah dikuasai. Satu per satu pengunjung di bawa ke ruangan terpisah untuk diperiksa lebih teliti, sementara para pengawal sudah dilumpuhkan. Pandangan matanya terantuk pada beberapa polisi yang sedang memilah para pengunjung untuk diinterogasi. Dengan gerakan tangan, pria itu memanggil mereka dan menyerahkannya pada Kelana.
"Bawa mereka dan kejar Moore. Utamakan keselamatan sandera."
Kelana mengangguk dan segera memimpin tiga orang polisi itu menuju pintu belakang gedung. Jantungnya bertalu-talu, tapi dia tetap berusaha tenang sambil terus berdoa agar Eleven dan Spade selamat. Ini bukan pertama kalinya dia mengejar penjahat, hanya ini kasus pertama pelaku membawa sandera. Kelana mengingat kembali skema gedung yang dia terima sewaktu briefing penyerangan. Di kepalanya langsung tergambar bentuk tiga dimensi gedung tersebut dan segera mengkalkulasi arah Eleven pergi serta jalan tercepat baginya untuk menyusul. Dalam waktu kurang dari semenit, Kelana sudah tahu ke arah mana dia harus pergi dan melangkah tanpa ragu.
Detektif muda itu setengah berlari menuju pintu kecil terbuat dari besi di bagian belakang gedung yang tampak tidak terawat, kontras dengan bagian depan yang dihiasi lampu neon. Tembok yang mengurung gang sempit itu dibiarkan telanjang dengan batu bata terlihat mencuat dan bau busuk menyengat tajam dari bak sampah. Kelana menyiagakan senjatanya dan membiarkan salah satu polisi mendobrak pintu yang terkunci. Setelah memastikan keadaan aman, Kelana memimpin mereka menaiki tangga-tangga besi yang berbunyi nyaring setiap diinjak. Setiap bunyi membuat Kelana was-was, ini seperti memberi tahu di mana posisi mereka, sementara dia tidak memiliki waktu untuk menghadapi para penyergap. Gerakannya terhenti ketika tiba di pintu besi lain yang menuju ruangan di lantai tiga. Pria itu bimbang sejenak, apakah dia akan memeriksa tiap lantai atau melewatinya. Instingnya berkata untuk terus dan dia menggerakkan tangannya sebagai tanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Eleven Spade
ActionWATTYS 2019 WINNER - M/T category [Action Mystery] | 17+ for mature theme story #62 in Misteri | #32 di Aksi ++++++++++++++++++++++++++++ WARNING! Bukan cerita MAFIA AKSI DI RANJANG. Kalian bakal kecewa kalau mengharapkan itu di sini. ++++++++++++++...