Chapter 42

3.5K 276 20
                                    

Eleven menyadari hal tersebut ketika terlambat dan tahu-tahu dirinya sudah terdorong jatuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eleven menyadari hal tersebut ketika terlambat dan tahu-tahu dirinya sudah terdorong jatuh. Seakan dalam gerakan lambat dia dapat melihat Viscount berdiri di tempatnya dan menerima sebutir peluru menembus dada. Mata Eleven membelalak terkejut dan untuk sesaat waktu seperti berhenti bergerak.

"VISCOUNT!"

Eleven mendengarkan sayup-sayup suara rendah milik ayah Kelana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eleven mendengarkan sayup-sayup suara rendah milik ayah Kelana. Pria berumur enam puluh tahun itu berdiri tegak di podium kecil dan menyampaikan eulogi tentang anaknya yang kini terbaring dalam peti mati berlapis kain dengan lambang DCPD. Mata pria itu tampak sembab dan berair, tapi suaranya tegas dan mantap. Dia mengenang Kelana sebagaimana yang Eleven tahu. Seorang partner yang berdedikasi dan jujur, seorang anak yang berbakti dan seorang kekasih yang perhatian serta setia.

Mata coklat Eleven menatap hampa ke arah pelayat. Dia dapat melihat Candari berusaha menguatkan ibu Kelana, seorang wanita yang masih cantik di usia lima puluhan. Nampak sekali Candari berusaha untuk tegar. Matanya bengkak akibat air mata dan hidungnya memerah. Beberapa pelayat adalah rekan-rekan kepolisian yang ikut berduka. Setelah ayah Kelana selesai berbicara, dimulai prosesi menurunkan peti jenazah ke liang lahat. Sebelum tanah ditimbun, setiap pelayat mendapatkan kesempatan untuk meletakkan setangkai mawar putih di atas peti dan mengucapkan kata-kata terakhir. Ketika gilirannya tiba, Eleven tidak tergesa-gesa melakukannya. Dia memandang peti yang berisi tubuh tak bernyawa partnernya, tatapannya datar. Dia sudah melewati masa-masa berduka dan berakhirnya kasus telah membuat hatinya damai. Kini hanya tersisa kekosongan yang tidak bisa digantikan oleh apa pun.

Eleven menyunggingkan senyum getir. Hanya itu yang bisa dia usahakan di hadapan peristirahatan terakhir partner dan sahabatnya.

"Beristirahatlah dengan damai."

Pria itu melemparkan bunga di tangannya ke dalam kubur.

Pria itu melemparkan bunga di tangannya ke dalam kubur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang