Chapter 2

8.8K 752 135
                                    

Eleven mengerutkan alis tidak suka ketika pria itu memberi kode kepada pelayannya untuk membawakan minuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eleven mengerutkan alis tidak suka ketika pria itu memberi kode kepada pelayannya untuk membawakan minuman. Namun, Eleven memutuskan untuk diam dan berjalan masuk melewati pintu yang terbuka, duduk di atas salah satu kursi berpunggung tinggi dengan balutan beledu hitam yang anggun dan empuk. Tak lama kemudian, Spade menyusul dan duduk di kursi yang berhadapan dengannya, dipisahkan oleh meja poker untuk delapan orang sambil membawa segelas wine merah.

"Mari kita mulai." Eleven membuka buku catatan kecilnya, siap menelanjangi setiap rahasia yang disembunyikan. "Ceritakan kejadian penembakan tersebut."

"Apa yang sedang kamu lakukan sebelum kejadian?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang sedang kamu lakukan sebelum kejadian?"

Spade memutar-mutar gelas wine di tangannya, tatapannya terarah pada kain beledu merah marun yang melapisi meja. "Bermain poker. Kadang-kadang aku menghibur para tamu dengan bermain bersama."

Eleven mencatat cepat tanpa mengalihkan pandangannya dari pria berambut pirang itu. Spade masih belum menampilkan perubahan emosi.

"Lalu?"

"Aku menang, seperti biasa." Dia menaikkan alis sekilas. "Chantily meminta kembali ke kamar dan kami berdiri meninggalkan meja. Pada saat itu seorang pria berjalan dan menodongkan pistol ke arah kami. Aku terkejut, tidak sempat bergerak dan ketika terdengar bunyi tembakan, tahu-tahu saja Chantily roboh."

Spade terdiam sesaat. Wajahnya menampakkan simpati, tapi entah mengapa Eleven merasa dia hanya berpura-pura. "Sungguh disayangkan, gadis itu salah satu pendamping favoritku."

Pria itu mulai muak dengan semua topeng yang ditampilkan Spade, tapi dia terus mencatat dengan teliti. Ada kemungkinan bahwa Chantily adalah korban yang diincar. Tidak mungkin dua tembakan tepat di dada dan kepala adalah hasil dari peluru salah sasaran.

"Sebenarnya aku tidak terlalu paham apa yang terjadi. Setelah menembak, orang itu berjalan pergi begitu saja. Suasana kasino panik dan kepala pengawal mendatangiku, memastikan aku tidak terluka. Segala prosedur keamanan dilaksanakan dengan baik." Spade menegak habis minumannya. "Setelah itu, aku hanya menunggu polisi patroli datang dan tak lama kemudian dirimu."

[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang