Chapter 17

2.5K 309 32
                                    

"Spade?" panggil Eleven, mengepalkan tangan, melawan refleknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Spade?" panggil Eleven, mengepalkan tangan, melawan refleknya. "Ada apa?"

"Oh, tidak apa-apa," jawab pria itu memperlebar senyumnya. Seketika seluruh perasaan tidak enak Eleven menghilang, Spade sudah kembali menjadi dirinya. "Aku hanya merasa kalau setelah ini kita akan sangat sibuk."

Eleven memandangi Spade dengan tatapan heran tapi pengusaha itu tidak membalas. Dia hanya berjalan ke arah pintu sambil bersiul pelan, meninggalkan Eleven dalam tanya.

 Dia hanya berjalan ke arah pintu sambil bersiul pelan, meninggalkan Eleven dalam tanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak ada perkembangan baru yang menarik," ucap Kelana dari ujung sambungan telepon.

Eleven mendengarkan dengan seksama sambil terus memandangi Spade yang sedang mengadakan rapat dengan para manajernya di salah satu ruangan meeting di hotel. Ruangan yang terbuat dari kaca seluruhnya itu membantu Eleven untuk mengawasi gerak gerik Spade sekaligus mengamati siapa pun yang ingin mendekatinya. Sejauh ini kondisi aman terkendali. Yang berada di dalam adalah para petinggi perusahaan, Eleven sudah memeriksa bahwa tidak ada yang membawa senjata ke dalam.

"Peluru yang digunakan oleh penyerang kemarin sama dengan pelaku sebelum-sebelum ini. Balistiknya tidak ada di data." Kelana melanjutkan laporannya. Dia sudah kembali ke kantor DCPD dan mengakses komputer kantor. "Aku sudah mendapat nama-nama seluruh pegawai Spade dan saat ini sedang di cross reference dengan data di kepolisian apakah ada yang memiliki afiliasi dengan Lucchese. Sejauh ini belum ada red flag."

Eleven terdiam mendengarkan Kelana sebelum akhirnya berkata dengan menyesal. "Maaf aku tidak bisa membantumu,"

Dia tahu Kelana melakukan segalanya sendirian. Terlalu banyak data yang harus diperiksa, terlalu banyak orang yang harus terus di-follow up untuk mendapatkan hasil penyelidikan.

"It's okay, Eleven," balas Kelana ringan. "Aku berani taruhan kalau ini akan menjadi kasus yang besar. Bukan tidak mungkin kita bisa membereskan keluarga Lucchese dan mendapatkan kenaikan pangkat yang lumayan."

Eleven tersenyum mendengar ocehan Kelana, mengagumi kepositifan partnernya. "Apa lagi?"

"Aku sudah mendapat data pelaku penyerangan kemarin. Dia bernama Steven Mansfield, seorang African American. Tergabung dalam Army sampai diberhentikan tidak hormat lima tahun lalu karena penyerangan terhadap atasan. Setelah itu tidak ada yang menarik. Dia tinggal di daerah utara Dallar dan tidak memiliki pekerjaan tetap sampai empat tahun lalu ketika dia berhenti dari pekerjaan terakhirnya dan menghilang. Kurasa pada saat-saat itu dia disewa oleh keluarga Lucchese untuk menjadi hit man." Kelana terdiam sejenak. "Eleven, rasanya apa pun yang kita dapatkan hanya di permukaan. Kita sama sekali tidak tahu struktur mafia dan di mana para pelaku penyerangan kita berada di dalamnya. Selama ini kita hanya menduga kalau mereka disewa, tapi bagaimana kalau ternyata mereka termasuk di dalam struktur itu?"

[END] Eleven SpadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang