Chapter 16

1.2K 69 0
                                    

Hay reader😘😘😘😘...
Akhirnya aku post lagi.. Maaf yaa bikin kalian pada nunggu.

Cara POV.

Aku merasakan ada yang aneh dengan Morgan. Ketika aku bertemu, dia selalu menatapku seakan ingin mengatakan hal sesuatu kepadaku.

Di dekatnya, Jantungku berdetak kencang seakan dia adalah separuh jiwaku. Aku mungkin tidak tahu siapa Morgan ini sebenarnya. Yang aku tahu ia adalah Kakaknya Leon.

"Cara?." Leonard menegurku.

"Hmm.. Ya?." aku menjawabnya.

"Apa ada sesuatu yang membuatmu melamun?."

"Tidak." Jawabku berbohong.

"Aku harap kau tidak berbohong kepadaku."

Leon pergi menutup pintu kamar dan menguncinya. Aku semakin yakin ia akan melakukan hal seperti di hutan tadi.

Astaga aku lupa, Waktu di hutan aku menemukan burung gagak.

"Leon berhenti!!" Aku meneriaki Leon.

"Apa yang terjadi kepadamu Cara, Kamu kenapa?"

"Aku sedang tidak ingin. Maafkan aku"

"Hey, aku tidak melakukan apa-apa. Apa kau sedang berhayal kita sedang bercumbu?." Leon terkekeh.

"Ku mohon aku sedang tidak bercanda Leon. Kau tau aku sedang memikirkan apa yang terjadi di hutan dan kau dengan asik-asiknya ingin menghabiskan waktu kita."

"Cara, Burung gagak itu mungkin pertanda buruk. Tapi kau lihatkan, tidak ada yang terjadi saat kita pulang. Sudahlah kau jangan terlalu di pikirkan." Leon berusaha membuatku tenang.

"Aku ingin keluar. Apakah disini ada perpustakaan?."

"Terletak di lantai bawah. Kau bisa tanya kepada pelayan."

Akhirnya aku pergi meninggalkan Leon menuju perpustakaan. Pasti ada petunjuk mengenai burung gagak tersebut. Dimulai aku berusaha memperbaiki ilmu kekuatan sihirku dan gagal karena kedatangannya. Demi modgodnes, semoga kau memberikan petunjuk kepadaku.

Aku menuruni tangga begitu cepat sampai pada akhirmya aku tersandung karena gaunku.

Agh.....

Aku tidak bisa seimbangkan tubuhku sehingga aku tergelincir di tangga. Satu.. Dua... Tiga.. Empat... Lim... Pada di tangga 5 aku terhenti dari aksi jatuhku.

"I help you." seseorang menahan tubuhku dari bawah.

Morgan...

Astaga, aku begitu dekat sekali dengannya. Tidak ada jarak di antara kami. Aroma di tubuhnya seakan menguasai pernapasanku. Aku suka dengan wanginya. Saat aku tahu keadaan seperti ini, aku memalingkan wajahku untuk menatap matanya.

Kumohon hentikan rasa ini.

Rasa kagumku kepadanya.

"Astaga, Maaf. Terima kasih telah menolongku. Aku sedang terburu-buru."

"Kau selalu terburu-buru. Apa yang terjadi kepadamu?" Morgan menaikkan alis belahnya.

"Aku.. Hm... Aku ingin ke perpustakaan." aku jawab dengan begitu gugup.

"Aku akan menemanimu-"

"Tidak perlu" aku memotong ucapannya.

"Tidak apa. Kebetulan aku juga ingin ke sana."

Please Morgan. Jangan menatapku seperti itu. Kau membuat jantungku berdetak kencang. Tanpa sengaja aku menggigit bibir bawahku. aku tidak tahu lagi harus menjawab apa karena aku sudah di landa kegugupan yang luar biasa seperti ini. Morgan, apa kau sadar? Kau sangat tampan.

"Cara?" Morgan membuyarkan lamunanku.

"Ah iya... Hmm.. Apa?." aku menjawabnya.

"Kau melamun. Apa kau jadi ke perpustakaan?". Morgan bertanya kepadaku.

"I.. Iyaa aku akan kesana."

"Kalau begitu kita kesana bersama." Tiba-tiba Morgan meraih tangan kananku dan menggandengnya.

Aku harus kuat demi cobaan ini. Aku pasti bisa menahan rasa kegugupanku terhadap Morgano Da Armstrong. Si pria dingin yang membuat detak jantungku berdenyut kencang.

I Miss You My Mate (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang