Sore yang panjang bagi seorang gadis bersurai merah muda sebahu yang sedang asyik memakan apel kesukaannya. Dia juga memiliki nama yang sangat indah sesuai dengan rambut merah mudanya. Haruno Sakura, duduk di sebuah bangku panjang yang memang hanya disediakan untuk dirinya seorang. Di bawah pohon sakura kesukaannya pula ia menikmati apel yang sudah disediakan oleh para pelayannya.
"Sakura-sama, waktunya anda kembali. Hari sudah sore dan ini pasti bukanlah hal yang baik untuk Anda. Mebuki-sama pun pasti akan khawatir." Sakura menoleh saat salah seorang pelayan setianya mencoba mengingatkan.
"Kenapa? pemandangannya sangat indah di sore hari. Dan aku sangat jarang ke tempat ini. Padahal tou-chan membuatkan tempat ini untukku. Tapi sangat sayang kalau aku jarang menggunakannya. Sizune-san, aku mohon sebentar saja. Aku hanya ingin menikmatinya." Sizune hanya bisa menghela nafas melihat keteguhan nona mudanya itu.
"Tetapi, Sakura-sama.. Saya mendengar bahwa ada seseorang yang menculik orang-orang desa saat menjelang malam seperti ini. Apalagi kita pergi diam-diam dari mansion. Ditambah Anda belum meminum obat yang Chiyo-sama buat. Apakah Anda tidak merasa kasihan padanya?" Sakura mulai gelisah. Bukan tentang penculikan orang-orang desa yang ia takutkan. Ia hanya takut nenek kesayangannya itu bersedih melihat cucu perempuannya mulai menjadi gadis nakal yang tidak mau minum obat dan malah kabur dari rumah.Sakura bangkit dari tempat duduknya. Ia menengok pada bangku panjang itu lagi. Ia mulai berfikir mengapa ayahnya membuat bangku tersebut di luar mansion dan mengapa hanya untuk dirinya saja? Ia tidak pernah ingat menyuruh ayahnya mebuatkan bangku itu untuknya. Dan yang lebih aneh lagi, bangku tersebut hanya boleh ia duduki setahun sekali-dua kali dalam tahun ini karena Sakura kabur dari mansion-seharian. Ayahnya pun melarang sisapapun di desanya menduduki bangku itu kecuali dirinya. Bahkan ibu dan kakak laki-lakinyapun dilarang.
Sizune hanya meletakkan kedua tangannya di pundak Sakura dan menuntunnya berjalan karena melihat nona mudanya itu sedang melamun melihat bangku itu. Apa Sakura-sama begitu menyukai tempat ini? Sizune membatin.
Merekapun pergi dari tempat itu tanpa menyadari adanya seseorang--bukan, sesosok yang sedang memperhatikan kedua, lebih tepatnya satu gadis dengan surai merah muda indah dengan tatapan penuh makna dan kesedihan. Kita akan bertemu sebentar lagi jadi tunggulah, Sakuraku. Kamulah pilihan yang tepat untukku. Dia tersenyum sedih.
Deg!
Sakura menoleh kearah pohon itu lagi. Tidak ada siapa-siapa. Tapi kenapa terasa ada yang memanggil namaku? Kenapa juga hatiku terasa sakit?--batin Sakura.
"Ada apa, Sakura-sama?" Tanya Sizune.
"Ah..tidak ada apa-apa." Ucap Sakura dan mereka terus berjalan meninggalkan tempat itu.
.
.
.
.
Mansion yang sangat megah dengan lambang bunga sakura yang mengelilingi setiap sudut mansion itu. Banyak sekali tanaman hias terutama pohon sakura yang ditanam di sana berkat sang nyonya rumah yang memiliki hobi menanam bunga.Namun, wajah nyonya rumah yang biasanya ceria itu menjadi sangat khawatir dikala mendapati putri tercintanya tak ada di manapun.
"Anata, pikirkanlah sesuatu! apakah kita harus memanggil pelayan dan samurai lebih banyak lagi untuk mencari putri kita? Anata, kenapa diam saja? Anata, apa kau tak menyayangi putrimu? Anata, tega sekali kau! Anata,--" Mebuki-nyonya rumah-itu terdiam saat suaminya berdiri dan menatapnya dalam.
"Kau jangan bicara seperti itu, Mebu-can. Tentu aku sangat menyayangi putri kita. Sepertinya aku memiliki dugaan bahwa--". "Apa? Siapa yang menculik Saki-chan? Bahkan Sizune juga diculiknya? Aku tidak percaya ini! Ayo Anata! Kita lempari sendal muka orang bejat itu! Beraninya dengan anak perempuan! Dia pikir dia siapa? Dia hanyalah..blablablabla.."Kizashi hanya bisa menghela nafas pasrah melihat kelakuan isterinya yang dalam mode mengamuk. Ia ingin menghentikan khayalan isterinya ketika tiba-tiba saja salah satu pelayannya membuka pintu.
" Sakura-sama sudah pulang. Sizune mengantarnya tadi dan sepertinya Sakura-sama sangat kelelahan." Ujar pelayan itu pelan karena takut kena semburan rohani dari Kizashi yang keinginaannya hanya ingin bicara selalu diputus-putus itu.
Dengan kecepatan kilat, Mebuki berlari melupakan peraturan yang melarang wanita berlari di manapun sekitar mansion ini. Kizashi pun melakuakan hal yang sama. Sedangkan sang pelayang hanya bisa melongo melihat pasangan yang sangat overprotective pada putra dan putrinya itu.
.
.
.
.
Sizune mendudukkan Sakura di futonnya dan dibantu oleh pelayan lainnya."Sakura-sama, air hangatnya akan disiapkan oleh pelayan lain. Sebelum itu anda harus beristirahat terlebih dahulu." Ucap Sizune menyiapkan baju untuk Sakura pakai mandi.
"Aku mengerti Sizu--" Ucapan Sakura terhenti karena pintu di buka secara kasar, menampilkan Mebuki yang sangat berantakkan karena berlari. Disusul oleh Kizashi yang tak kalah berantakkannya. Tinggal dilukis dan diberi identitas pada selembar kertas lalu diberikan pada asosiasi panti jompo, mereka pasti sudah resmi menjadi the members of Panti Jompo, begitu pikir Sakura.Ckckck.. durhaka kali kau, Nak. Tidak sadarkah engkau yang menyebabkan mereka menjadi seperti ini. Sakura menggelengkan kepalanya yang berfikiran tidak baik itu.
"Saki-chan! Apa kamu tidak apa-apa? Ada yang sakit? Siapa yang menculik kamu? Mana orangnya? Sini Kaa-chan tebas pakai seledri!" Mebuki menerjang Sakura dengan berbagai pertanyaan bertubi-tubi sambil memeluk erat putrinya yang sudah megap-megap minta dilepaskan.
Begitu juga dengan Kizashi yang ikut bergabung dengan acara peluk-pelukkan itu. "Coba jika ada Saso-chan, pasti kamu akan diomelinya Saki.." Kizashi melepaskan pelukannya dan mengingat putra merah nya yang sedang berada di luar desa untuk melihat perkembangan usaha keluarga mereka yang tak kalah overprotective nya dengan Mebuki. Hei, tak sadarkah jika kau juga sama, Kizashi-_-.
"M-maafkan Sakura, Tou-chan, Kaa-chan. Saku khilaf gak akan mengulanginya lagi. Tadi Saku kabur karena bosan. Tapi ada Sizune-san yang menemani Saku." Sakura menatap kedua orangtuanya dan dengan nada yang bersalah. Ternyata buruk juga jika meninggalkan mansion diam-diam. Ah, Sakura akan berjanji dan akan mengingatnya kali ini bahwa ia tak akan mengulanginya lagi nanti.
"Kemana kamu pergi Saki-chan?" Tanya Mebuki penasaran. Sepertinya ia sudah mulai tenang. Ia pun melepaskan pelukannya karena melihat putrinya yang sulit bernafas.
"Bakura.. tempat yang Tou-chan buatkan untukku di bawah pohon sakura itu. Saku sangat suka tempat itu. Jadi, Saku pergi ke sana bersama Sizune-san." Raut wajah Kizashi mengeras saat mendengar jawaban putrinya.
"Saki.. mengapa dari banyaknya tempat untuk dikunjungi, kamu malah pergi ke tempat itu?" Kizashi bertanya pada Sakura dengan nada yang lirih.
"Eh. Karena Saku suka tempat itu. Entah mengapa saat bangun pagi Saku jadi kepikiran tempat itu. Memangnya kenapa Tou-chan tidak memperbolehkan Saku ketempat itu? Bukankah Tou-chan membuatkannya untuk Saku?" Akhirnya Sakura bertanya akan hal janggal itu.Sudah lama ia ingin mempertanyakan hal itu.
"Ya tuhan, Saki. Sudah Tou-chan peringatkan beberapa kali kamu jangan kesana melebihi sekali dalam setahun. Tou-chan tidak ingin kehilanganmu lebih cepat." Kizashi menggenggam tangan putrinya. "Itu sangat berbahaya, Nak."
"Anata, aku selalu ingin menanyakan hal ini dan kamu harus menjawab." Mebuki menghela nafas melihat kelakuan aneh suaminya itu. "Kenapa kamu selalu berkata bahwa pohon itu berbahaya untuk Saki-chan. Jika kamu tahu itu berbahaya, mengapa kamu membuatkan bangku di tempat itu dan hanya untuk Saki-chan saja?"
"Tou-chan.." sakura menatap penasaran pada ayahnya dan berharap ayahnya akan memberikan sebuah jawaban kali ini.
Kizashi mulai luluh. Mungkin sudah saatnya-- pikir Kizashi. "Sebenarnya dulu..."
A/N : Hallo Minna! Ini adalah Fanfic Sasusaku pertama Author. Tapi, tetap aja Sasusaku punya Kakek Masashi Kishimoto hehe... gimana? Jelek?? Bisa dimaklumi kok.. hehe.. mohon saran dan kritik, Author terima asal jangan flame yah.. arigatou gozaimasu *^*
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENT BLOOD
Teen FictionVampire, Iblis, bahkan Manusia ingin memilikinya. Banyak pertumpahan darah hanya untuk memperebutkan satu tujuan. Membuat setitik harapanpun terasa mustahil. . . 'Semoga mereka semua mati.' . . 'Pantaskah aku?' . . 'Aku hanya ingin bahagia seperti...