Chapter 2

4.3K 256 1
                                    

Kizashi mulai luluh. Mungkin sudah saatnya-- pikir Kizashi. "Sebenarnya dulu..."

"Dulu.. apa Tou-chan?" Tanya Sakura tidak sabar.

Tidak-tidak, hal itu hanya akan membuat Sakura kaget.. aku tak ingin kehilangan putriku dengan cepat. Aku sangat menyayanginya-- ujar Kizashi dalam hati.

"Ah, sebenarnya dulu Tou-chan pernah bertemu dengan seorang anak laki-laki. Dia adalah anak dari ketua Clan Uchiha pada saat itu." Ucap Kizashi setenang mungkin agar tidak terlihat seperti berbohong.

"Pada saat itu?" Tanya Sakura heran. "Apa maksudnya?"

"Iya. Pada saat itu. Saat dimana Tou-chan masihlah pemuda yang tampan. Tapi, clan itu sudah hampir musnah karena anak bungsu dari ketua clan membantai semuanya. Dan di hari dimana pembantaian itu terjadi, Tou-chan tidak sengaja melihat peristiwa mengerikan itu." Mebuki bergidik ngeri mendengar cerita dari suaminya itu.

"Lalu kenapa Tou-chan bisa selamat?" Kizashi ingin sekali mencubit pipi Sakura saking gemasnya sebelum melanjutkan ceritanya lagi.

"Hm.. waktu itu dia melihat Tou-chan dan dia berjalan menuju tempat dimana Tou-chan berdiri kaku. Dia berkata akan menjaga anak bungsu Tou-chan dan akan datang pada waktu hari ulang tahun anak bungsu Tou-chan yang ke enam belas. Setelah itu dia menghilang dengan sangat cepat. Yah, mungkin anak bungsu Tou-chan tidak menyadarinya, tapi sepertinya dia sudah lama mengawasimu sejak sebelum kau berumur enam belas tahun." Sakura langsung memeluk Mebuki. Tubuhnya bergetar ketakutan. "A-aku tidak mau dijaga oleh orang itu Tou-chan. Itu sangat menakutkan."

Kizashi hanya tersenyum hambar. Maaf Sakura.. sebenarnya masih ada lagi yang ingin Tou-chan sampaikan. Tapi, kau tidak boleh mengetahuinya. Seharusnya Tou-chan sadar lebih cepat.
.
.
.
.
Seorang pemuda raven sedang duduk sambil melihat keatas. Ia melihat awan yang sedikit mendung. Wajahnya yang sangat rupawan terlihat sendu. Mata onyx nya yang sangat tajam itu terlihat memikirkan sesuatu. Bibirnya terbuka dan mengatakan sepatah dua patah kata. Sakura no Hime. Itulah kata yang terus Ia senandungkan di bibir tipisnya yang dapat membuat kaum hawa tergoda ingin memilikinya.

"Kapan kau akan melakukan ritualnya, Teme?" Tanya pemuda bernama Naruto yang tiba-tiba datang entah darimana itu. Pemuda itu memiliki rambut kuning jabrik dan mata shapier yang indah. Kulit tan nya membuat dia terlihat sebagai pemuda yang manis.

Lelaki yang dipanggil Teme itu tak menjawab. Bahkan menolehpun ia merasa malas.

"Hoi, Sasuke-teme! Kalau kau tak cepat-cepat melakukan ritualnya maka kau akan menghilang sia-sia. Si nenek tua itu akan kecewa. Kau tau, kan?" Ucap pemuda manis itu memperingatkan kepada Sasuke yang masih diam saja.

"Hn." Naruto ingin sekali menonjok dan menimpuki wajah tampan sahabatnya itu menggunakan sendalnya. Tapi, tidak dilakukannya juga karena masih sayang nyawa. Pemuda yang miskin kata di sampingnya ini adalah orang yang sangat kuat. Bukannya Naruto tidak kuat, bahkan mungkin kekuatan mereka berdua sama kuatnya. Hanya saja Ia tak ingin berkelahi dengan sahabatnya ini walau mereka sering bertengkar.

Naruto menghela nafas frustasi. Ini orang harus ditimpuki sandal secepatnya biar sadar kalau waktu mereka tidak banyak. Mereka tahu bahwa mereka hidup untuk suatu tujuan egois dari dunia yang kejam ini. Mereka memang tidak akan pernah menua dan diberkahi dengan kerupawanan yang luar biasa di atas rata-rata. Walau demikian, mereka diberi waktu hidup sesuai dengan lama tugas mereka diberikan, dan sialnya mereka diberi tahu kapan mereka harus menyelesaikan tugas mereka. Intinya mereka diberi tugas dengan waktu tertentu. Jika waktu untuk melaksanakan tugas tersebut habis, maka mereka harus mati dengan cara apapun. Namun, terkadang masih ada yang hidup walau sangat jarang dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kekuatan yang besar seperti mereka. Ada juga yang ingin bereinkarnasi dan menunggu kehidupan selanjutnya. Tapi, Naruto yakin Sasuke lebih memilih mati saja daripada hidup seperti ini.

Tugas yang diberikan pun bermacam-macam sesuai dengan tingkat kemampuqn mereka. Semakin mereka kuat, maka semakin berat juga tugas yang mereka tanggung. Itulah yang di sebut dengan sang bayangan waktu, kaum mereka saat ini.

"Dia tumbuh dengan baik. Sangat cantik dan periang." Gumam Sasuke. "Aku.. tidak tau harus bagaimana, Dobe. Aku ingin melihatnya tumbuh lebih cantik lagi. Melihatnya bahagia."

Mata Naruto terbelalak kaget. Tidak biasanya sahabat ayamnya ini berkeluh kesah seperti itu. Dia hanya tersenyum pahit mendengar penuturan sahabatnya. "Aku tahu. Aku juga memiliki tugas seperti itu dulu."

Kali ini Sasuke yang kaget. Dia menatap Naruto. "Dulu? Kau pernah?" Tanya Sasuke tak percaya. Pasalnya sahabnya ini selalu periang seperti orang bodoh yang tidak memiliki beban sama sekali. Dia tahu sisi kelam sahabatnya tentang tugas yang dilakoninya, tapi tidak pernah tertarik untuk menanyakan tugas tersebut.

"Apa-apaan wajahmu itu, Teme?" Naruto nyengir lima jari. "Yah, aku pernah dan sialnya aku jatuh cinta. Dia juga sangat cantik dan indah seperti bunga lavender. Sangat indah. Walau begitu kau tahu benar apa yang ada di balik keindahan tersebut kan, Teme? Mengapa mereka selalu terlahir sangat memikat dan membuat orang-orang seperti kita kesusahan sih?" Naruto memanyunkan bibirnya berpura-pura kesal untuk menutupi kesedihannya dan Sasuke tahu itu.

"Hn. Aku tahu." Jawab Sasuke singkat. "Aku ingin pergi dulu, Dobe." Sasuke berdiri lalu menghilang secepat angin.

"Semoga kau bisa bertahan, Teme." Naruto pun menghilang seperti Sasuke. Menyisakan kesunyian di tempat yang indah tersebut.

INNOCENT BLOOD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang