Konohamaru hampir saja kehilangan kesadarannya jika saja wajahnya tidak didepak Naruto.
Gerbangnya terbuka. Menyalurkan aura mencekam ketubuh mereka. Setelahnya Naruto, Konohamaru, Sakura, dan Sasuke memasuki gerbang itu.
Menurut adegan yang ada di film-film horor, setelah semua karakter masuk ke TKP, maka gerbang masuk pasti akan menutup sendiri. Dan itulah yag terjadi.
BRAK!
"GYAAA!" Naruto kaget sendiri. Semua orang menatap pemuda itu datar.
"Kenapa kau terkejut? Diantara kami, kaulah yang sudah pernah kesini." Tanya Sasuke.
"A-aku hanya masih belum terbiasa hehe.. auranya itu lho." Naruto melangkah lebih dahulu sambil menggosok tengkuknya tidak nyaman. Konohamaru menghela nafas. Mengapa ia bisa mengidolakan sesosok seperti Naruto?
Dan sampailah mereka di depan sebuah altar dengan 7 lilin berwarna biru yang menyala remang-remang. Di tengah altar tersebut terdapat mangkuk dari batu giok berwarna hijau yang indah. Di samping kiri dan kanan batu giok itu terdapat dua buah pisau perak yang berbeda ukuran. Pisau di sebelah kanan lebih besar daripada pisau disebelah kiri.
Naruto tersenyum. "Aii... tempat ini tidak berubah sama sekali."
"Ayo kita mulai upacaranya. Konohamaru tetap di belakang sebagai saksi. Sedangkan Teme berdiri di sebelah kanan Sakura-chan. Oh ya, tolong tangan kalian berdua saling berkaitan."
Sakura mengernyitkan dahinya. Ia merasa aneh dengan situasi aneh ini. Ini seperti upacara... pernikahan?
"INI UPACARA PERNIKAHAN?!" Teriak Sakura kaget dan yang pasti Sasuke tambah kaget lagi. Pipinya sedikit bersemu ketika baru saja menyadari keadaan dan upacara aneh ini.
"Benar. Satu-satunya cara agar bisa memisahkan Iblis Waktu dan wadahnya adalah dengan cara menikahkannya dengan Bayangan Waktunya sendiri. Iblis Waktu itu sangat egois, ia hanya menginginkan wadahnya hanya miliknya sendiri. Jika wadahnya dimiliki oleh orang lain apalagi orang itu adalah musuhnya (sang bayangan waktu), maka ia akan dengan cepat meninggalkan tubuh wadahnya. Namun..." Raut wajah Naruto berubah menjadi sendu seketika.
"Kenapa Naruto?" Tanya Sakura cemas. Tak sadar bahwa pegangannya pada Sasuke mengerat.
"Namun... sang Wadah Iblis itu harus mengorbankan jiwanya. Karena Iblis Waktu akan menggunakan jiwanya untuk membentuk dirinya dan melarikan diri agar dapat menunggu waktu kebangkitan dirinya yang selanjutnya. Oleh karena itu, sang bayangan waktu yang memiliki mental kuat harus membunuh sang Iblis Waktu agar mahkluk sialan itu tidak sempat melarikan diri dan bereikarnasi di masa depan."
"Tunggu! Bukankah kau bilang bisa memisahkan mereka?" Tanya Sasuke emosi. Penjelasan Naruto itu tidak sesuai dengan penjelasannya di waktu sebelum Sasuke merencanakan hal ini. Oleh karenanya ia tidak ragu membawa Sakura ke Lembah Kematian!
"Ini kesalahanku. Seharusnya waktu itu aku memiliki cukup mental yang kuat. Saat itu, aku dan Hinata-chan sudah bertekad untuk mengakhiri hidup Sang Iblis Waktu. Walau sangat berat, namun Hinata-chan tetap berani untuk memberikan jiwanya. Kami melakukan upacaranya sendiri. Upacaranya berakhir dengan lancar hingga kesadaran Hianata-chan mulai menipis dan di atas tubuhnya mulai terbentuk sebuah tubuh baru yang sangat mirip dengannya. Tapi aku tahu, dia bukanlah Hianata-chan. Dia adalah Sang Iblis Waktu yang tengah menyerap jiwa Hinata-chan. Karena mentalku tidak cukup kuat, aku lupa untuk menghabisi Sang Iblis Waktu yang tengah mengambil jiwa Hinata-chan. Iblis itu kemudian menghilang untuk mencari wadah baru. Aku menyesal telah menyia-nyiakan pengorbanan gadis yang kucintai. Aku begitu bodoh. Neji yang merupakan penjaga iblis saat itu langsung menjadi gila dan akhirnya ia mengamuk. Nenek Tsunade dan para Bayangan Waktu lainnya berusaha membunuhnya dan berhasil." Buliran air mata tak bisa Naruto bendung dikala mengingat kenangan tragis akibat dari rasa penyesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENT BLOOD
Teen FictionVampire, Iblis, bahkan Manusia ingin memilikinya. Banyak pertumpahan darah hanya untuk memperebutkan satu tujuan. Membuat setitik harapanpun terasa mustahil. . . 'Semoga mereka semua mati.' . . 'Pantaskah aku?' . . 'Aku hanya ingin bahagia seperti...