4

18.3K 1.5K 463
                                    



- o b s e s s i o n -
18

Disaat yang seperti ini Jennie jadi mengingat ibu nya. Dulu ibu selalu mengatakan jika Jennie harus hati-hati, karena dia adalah seorang perempuan. Perempuan harus berhati-hati dengan tubuhnya, perilaku, dan juga tutur katanya.

"Tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain bisa memberikan harta paling berharga mu pada calon suami mu kelak."

Jennie menerawang dengan pandangan kosong. Tidak sadar jika sang pemuda telah menatapnya sedari tadi. Udara terasa panas, rasanya seperti di panggang dalam oven. Perempuan itu terus melamun sampai dirasakan nya sebuah lengan menariknya kedalam satu pelukan erat.

Sehun mengecupi puncak kepala nya. Tahu jika kekasihnya sedang risau di landa gugup. Pemuda itu dengan penuh kelembutan membelai punggung Jennie, bermaksud menenangkan nya.

Ini adalah pertama untuk Sehun. Maksudnya, pertama kali nya dia merasakan malam-pertama-belum-resmi bersama seorang perempuan yang ia cintai. Dahulu, Sehun tidak begini. Dia membuat semuanya mudah, bosan buang bosan cari lagi. Baginya cinta adalah hal yang buang-buang waktu, seperti ayah nya yang tidak bisa hanya dengan satu perempuan—Sehun tumbuh dengan jalur pikir seperti itu.

Sampai Jennie datang, dan memberi tahunya tentang apa arti cinta sebenarnya.

"Kenapa kau jadi semakin cantik setiap harinya?"

"Kau pembual!"

Sehun terkikik lembut, dibelainya wajah itu dengan ibu jarinya. "Kau tahu..aku ingin melihat perutmu membesar, melihatmu mengenakan gaun hamil dan menyambutku saat pulang kantor. Kau akan berada di depan pintu sambil merentangkan tangan. Lalu aku akan berjongkok sambil mengecupi anak-anak ku di dalam sana."

"Itu masih lama! Aku masih muda!"

"Tidak masalah..lagipula aku tidak perlu memberi tahumu kan, kapan aku menanam benih ku di dalam sana? Bisa saja malam ini aku—"

"Sehun!"

Sehun tertawa, dia memeluknya lagi. Kali ini lebih erat, membuat Jennie merasakan sesak karena kuatnya pelukan itu. Namun entah kenapa, Jennie merasa nyaman-nyaman saja berada dalam pelukan Sehun—walau udara panas terasa menusuk seluruh lapisan kulitnya saat ini.

"Kau gugup?"

Sehun melepaskan pelukan nya. Keringat Jennie mengucur deras, turun dari dahi menuju dagu—Sehun tersenyum sambil menyeka nya. Perempuan itu mengangguk lemah, Jennie seperti kucing kecil yang sedang ketakutan—dan Sehun benar-benar gemas.

"Malam ini. Hari ini. Saat ini. Dan detik ini. Aku mengikat diriku padamu."

Suara Sehun lirih. Namun penuh penekanan. Jantung Jennie nyaris meledak hanya karena mendengar kalimat itu. Pemuda itu menuntun Jennie ke sudut ruangan, entah kenapa Jennie baru menyadari—jika di sudut ruangan kamar besar itu ada sebuah piano berwarna putih yang Jennie yakini adalah milik Sehun.

"Kau membawa nya kesini?" Manik mata Jennie berbinar.

Sehun duduk di kursi piano. Jennie persis berada di belakang nya. Dia merasa malu, namun juga bergairah di saat yang bersamaan. Jantung Jennie memukul-mukul dada, seluruh jemari nya mengepal kuat, seakan-akan tak dapat di luruskan. Sehun bermain piano adalah kelemahan nya. Pria itu seperti pangeran berkuda putih, yang siap memberikan hidupnya untuk Jennie.

"Kenapa malah diam saja?"

Sehun gugup. Tentu saja. Wangi tubuh Jennie meracuni indra penciuman nya. Jika Sehun bergerak sedikit saja, punggung nya akan bersinggungan dengan panggul perempuan itu. Sehun tidak mau tegang di saat yang tidak tepat. Dia bukan tipe pria yang lembut pada urusan ranjang.

obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang