o b s e s s i o nDirentang waktu yang terasa begitu cepat berlalu itu, ada buih-buih kebahagiaan yang membias ke udara. Mereka bersatu bersama suasana malam yang syahdu. Deru ombak pantai, bulan sabit yang bersinar terang, serta lantunan sebuah lagu yang Taehyung kumandangkan—adalah beberapa hal sederhana yang berhasil membuat hati gadis itu berbunga-bunga.
Mereka memang tidak tahu diri. Mereka memang...terlampau tak tahu malu. Mereka memang, terlalu memuja cinta, hingga acuh dan abai pada rasa kemanusiaan sendiri. Cinta..tidak ada yang salah pada perasaan nya, karena cinta sendiri merupakan bagian pribadi manusia yang mengarah pada nilai absolut. Cinta selalu mengarahkan suatu pribadi untuk melampaui keterbatasan nya, namun tetap—perasaan tersebut tidak pernah mengajarkan kita untuk memiliki keinginan menguasai. Karena dalam cinta yang sehat, yang di perlukan hanya penyerahan diri dan melepaskan segala apriori.
Dua hal itu tidak di miliki oleh Taehyung, benar. Cinta nya begitu besar hingga membuat akal sehat nya tumpul. Sekarang, hanya buih-buih penyesalan yang menanti nya di ujung jalan. Beban dosa yang harus ia tanggung atas semua kejahatan yang telah ia lakukan untuk mendapatkan Jennie, telah menunggu nya suatu saat nanti.
Taehyung siap jika itu harus terjadi. Dia menerima nya, dia tahu sebelum melakukan nya. Dia tahu...bahwa dia telah bersikap lancang karena telah mendahului kusas Tuhan untuk merampas kehidupan seseorang.
"Kita menginap. Tidak ada bus lagi menuju Seoul."
"Tidak apa." Ucap Jennie lembut, tangan nya dengan leluasa mengusap kepala Taehyung yang sedang tidur di atas pangkuan nya. "Aku bahagia...bersama mu."
"Aku juga."
Tenggorokan Taehyung terasa begitu sakit saat mengatakan nya. Aku bahagia, berapa tahun sudah ia habiskan untuk mendengar kalimat itu terucap dari bibir Jennie? Rasanya jantung itu ingin melompat keluar, ia ingin menangis ketika melihat senyuman tulus itu di arahkan kepadanya.
Taehyung tidak ingin saat-saat seperti ini berhenti, Taehyung tidak ingin saat-saat seperti ini hanya bersifat sementara. Dia tidak ingin semua ini hilang seperti asap yang di terpa angin. Tapi kenapa..takdirnya harus seperti ini? Suatu saat dia akan menghilang, bukan karena ingin—tapi karena waktu nya memang telah habis.
Habis. Taehyung hanya berdoa semoga jantung ini masih berfungsi untuk menampung semua debar cinta yang Jennie berikan. Dia ingin menikmatinya, sebelum jantung itu tak lagi berfungsi, tak lagi memompa kehidupan nya. Ya. Saat itu akan tiba.
"Bibir mu membiru, Taehyung. Apa kau kedinginan?"
"Tidak." Taehyung menjawab lirih, ia meraih helaian rambut Jennie dan menyelipkan nya ke balik telinga. "Akan selalu hangat saat berada di dekatmu. Selalu.."
Jennie tersenyum, ia membelai kembali kening Taehyung dengan lembut. Dilihat dari atas begini, wajah pemuda itu terlihat begitu sempurna. Rahang nya tegas, pupil mata nya bulat, dengan senyuman kotak yang senantiasa membuat Jennie menarik senyuman hanya karena melihatnya. Jari telunjuk Jennie bermain-main di atas permukaan kulit wajah itu, dari dahi ia turun perlahan ke hidung—dan berakhir pada bibir.
Itu bibir yang selalu mencium nya.
"Kau mengantuk?"
Taehyung hanya menggeleng ketika mendengar pertanyaan itu. Kelopak mata nya masih terpejam, terlalu nyaman merasakan sentuhan jemari lembut tersebut pada wajah nya. Hembusan udara mendesirkan bait-bait kesunyian, hanya ada mereka berdua dan suara ombak yang berdebur merdu.
"Hari ini kau banyak diam. Kau terus saja membiarkan ku bicara sendirian. Aku sudah seperti radio rusak saja rasanya."
"Suara mu indah, aku merasa damai ketika mendengarkan nya." Taehyung membuka mata, lalu membelai pipi chubby itu. "Aku boleh bertanya?" Jennie mengangguk. "Kenapa...kau berubah pikiran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
obsession [END]
Fanfiction[SMUT] Kita berada di ruangan yang sama, ruangan yang penuh sesak dengan orang asing. Aku berdiri dalam kegelapan, dimana mata mu tidak bisa melihatku. Ya..aku harus mengikutimu meski kau tidak menginginkanku. Aku akan berada di sekitar mu, keman...