5

16.3K 1.3K 198
                                    

o b s e s s i o n

Sepertinya Jennie memang hanya bisa menyimpan mimpinya sendiri. Jennie selalu bertanya-tanya, bisakah dia menjadi ilalang yang bisa tidur nyaman pada bumi yang ia cinta? Sedangkan saat itu ia hanyalah sebuah ilalang yang tak memiliki bumi. Dia hanya sebuah ilalang yang menancap pada tanah, yang akan mati bila tercabut akarnya. Dimana dia harus tidur? Dimana dia harus menyampaikan lelah?

Ketika sebuah masalah datang bagai puting beliung dahsyat, bisakah dia menjadi angin saja dan bergerak ke segala arah agar ia bisa menghamburkan cerita nya pada bumi yang belum pernah ia temui?

Jennie selalu bertanya-tanya.

Dia ingin menemukan bumi. Lalu membagi tawa, tangis, cinta dan kemarahan agar bisa menjelma menjadi cerita. Sebuah tempat yang nyaman, yang akan memberinya penenangan.

Lalu pria itu datang.

Sehun datang bagai bumi yang menjanjikan sebuah oksigen dan atmosfer yang akan melindungi Jennie dari meteor jahat milik antariksa. Awalnya Jennie menolak, karena Jennie takut bumi milik Sehun telah rusak dan tidak bisa memberinya kehidupan. Namun kenyataan nya tidak seperti itu, bumi milik Sehun teramat nyaman—hingga Jennie tak pernah berpikir untuk meninggalkan nya sama sekali.

Namun kini Jennie tidak bisa lagi tinggal disana. Tunas nya telah di habisi, dia telah rusak hingga tidak pantas lagi untuk tinggal dalam bumi nyaman milik Sehun.

Jennie harus pergi.

Terdengar suara isak melompat keluar dari bibirnya. Isak itu disusul lolongan yang keras dan kering, beberapa kali tangan ringkih itu memukuli dada nya sendiri—merasakan sesak sebab apa yang terjadi. Jennie menggelungkan tubuhnya, menangis tersedu-sedu. Menangis karena hatinya sangat sakit. Menangis untuk keadaan yang tidak dapat diaturnya. Menangis karena ketidakmampuan dirinya mengubah takdir.

"Kau berbohong.."

Maniknya mengabur karena air mata saat memperhatikan bekas ikatan yang memerah pada kulit pergelangan tangan nya. Tubuhnya lemas, bahkan untuk mengambil nafas saja ia terlalu sungkan dan susah. Dada nya sesak sekali.

"Aku menjijikkan!"

Dia masih terbaring di tempat yang sama. Tempat yang indah, penuh kelopak bunga mawar, piano dan beberapa lilin yang kini sudah mati karena sumbu nya telah habis. Gorden berwarna keemasan diterbangkan angin dari luar, pagi ini petang—sesuai dengan suasana mendung yang mendera hati dan jiwa nya saat ini.

Kepala nya menoleh kesamping. Ada dua butir kapsul obat, dan segelas jus lemon yang di letakkan di atas meja. Pada meja yang lain juga sudah tersedia sebuah baju hangat, dan sebuah note berwarna kuning berbunyi gunakan ini, udara sedang dingin.

Tapi itu bukan Sehun.

Jennie berteriak keras. Dia menampar wajahnya sendiri, menghantamkan kepala nya pada tembok, dan menarik rambut panjang nya hingga helaian rambut itu rontok beberapa. Dia membenci Sehun. Dalam ketidaktahuan nya sendiri.

Disibaknya selimut putih yang sudah kusut, tubuh telanjang nya terpampang. Ada bercak darah dan sperma yang sudah kering pada pangkal paha nya. Jennie benar-benar kalut. Dia tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Ada suara lain, suara hujan. Hujan yang sangat deras. Bau hujan semakin kuat menerpa lubang hidung Jennie ketika dia membuka jendela kamar hotel ini secara perlahan-lahan. Jendela nya terkuak sedikit, memberikan nya pemandangan yang semakin jelas.

Angin menerpa wajah nya, menerbangkan helaian rambutnya yang indah. Jennie melongokkan kepala nya ke luar jendela. Tangan nya menengadah, membuat air hujan berkumpul pada telapaknya. Ia menoleh ke belakang saat deringan ponsel miliknya berbunyi, tak ada niatan untuk mengangkatnya. Pikiran untuk membunuh dirinya sendiri adalah fokusnya saat ini.

obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang