BAB 7

1.7K 47 2
                                    

Sebuah rencana telah disusun secara detail. Sekarang adalah waktunya. Jam istirahat begitu dinanti oleh Athlas.. Sepertinya ia sedang patuh pada perintah Bunda yang ia begitu cintai melebihi cintanya kepada diri sendiri.

Mungkin besok besok akan muncul sosok Bunda Athlas yang begitu menggemaskan bagi semuanya. Semoga itu tercapai, karena Athlas tidak begitu ingin memublikasikan Bundanya.

Kembali pada perbincangan awal. Athlas sedang menikmati jam istirahat dikantin bersama Najwan sahabatnya. Cukup ramai karena banyak siswa yang sama laparnya dengn Athlas disini. Namun, kedua remaja putri yang baru saja masuk kantin dengan terburu-buru membuat Athlas melongo melihatnya. Bagaimana tidak?, kedua orang itu menghampiri meja Athlas.
"Eh tumben, ada apa nih?." Buka Najwan yang penasaran.
"Gak ada perlu sama Lo." Balas Rere.
"Kemarin Lo ajakin Vena main ujan ujanan?." Tanya Zalfa mengintograsi Athlas.
"Iya." Ucapnya."Memang apa urusannya sama Lo berdua?"Lanjutnya.
"Lo tahu Dia takut hujan?"Tanya Zalfa.
"Tahu lah. Kelihatan dari tingkahnya kemarin." Jawab Athlas santai.
"Zalfa,langsung aja lah, durasi istirahat sebentar." Ucap Rere.
"Vena sekarang demam. Dia di UKS." Ucap Rere.
"Terus hubungnnya sama Gue apa?" Tanya Athlas polos.
"Jagain Vena di UKS."
"Terus Lo berdua mau ngapain?"
"Ini permitaan Vena." Jawab Rere.
"Oh."jawab Athlas singkat.
"Oh aja gituh? Heh Athlas! Kesana atau hidup Lo gak bakal tenang."Ancam Zalfa.
"Elah, sono Lo berdua. Ntar Gue makan dulu. Kalo Gue juga sakit ntar temen Lo gak ada yang jagain."
"Awas aja kalo Lo gak kesana."
"Iya. Bawel Lo pada."

Athlas melanjutkan makannya dengan santai. Melahap tiap sendok batagor yang ia pesan, tak lupa menyeruput es jeruk yang es nya sudah mencair menyatu dengan jeruknya.

"Beneran yang diucapin tuh cewek?" Tanya Najwan"
"bener dong, masa iya bohong."
"Sono Lo kudu tanggung jawab." Ucap Najwan membawa piring batagor Athlas yang masih ada setengah.
"Yee, giliran makanan cepet Lo mah."
"Haha, iya atuh da aku mah apa. Hahaha ."

Sedikit kesal, banyak tanyanya. Athlas berdiri dan menghadiahkan salam perpisahan kepada sobatnya.
"Wan, Gue mau titip pesan. Jikalau nanti Gue gak balik lagi, tolong bilang sama Bunda bahwa anaknya yang ganteng ini diterkam sama calon mantunya."
"Banyak bacot Lo, sono keburu pulpen Lo habis isinya."
"Jangan panggil Dia Pulpen, itu panggilan sayang Gue."
"Serah Lo lah. Sono hus hus.."usir Najwan.

Athlas berjalan santai menuju UKS. Karena dikabarkan Vena sakit, Athlas sengaja tak sengaja ia membeli roti. Ntah untuk dirinya atau mungkin untuk Vena.

"Woy, lama banget sih Lo." Cegat Zalfa saat mereka bertemu di kolidor dekat UKS.
"Terserah Gue lah."
"Zalfa, cepet ih." Teriak Rere didepan UKS.
"Udah buruan ikut." Paksa Zalfa.

Terlihat Vena sedang terbaring ditempat tidur. Seperti kelelahan, namun warna kulitnya sama seperti biasanya.
"Vena gak sadar dari tadi." Ucap Rere.
"Lo sih, makan aja lamanya gak ketulungan." Ucap Zalfa pada Athlas.
"Lah, kok Gue."
"Ih, kalian ini gimana sih. Ayo lakuin sesuatu." Pinta Rere.

"Lakuin sesuatu?. Ini orang pingsan?.
"Lah, tangannya gerak gerak. Pasti ada sesuatu.
"Ck, Gue kerjain."

Itulah gumaman aneh Athlas yang sedang melamun. Athlas mendekat lada ranjang UKS. Ia menatap Vena dengan penuh selidik.

"Gue tahu."
"Lo berdua minggir. Biar gue yang tanganin." Lanjut Atlas.

Zalfa dan Rere hampir bersorak. Dalam hati, mereka mulai menghitng mundur.

Athlas membungkukkan badanya. Kini jarak antara wajah Athlas dan Vena hanya terpaut beberapa senti. Terasa sebuah nafas tegang diwajah Athlas.
"Allohuakbar... ning si Pulpen geulis."
"Eling euy eling... gak jadi, ah sayang kalo gini mah lah."

"Woyy."
Ucap Vena menjauhkan wajah Athlas dari wajahnya menggunakan tangannya.
"Dasar mesum." Sindir Vena.
"Kalo Gue mesum, Lo apa pake pura pura pingsan segala?"
"Lah? Gue tidur, siapa yang bilang Gue pingsan?"

Athlas menunjuk Rere dan Zalfa yang mulai pura pura tak memperhatikan mereka berdua.
"Kata mereka Lo demam." Ucap Athlas duduk disamping tempat tidur UKS.
"Gara gara Lo."
"Kok Gue?"
"ya iya lah."
"Mau gak?" Tanya Athlas sambil menyodorkan rotinya.
"Mau."
"Ya beli lah." Ucap AThlas kembali.
"Ih nyebelin Lo."
"Gak papa lah, yang penting besok minggu kita jalan."
"Gak mau."
"Mama Lo udah ngebolehin, Papa Lo juga." Ucap Athlas.

Vena menggembungkan pipinya. Merasa kesal dan tak bisa menolak.
"Hahaha. Gue menang juga." Ucap Athlas.
"Lo bakal kalah."
"Gak akan lah."
"Terus aja Lo berdua gitu." Ucap Zalfa ditengah perdebatan kecil Vena dan Athlas.

"Aaaa Rere pengen punya mas crush."

@@

"Lo tahu gak kemaren Athlas boncengin siapa?" Tanya Zevita.
Mereka bertiga sedang berkumpul diarea depan kelas mereka. Mungkin hanya beberapa orang yang mengetahui kejadian kemarin sepulang sekolah.
"Siapa?" Tanya Nalda penasaran. Sedangkan Lufi mendengarkannya sudah tak ingin.
"Vena."
"What?" Teriak Lufi yang merasa kaget atas ucapan Zevita.
"Lo gak salah lihat kan ,Vit?"tanya Nalda memastikan.
"Gak salah lah. Orang mobil Gue dibelakang mereka."
"Gak bisa dibiarin. Kegatelan banget sih jadi cewek. Mentang mentang anak cantik bisa gebet cowok inceran Gue."keluh Nalda.
"yaudah kek apain. Bosen nih gak ada korban, masa iya si Pelangi mulu." Dukung Zevita.
"Gue gak ikutan." Ucap Lufi mengejutkan.
"Ada apa sama Lo? Lo nggak abis diapa apainkan sama si Vena?" Tanya Nalda.
"Alasan pertama, Gue gak mau berurusan sama Vena. Yang kedua, Gue gak mau balik kememori dulu."
"Memori dulu?" Tanya Zevita.
"Bilang yang bener!" Titah Nalda.
"Gue gak mau berurusan sama Athlas, di udah jadi masa lalu Gue. Kalo Lo mau silahkan ambil. Gue ngundurin diri. Gue gak mau labrak orang lagi." Ucap Lufi sambil pergi entah kemana.

Nalda dan Zevita saling pandang. Ribuat tanya menyelimuti pikiran mereka.

"Biasanya juga dia paling semangat deh." Ucap Zevita.
"Mungkin gara gara kembarannya kali." Ucap Nalda.
"Jadi kita tinggal berdua?" Tanya Zevita.
"nggak lah, nanti juga balik lagi tuh anak."

@@
Sudah beberapa hari belakangan ini Vena mengikuti latihan basket. Ia masuk tim basket dan akan mendapat giliran main minggu depan diliga persahabatan melawan SMA lainnya.
Vena mendapat nomor punggung 8. Dan ia menerimanya dengan senang hati. Karena menurut Vena ada makna tersendiri dari angka delapan.

Untuk hari ini Vena tidak mengikuti latihan, ia hanya duduk dipinggir lapangan karena sedikit kurang enak badan. Ditemani dengan ponsel kesayangannya Vena asik mendengarekan lagu lewat headshetnya.

Tak lama dari itu seseorang mencabut headset dari teinga Vena. Kejadian seperti ini membuat Vena mengalihkan pandangannya kearah samping. Ia menemukan sosok petakilan yang selalu menjailinya.
"Iseng banget sih." Ucap Vena.
"Gue isengnya Cuma sama Lo doang." Ujarnya.
Vena tersenyum. Ia mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka digerbang sekolah. Hari itu mereka berdua beradu mulut, dan sampai satu bulan disekolah ini mereka berdua sering beradu argument. Dan ntah ada badai dari mana mereka berdua jadi dekat seperti ini.
"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Athlas.
"Emang Gue gak boleh senyum?"
"Boleh kok. Tapi harus karena Gue." Balas Athlas.
"Apaan sih. Gak jelas banget Lo."
"Kalo mau jelas gak boleh kecepetan. Ntar nggak awet."
"Tuhkan. Lo udah nggak nyambung lagi."
Athlas tersenyum, ia melihat ekspresi dari wajah Vena yang sedikit memerah. Athlas tahu nggak akan lama lagi mereka akan lebih dekat.
"Balik yu." Ajak Athlas sembari berdiri dan mengulurkan lengan pada Vena.

Dengan ringan tangan Vena menyambut uluran tangan Athlas. Athlas menjadi lega setelah ia mendapatkan ijin untuk mengantar atau menjemput Vena ke sekolah. Mulai hari ini Athlas dengan resmi menjadi teman Vena dan menjadi tukang ojek langganannya. Dan Vena merasa senang karena ia memiliki teman selain Jimmy.

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang