BAB 22

1K 25 1
                                    

Hari berikutnya, Athlas tengah sibuk dengan latihan nya bersama anak kelasnya. Ia sengaja tidak banyak memberitahu kawannya tentang ini. Termasuk dari Najwan.

Athlas mencoba terus untuk menunjukkan bakatnya yang telah lama ia pendam. Ia jarang sekali menunjukkan bakatnya ini.

Setelah pulang latihan, ia dan keempat temannya berkumpul dirumah Lucky. Tentu saja adik Lucky dan dua teman Vena yang lain ikut dengan mereka.

Benar saja, setelah kepergian Vena tempo hari, mereka makin menjaga persahabatan mereka. Mereka juga jadi lebih terbuka dengan orang lain.

Kepergian dapat mendewasakan seseorang. Baik itu mendewasakan hatinya, maupun jalan pikirannya. Ya seperti inilah nilai tambahnya.

"Gue makin nggak sabar buat pensi." Ucap Najwan.

"Mentang mentang dapat gandengannya bagus pengen cepet-cepet." Sindir Athlas.

"Lu kata gua truk apa pake gandengan." Balas Najwan.

"Lu pada enak mau Pensi. Lah kita bertiga apa kabar? Cuma bisa mantau kalian aja." Jawab Jimmy.

"Bukannya pensi tahun ini terbuka untuk orang luar ya?" Tanya Zalfa.

"Beneran tuh. Kemaren gue denger dari anak OSIS juga." Tambah Rere bersemangat.

"Yaudah, beli aja tiketnya. Biar kita bisa sama sama." Jawab Zilan.

"Nggak boleh, apalagi si Lucky yang mukanya nyebelin banget." Ucap Lufi.

Mendengar itu, Lucky langsung melempar kacang kupasnya pada Lufi.
"Durhaka ama abang, tahu rasa Lo." Timpal Lucky.

Beginilah, mereka jadi sering tertawa bersama disini. Di rumah Lufi dan Lucky tepatnya.

Suara notifikasi line masuk pada ponsel salah satu dari mereka. Entah dari siapa dan ponsel siapa yang berbunyi.

"Bukan punya Gue." Ucap Zalfa setelah mengecek ponselnya.

"Yaiyalah bukan punya Lo. Emang ada gitu yang mau ngechat Lo." Jawab Najwan.

"Bukan punya gue juga." Jawab Lucky.

"Gue mah apa atuh. Kagak pake Line." Jawab Jimmy.

"Guys!!!" Ucap Rere dengan mata masih menatap ponselnya.

"Punya Lo,Re?"Tanya Athlas.

"Iya, ini pesan pertama." Jawab Rere.

"Dari siapa? Lo kayak baru dichat sama orang yang lo suka aja." Jawab Jimmy.

"Dari Vena, dia nanyain kabar gue. Eh, lebih tepatnya kabar kita semua. Dia nggak ada ngasih kabar sama kalian kan?"

*****

Vena menatap kearah luar melalui jendela. Ia rindu seseorang disana. Memang tidak terlalu jauh jarak mereka. Namun hati tak bisa dibohongi. Meskipun jarak beberapa kilo meter, hati tetap merasa keberatan.

Vena menyalakan ponselnya. Membuka kunci lalu kembali mengunci layar. Ia ragu untuk menghubungi seseoran itu. Ia takut bahwa hanya dirinya yang merasakan rindu.

Gue chat Rere aja kali ya? Setelah bertanya dengan hati kecilnya, Vena membuka kembali ponselnya. Membuka room Chat dengan kontak Rere.

Apa kabar,Re?.

Send. Setelah itu, Vena melempar ponselnya keatas kasur. Dengan segera ia memeluk boneka pandanya.

"Semesta tolong bilang sama dia, gue rindu. Bener-bener rindu tepatnya."

***

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang