BAB 21

994 33 0
                                    

Bandara Soekarno Hatta. Penerbangan internasional, di terminal 3 akan segera berangkat.

Vena beserta keluarganya akan segera meninggalkan indonesia. Keputusan Vena beberapa hari lalu membuat Mama nya cukup terkejut.

"Lo baik baik disana. Jangan lupa sama yang disini." Ucap Jimmy yang ikut mengantar Vena.

"Iya. Makasih udah ngeyakinin Gue buat berobat."

Vena memeluk Jimmy. Kedua sahabat itu akan berpisah untuk beberapa waktu kedepan.
"Salamin sama dia. Gue sayang sama dia. Dia udah berhasil buat hati gue luluh."
"Iya, Gue bilangin. Lo masuk gih." Ucap Jimmy.

"Gue titip Angi juga disini. Mungkin bokap sama nyokap udah bilang ini sama nyokap Lo."
"Tenang aja. Angi aman sama Gue. Lo pikirin kesembuhan lo aja dulu."

"Okee, Gue pamit. See you leter."

Sedangkan...

Dibalik tiang itu, Athlas menatap kepergian Vena. Ya, dia ada di bandara untuk melihat Vena.

"Udah, lo kesana kalau nggak bisa nahan."

Itu suara Lucky, mereka berdua sengaja tidak menampakkan diri dihadapan orang tua Vena. Bukan takut, namun Athlas tidak ingin menahan Vena agar tetap disini. Athlas ingin Vena sembuh untuk selamanya.

"Vena." Teriak Jimmy.

"Heh, kampret. Lo berdua kesini, jangan ngumpet." Ucap Jimmy pada Athlas dan Lucky.

Vena kembali menatap Jimmy. Athlas masih menatap Vena.

Namun, Vena segera memeluk Lucky. Athlas tidak suka ini, namun ini untuk yang terakhir.
"Terimakasih udah selalu ingetin Raina buat kedokter,Biru." Ucap Vena disela pelukannya bersama Lucky.

Pelukan terlepas, Lucky mengusap pucuk kepala Vena dengan gemas.
"Baik-baik disana. Jangan lupa pulang."

Vena tersenyum, mengangguk lalu segera memeluk Athlas yang sedari tadi membeku disamping Lucky.

Dengan penuh keterkejutan, Athlas semakin membeku. Ia membalas pelukan Vena dengan perlahan.

"Terimakasih buat semuanya. Gue gak nyangka pertemuan digerbang sekolah bisa bikin kita deket." Ucap Vena.

Athlas masih memeluk Vena. Tidak ingin ia melepasnya. "Gue yang bilang terimakasih karena Lo udah bisa narik Gue buat istiqomah sama satu cewek. Jangan lupa pulang, meski rumah Lo disini bukan gue."

"Rumah Gue masih di Lo. Nggak mungkin berubah. Gue bakal balik, karena Gue sayang sama kalian semua."

Athlas mempererat pelukannya. Ia tidak ingin melepas Vena dengan cepat. Hanya satu semester yang membuat dirinya bisa dekat dengan Vena.

Saat saat itu selalu terbayang diingatan Athlas. Ia selalu mengingat moment dimana dirinya beradu argumen yang berakhir dengan hukuman dari guru BP.

Hari demi hari sudah dilalui Athlas tanpa adanya Vena di sekolah. Rasanya sedikit berbeda, yang tadinya makan sama Vena sekarang malah sama Najwan.

"Yaelah, cari cewek laen kek. Masih ada tuh, si Mira cakep." Usul Najwan.

"Sekali lagi lo nyuruh Gue buat nyari cewek. Gue kasih tahu si Najwa aib Lo."

"Yee. Kagak seru bener ah. Eh, btw pensi besok lu mau nampilin apa?"
"Udah Gue persiapin sejak lama."
"Apa tuh?"
"Kepo Lo. Yang jelas Gue wakilin kelas. Lo kalau kagak mau jadi Moka awas aja."
"Ceileh.... Moka doang mah gue sanggup. Apalagi pasangannya sama si April."
"Didenger Najwa auto ngambek dia."
"Kan dia udah paham. Makanya, Lo juga harus paham."
Athlas menggelengkan kepalanya. Sungguh lelah sekali bersekolah tidak seperti biasannya.

Athlas mulai berdiri dan meninggalkan Najwan, "Heh, Kemana Lu?"
"Toilet."

"Ceileh... Vena kagak ada lo jadi pendiem. Ketularan si kanebo kering Lo."

***

Bukan toilet yang ia tuju. Ia malah kembali menuju gerbang sekolah. Matanya menatap lurus kearah gerbang tersebut.

Ingatannya mengenai pertemuan pertama disana dengan seorang gadis berambut pirang membuatnya menyunggingkan senyum. Nada suaranya yang sedikit sinis mulai dirindukannya.

Kakinya melangkah, berjalan menuju ruang kepala sekolah yang ia ingat terjadi hal yang sangat berkesan.

"Sesama anak baru disini, nggak ada yang namanya saling mendahului." Ucap Athlas.

Gadis itu menghela napas. Lalu memandang Athlas dengan tatapan kurang suka.

"Udah ceramahnya?"

"Ya belom lah. Kenalin Gue Athlas Faj-."

"Gak penting kenal sama Lo."Potong gadis itu.

Gadis itu meninggalkan Athlas yang masih ingin sekali memperkenalkan dirinya.Athlas menarik nafas, ia mengambil ancang ancang untuk menjahili gadis itu. Langkahnya ia percepat. Dia kembali menarik tas gadis itu.

"Mau Lo apa sih?"Tanya gadis itu geram.

"Ternyata Lo batu ya?"

"Gw manusia. Lagian nama Lo aneh banget sih." Ucap gadis itu sambil meronggoh tasnya.

"Nama Gue itu bagus. Nama Lo siapa? Tinggal sebutin , dan Lo bebas-"

Byurr..

Wajah Athlas basah kusup. Gadis itu berhasil menyiramkan air mineral yang ia bawa dari rumah. Banyak siswa yang menyaksikan drama mereka, terlebih ini setelah jam upacara banyak siswa yang berkeliaran dikolidor.

"Belum juga satu bulan ditinggal, gue udah kangen banget sama dia." Gumam Athlas lalu kembali beranjak menuju kantin. Ia duduk kembali didepan Najwan.

Najwan makin merasa aneh pada sahabatnya ini. Athlas jadi banyak diam dari pada biasanya.
"Ka Athlas." Teriak Pelangi dari deretan siswa disana.

Setelah sampai pada meja yang Athlas duduki, pelangi menarik nafasnya sejenak. Ia lalu mengambil ponselnya dan melihatkan gambar Vena yang masih menikmati liburan terlebih dahulu disana.

"Kak Vena cuma ngasih ini. Tapi dia emang lagi nikmatin suasana disana dulu." Ucap Pelangi.
"Lo kangen sama kakak Lo?" Tanya Athlas.
"Kangen sih. Tapi Angi masih bisa nahan. Oh iya kak, kata kak Vena kalau kakak tampil dipensi minta dividioin."

Athlas tersenyum, setelahnya ia kembali berucap
"Udah gue rencanain kok. Lo tinggal siap ngerekam aja. Ada sesuatu buat dia entar."

"Kakak jangan terlalu mikirin kak Vena ya."
"Gue nggak mikirin dia kok. Cuman kenangan nggak akan bisa dihapus secepat kilat,Ngi."

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang