BAB 16

1.2K 23 0
                                    


"Athlas." Teriak Vena dari jok belakang motor Athlas.

Hanya deheman kecil yang Athlas keluarkan sebagai jawaban.
"Itu Senja yang sering orang perbincangkan ya?" Tanya Vena.

"Iya. Mau nikmatin senja dulu nggak?" Tanya Athlas.

"Hah?."

Athlas menambah kecepatan motornya. Sampai ia mendapat sebuah lapangan yang cukup luas untuk menikmati senja, motor yang dikendarai Athlas berhenti.

"Kok berhenti?"
"Ikut yuk." Ajak Athlas sembari mengulurkan tangannya.

Dengan senang hati, Vena menerima uluran tangan tersebut. Ntahlah, baru kali ini Vena melihat langit berwarna lebih menarik dari biasanya.

"Tha, ini asli kan langitnya?" Tanya Athlas.

"Iya, ini senja yang sering orang lain bilang. Tapi Lo jangan suka sama senja ya?!" Ucap Athlas.
"Kenapa?."
"Senja hanya singgah sebentar. Mendinga  Lo belajar menerima Gue yang jelas akan selalu ada."
"Lo cemburu kalo Gue suka  sama senja?"
"Kata Dilan bukan cemburu, tapi sedang tidak percaya diri."

Vena sedikit tersenyum. Ia tidak menyesal karena telah membatalkan keinginannya bertemu Biru.

"Tha, Senja itu buat memanjakan mata. Jadi Lo nggak usah cemburu segala. Lagian gue lebih suka sama orang yang udah ngenalin senja sama Gue."

***

"Gue tahu maksud Lo baik. Tapi seenggaknya Lo ngomong sama Athlas." Ujar Jimmy.

Iya, mereka tengah berkumpul di rumah Lucky bersama Najwan dan juga Zilan. Tanpa Athlas tentunya.

"Hooh tuh. Sebaek baeknya niat Lo kalau ada maksud lain kan kita kagak tahu." Sambar Najwan.

"Bilang aja sama Athlas ,Ky. Kan nggak baik kalau nantinya malah persahabatan kita yang recok." Ucap Zilan.

Lucky menghirup udara. Membuangnya secara kasar dan memalingkan wajahnya.

Berbicara dengan kawan kawannya ini lebih membuatnya tenang dibanding harus berbincang dengan Lufi.

Terdengar suara motor didepan gerbang rumah Lucky. Sudah bisa diprediksi bahwa itu adalah Athlas.

"Biar Zilan yang buka." Ucap Zilan sembari melangkah menuju pagar rumah Lucky yang dikunci dari dalam.

"Lama-lama Gue aneh sama si Zilan." Ucap Najwan.

"Aneh kenapa?" Tanya Jimmy.
"Dia ngomong Alus bener. Kalo udah marah aja pake bahasa kasarnya."
"Iya juga ya. Tapi dia juga kalau sama kita-kita pernah pakai bahasa kasar."
"Lo berdua ngapa jadi gibah sih." Ucap Lucky.

"Bukan Gibah,Ky. Tapi Unfaedah."
"Weh dah ngumpul nih." Ucap Athlas membuka percakapan.
"Lo sih, pacaran terus." Sindir Jimmy.
"Jomblo mana paham. Sirik si Jimmy mah, dia kan nggak ada ceweknya. Malu Lo kalah sama Zilan anjir." Ucap Najwan.
"Ngapain sih pada ngumpul disini? Lu kata rumah Gue cafe?" Ucap Lufi yang baru saja datang.

"Kemana Lo?" Tanya Lucky yang melihat Lufi sudah rapi.
"Kepo." Jawab Lufi.

"Bentar lagi perang nih." Ucap Zilan.

***

"Besok kita kontrol lagi." Ucap mama.

Vena hanya mendengus sebal. Ntah sampai kapan dirinya akan berhenti berurusan dengan dokternya.

Vena ingin mengakhirinya. Dia tidak mau berhubungan dengan rumah sakit, obat obatan, bahkan dia sudah muak dengan keharusan yang orangtuanya katakan.

Vena ingin sekali bebas layaknya Rere yang dengan gembira. Menikmati hidup sesuai keinginannya seperti Zalfa. Dan menjalani hal yang disukai seperti Lufi.

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang