BAB 11

1.4K 32 0
                                    


Vena.

Baru saja Athlas mengirimkan pesan tersebut. Saat Athlas hendak mengetik kembali apa yang ingin ia sampaikan pada Vena, ia kalah cepat dengan Vena yang telah mengirimnya pesan.

Pulpen💙.
Paan?

Athlas sedikit mendengus sebal. Yang ia hendak ketik sudah ia kubur kembali dalam ilusi. Athlas segera membalasnya dengan yang tidak penting.

Gk.
Gw kan bilang jan bales.

Pulpen💙.
Gk dibales ntar marah.

Bodo.
Gw udh bilang tadi.

Selepas itu, Athlas menyimpan ponselnya diatas kasur. Segera ia membuka jendela kamarnya. Ia berjalan menuju balkon untuk menghirup udara luar.

Dia menatap rembulan yang seakan akan mentertawakan dirinya. Ntahlah, malam ini Athlas merasa sedikit bimbang dengan apa yang ia lakukan akhir-akhir ini.

"Kamu harus bisa disampingnya, dan Om kasih kamu tiga permintaan."

Kalimat itu seakan-akan menghantui dirinya. Athlas benar benar merasa bingung dengan dirinya yang telah diperbudak oleh uang. Athlas tidak mau jika harus melukai perasaan seseorang untuk keuntungan dirinya. Belum lagi ini dibalas dengan materi.

"Tapi, kamu jangan sampai menyimpan rasa. Kamu hanya dibayar untuk menjaganya. Bukan untuk menyukainya. Ingat itu!"

Athlas menghembuskan nafasnya kesal. Dia benar benar tidak tahu apa yang ia lakukan sekarang.

"Gue gak bisa jahat kayak gini. Gue harus segera mengakhirinya."

Athlas segera mengambil jaketnya. Malam ini ia akan pergi bersama dengan kawannya. Mungkin hanya untuk menghibur dirinya yang sedang dilanda kebingungan.

Athlas tidak akan bercerita kepada siapapun bahwa dirinya sedang kebingungan. Athlas hanya akan membuat temannya yang lain merasa bahagia dengan kehadirannya malam ini.

Dengan mengendari motor kesayangannya, Athlas menerobos jalanan malam yang cukup dingin. Athlas sudah biasa pergi dengan kawannya jadi Bundanya tidak akan terlalu khawatir.

Athlas tiba disebuah warung yang sudah biasa menjadi tempat mereka berkumpul. Athlas langsung duduk disebelah Jimmy.

"Bi Inah, punya Athlas jangan pakai es batu ya." Ucap Athlas seperti biasanya.

"Siap. Tunggu sebentar ya." Ucap Bisa Inah lalu pergi menyiapkan teh manis seperti biasanya.

"Eh, Tha. Lo sama Vena gimana?" Tanya Jimmy.

"Biasa aja."
"Boong. Orang makin hari makin lengket disekolah." Sergah Najwan.

"Najwan mah sirik wae." Timpal Zilan.
"Lo nyebelin, Lan. Kenapa malah dipihak Athlas sih!" Balas Najwan.

"Udah jangan kayak baru kenal Zilan aja. Eh, Wan gimana sama distro yang Lo kelola?" Tanya Lucky.

"Hah? Distro?" Tanya Jimmy.

"Lah, Jimmy ketinggalan informasi. Najwan punya distro dari sebulan yang lalu." Jawab Zilan.

"Lo dapet warisan dari awal,Wan?" Tanya Athlas.

Vena & Athlas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang